MUSIM 2017-2018 bukan menjadi musim yang mudah bagi wakil Italia di kompetisi Eropa. Dari dua wakil yang masing-masing ada di 16 besar Liga Champions dan Liga Europa, baru Juventus yang sudah mengamankan tiket ke perempatfinal. Sedangkan tiga diantaranya, yakni AS Roma, AC Milan, dan Lazio masih harap-harap cemas karena tidak menang di leg pertama. Nah, tantangan bagi Giallorossi lebih berat. Sebab, leg kedua kontra Shakhtar Donetsk dini hari nanti digelar di Olimpico. Tim polesan Eusebio Di Francesco tertinggal agregat 1-2. Bermain di kandang sendiri memang bak pedang bermata dua. Di satu sisi bisa menguntungkan karena dukungan Romanisti. Namun, bisa juga jadi bumerang bila terlena. "Dukungan tifosi akan sangat penting untuk melawan Shakhtar. Satu lagi yang paling penting bagi kami adalah tidak tergesa-gesa karena mereka tim yang sangat bagus," kata Di Francesco seperti dilansir Football Italia. "Keseimbangan adalah prioritas. Dan, kami membutuhkan itu untuk melawan Shakhtar (di leg kedua, red) karena mereka lebih mirip sebagai tim Brasil daripada tim Ukraina," sambung pelatih 48 tahun itu. Pernyataan eks pelatih Sassuolo itu memang benar. Dari 30 personel Hirnyky--sebutan Shakhtar--ada delapan pemain yang berasal dari Brasil. Itu menjadi yang terbanyak di tim setelah pemain asli Ukraina dengan 16 pemain. Itu yang membuat gaya permainan Shakhtar sangat stylish. Satu lagi yang membuat pusing Di Francesco adalah formasi timnya. Ya, di ada dua skema yang sangat mungkin dipakai dalam laga nanti. Atau bahkan keduanya sama-sama digunakan, yakni 4-3-3 dan 4-2-3-1. Hal tersebut sudah terbukti saat Roma menang 3-0 di giornata ke-28 Serie A (10/3). Kala itu, di babak pertama Roma memakai 4-3-3 dan berakhir tanpa gol. Di Francesco kemudian menggantinya dengan 4-2-3-1 di paro kedua dan tercipta 3 gol. Roma diuntungkan dengan bugarnya kondisi bek Federico Fazio dan striker Edin Dzeko. Ya, keduanya tidak main saat Roma menang melawan Torino lantaran akumulasi kartu kuning. Idealnya, 4-2-3-1 jadi pilihan. Namun, strategi tersebut sempat digunakan di leg pertama dan hasilnya Roma kalah 1-2. Sangat mungkin, 4-3-3 akan dipakai Di Francesco terlebih dulu untuk serangan karena mereka dituntut harus menang. "Kami bisa menciptakan masalah bagi mereka," kata Di Francesco. Namun, Shakhtar juga bukan datang ke Roma untuk pasrah jadi bulan-bulanan. Apalagi, tim besutan Paulo fonseca itu juga memiliki pengalaman yang berharga di Olimpico pada 2010-2011. Apalagi, alurnya cukup mirip. Shakhtar kala itu juga bersua Roma di 16 besar Liga Champions. Mereka pun menang di leg pertama dengan skor 3-2. Bedanya, kemenangan di leg pertama dibukukan di Olimpipco. Nah, giliran bertindak sebagai tuan rumah pada leg kedua, mereka kian mengamuk dengan menang tiga gol tanpa balas dan melenggang ke perempatfinal. Hingga kini, itulah pencapaian terbaik Shakhtar di Liga Champions yang juga sangat mungkin diulangi lagi musim ini. Kebetulan, performa Taison dkk juga menanjak. Mereka selalu menang dalam lima pertandingan mereka di semua ajang. Hebatnya, mereka hanya kebobolan satu gol dalam rentang waktu tersebut. "Pertandingan melawan Roma sangat fundamental bagi kami. Mereka adalah tim yang kuat dalam menyerang sekaligus bertahan yang merupakan ciri tim Italia," kata Fonseca. (jpg/apw)
AS Roma vs Shakhtar Donetsk, Menang Demi Romanisti
Selasa 13-03-2018,06:37 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :