Aturan Pelumas Wajib SNI Bikin Importir Resah

Jumat 28-09-2018,03:31 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

Jakarta--Pelumas mesin dan transmisi yang dijual di Indonesia harus memiliki sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) mulai 10 September 2019, atau sejak aturan pelumas wajib SNI diundangkan pada 10 September 2018. Pemerintah bakal menindak tegas semua produsen dan distributor yang tidak mengikuti aturan ini. Direktur Industri Kimia Hilir Direktorat Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazier tidak menjelaskan secara rinci jenis tindakan yang akan diberikan kepada para pelangar. "Jika tidak ber-SNI tidak boleh masuk pasar. Aparat berwenang dan pengawas akan menindak jika tidak ber-SNI," kata Taufiek melalui pesan singkat seperti dikuip CNNIndonesia.com, kemarin. Peraturan Menteri (Permen) Perindustrian Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Pelumas Secara Wajib untuk melarang pelumas non SNI beredar di Indonesia. Namun aturan ini telah banyak mendapat penolakan, terutama dari distributor pelumas, bahkan mereka menolak sebelum peraturan pelumas wajib SNI dikeluarkan pemerintah. Dewan Penasehat Perhimpunan Distributor, Importir dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) Paul Toar menyampaikan, 125 perusahaan tergabung dalam PERDIPPI tidak sepakat dengan aturan pelumas yang sudah diterbitkan oleh Kemenperin. Sebanyak 125 perusahaan bernaung di bawah PERDIPPI di antaranya Top1, BM1, Mobil1, Aral, United Oil, Liger, STP, Total Oil, Chevron, dan lain sebagainya. Paul menilai pelumas wajib SNI merupakan langkah yang mengganggu pasar pelumas dan merugikan ekonomi nasional dan mematikan pengusaha kecil. "Disrupsi pengadaan dan peredaran pelumas pasti terjadi. Inilah yang terjadi bila pemangku kewenangan kehilangan sentuhan terhadap kebutuhan ekonomi nasional," ucap Paul. Dalam data Kemenperin, jumlah importir pelumas di Indonesia sebanyak 144. Mereka bersikukuh bahwa SNI untuk pelumas penyokong kendaraan tidak diperlukan. Sebab, konsumen pelumas impor telah terlindungi melalui Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi 019K/34/M.PE/1998 tentang Wajib daftar pelumas yang beredar di dalam negeri. Keputusan itu juga menerbitkan peraturan tentang Nomor Pelumas Terdaftar (NPT). Hal tersebut juga sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas dan turunannya yakni Keppres Nomor 21 Tahun 2001, serta Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Keuangan, serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan). Selain itu NPT juga diperkuat dengan kebijakan lain dari pemerintah, yaitu Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2001. Aturan tersebut mewajibkan prosedur uji laboratorium dan pendaftaran bagi semua pelumas yang beredar di Indonesia. Dengan dasar NPT tersebut, Perhimpunan Distributor, importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI) mengklaim bahwa pelumas yang beredar di dalam negeri telah memenuhi standar mutu tidak hanya SNI tetapi juga internasional. Seperti diberitakan penerapan SNI untuk pelumas telah terbit. Regulasi soal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Pelumas Secara Wajib yang telah diundangkan pada 10 September 2018 dan berlaku pada 10 September 2019. Direktur Industri Kimia Hilir Direktorat Jenderal Kemenperin Taufiek Bawazier menjelaskan regulasi pelumas wajib SNI sudah didasari penghitungan Badan Standarisasi Nasional (BSN) yang menggunakan parameter dari semua stake holder industri pelumas. Muatan utama pada aturan tersebut, jelas Taufiek, adalah agar pelumas yang dipasarkan di Indonesia harus terlebih dulu melalui uji fisika dan kimia. "Sehingga mutu oli yang beredar di Indonesia sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah," ujar Taufik. Menurut Taufik, aturan wajib SNI ini hanya berlaku untuk pelumas kendaraan hasil produksi dalam negeri dan impor. Tidak berlaku untuk pelumas jenis lain. Pemerintah berharap utilitas industri pelumas di tanah air meningkat dari saat ini hanya 42 persen (858.360 kilo liter per tahun) menjadi 58 persen dalam satu sampai dua tahun ke depan.(cnn)

Tags :
Kategori :

Terkait