Nomor Urut Caleg Tidak Jaminan

Rabu 08-08-2018,04:07 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

SERANG – Fenomena rebutan nomor urut masih tetap terjadi di kalangan calon anggota legislatif (caleg) baik di tingkat DPR RI, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten kota setiap gelaran pemilihan legislatif (pileg). Meski begitu, para caleg yang nomor urutnya di bawah (bukan nomor satu atau dua) tidak perlu berkecil hati. Pada Pemilu 2019 konversi suara menjadi kursi partai politik (parpol) di satu daerah pemilihan (dapil) menggunakan metode Sainte-Lague murni, berbeda dengan pemilu sebelumnya yang menggunakan metode Kuota Hare (bilangan pembagi pemilih/BPP) sehingga menguntungkan caleg nomor urut satu dari setiap parpol peserta pemilu. Dalam metode Sainte-Lague murni, raihan suara caleg dan raihan suara parpol yang paling menentukan. Bila suara parpolnya tinggi, yang mendapatkan kursi pertama adalah caleg yang meraih suara terbanyak di dapil tersebut. Begitu pun selanjutnya, berapa pun nomor urutnya. Hal itu diungkapkan Ketua KPU Banten Wahyul Furqon. Menurutnya, mekanisme konversi suara di Pemilu 2019 sesuai dengan metode Sainte-Lague murni dihitung berdasarkan lima prinsip. Pertama, menjumlah seluruh suara sah masing-masing parpol secara nasional. Kedua, menentukan angka persentase parliamentary threshold (PT). Ketiga, menentukan parpol yang lolos PT. Keempat, membagi suara sah masing-masing parpol dengan angka ganjil 1,3,5, dan seterusnya. Kelima, membagi kursi di setiap dapil kepada parpol sesuai urutan rata-rata terbanyak dari hasil pembagian tersebut sampai kursi habis terbagi. “Jadi, kuncinya suara terbanyak, parpolnya harus terbanyak dan caleg yang terbanyaklah yang mendapat kursi lebih dulu,” ujar Wahyul. Penjelasan lebih perinci terkait konversi suara metode Sainte-Lague murni disampaikan Ketua Divisi Sosialisasi SDM dan Partisipasi Masyarakat KPU Banten Eka Satialaksmana. Menurut Eka, metode konversi suara di Pemilu 2019 memengaruhi jumlah kursi setiap parpol yang lolos ke DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten kota. “Nomor urut caleg tidak terlalu berpengaruh karena sistem ini (Sainte Lague Murni-red) mengharuskan suara parpol tinggi dulu, baru menghitung suara masing-masing caleg di setiap dapil,” kata Eka. Ia menambahkan, metode Sainte Lague Murni tidak berpengaruh pada nomor caleg, tetapi berpengaruh ke parpol. “Parpol lama dianggap lebih diuntungkan karena sudah populer dibandingkan parpol baru. Tapi, ini hasil analisa pengamat bukan KPU,” ungkapnya. Setelah langkah ini (jumlah suara parpol dihitung), akan ketahuan parpol pemenang kursi. Baru ditentukan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak. “Caleg terpilih peraih suara terbanyak, mau nomor berapa pun si caleg,” tuturnya. Berdasarkan data KPU, di antara model konversi suara menjadi kursi parpol, metode Sainte-Lague masuk dalam rumpun metode divisor, yaitu menggunakan bilangan pembagi tetap. Bilangan pembagi tetap pada metode Sainte Lague adalah bilangan ganjil, yaitu 1, 3, 5, 7, dan seterusnya, yang jumlahnya disesuaikan dengan kursi yang diperebutkan di dapil tersebut. (rb/bha)

Tags :
Kategori :

Terkait