Mensos Saifullah Yusuf Ziarah ke Monumen Palagan Lengkong

Kamis 13-11-2025,22:21 WIB
Reporter : Tri Budi Sulaksono
Editor : Andi Suhandi

TANGERANGEKSPRES.ID, SERPONG — Menteri Sosial Saifullah Yusuf ziarah ke Mo­numen Palagan Lengkong, Lengkong Wetan, Serpong Utara, Kamis, 13 November 2025. Kedatangan pria yang biasa disapa Gus Ipul tersebut untuk mengenang peristiwa Pertempuran Lengkong 25 Januari 1946 dalam rangka Hari Pahlawan 2025.

Dalam ziarah tersebut Gus Ipul didampingi oleh Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Pri­yono, Gubernur Banten Andra Soni, Wali Kota Tangsel Be­nyamin Davnie. Ziarah ter­sebut juga dalam rangka wisata sejarah penguatan nilai ke­pahlawanan yang diikuti se­kitar 300 SMA dari Kota Tang­sel, Kota Tangerang dan Ja­karta.

Diketahui, Palagan Lengkong adalah nama sebuah peristiwa pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Mayor Daan Mogot melawan tentara Jepang pada tanggal 25 Januari 1946 di Leng­kong, Serpong, Tangerang Selatan. Peristiwa tersebut terjadi saat pelucutan senjata, di mana 3 perwira dan 34 ta­runa gugur, dan diabadikan dalam bentuk monumen pe­ri­ngatan. 

Menteri Sosial Saifullah Yu­suf mengatakan, Palagan Leng­kong merupakan sebuah daerah yang menyimpan kisah keberanian dan kesetiaan. Palagan Lengkong menjadi saksi bahwa kemerdekaan tidak pernah datang sebagai hadiah, melainkan dipatri dengan darah para pemuda yang berani melawan takdir demi bangsanya.

”Di sinilah, pada 25 Januari 1946, darah para taruna militer muda mengalir. Mereka dipim­pin oleh seorang pemuda ber­usia 18 tahun, Mayor Daan Mogot, bersama rekan-rekan­nya Letnan Satu Soetopo dan Letnan Satu Subianto Joyo Hadikusumo,” ujarnya, Kamis, 13 November 2025.

Gus Ipul menambahkan, nama-nama mereka kini di­aba­dikan sebagai simbol se­mangat patriotisme. Mereka berangkat dengan tekad suci menegakkan kedaulatan, me­negaskan kemerdekaan yang saat itu baru seumur jagung.

Yang mereka bawa bukanlah senjata canggih, melainkan idealisme, keberanian, dan keyakinan bahwa hidup hanya bermakna bila diabdikan un­tuk bangsa. Dan di tanah Leng­kong inilah, mereka me­nu­lis bab paling mulia dalam sejarah kemerdekaan, yakni bab tentang pengorbanan.

Daan Mogot gugur muda, bahkan sebelum sempat mera­sakan masa dewasa. Namun, kematiannya justru membuat hidup kita bermakna. ”Darah­nya menjadi tinta yang me­nuliskan kata, “Indonesia mer­deka tidak boleh mundur,” tambahnya.

Menurutnya, Soebianto Djo­jo­hadikoesoemo, yang juga gugur di tempat ini, mening­galkan pesan abadi bagi ge­nerasi muda. Kemerdekaan sejati bukanlah kebebasan untuk hidup nyaman tetapi, keberanian untuk berbuat se­suatu bagi sesama, sekalipun harus kehilangan segalanya.

Palagan Lengkong bukan sekadar situs sejarah. Ia adalah cermin jiwa bangsa.

Ia mengingatkan kita bahwa semangat muda yang idealis dan berani harus terus menya­la di setiap zaman entah di medan perang, entah di me­dan kemiskinan, ketimpangan dan ketidakadilan sosial.

”Tugas kita hari ini mungkin tidak lagi mengangkat senjata tetapi, mengangkat martabat manusia. Tugas kita bukan lagi menumpahkan darah tapi, menumpahkan kasih dan tenaga bagi mereka yang tertinggal, miskin dan lemah,” jelasnya.

Gus Ipul mengungkapkan, pada hakikatnya, pelayanan sosial adalah lanjutan dari perjuangan para pahlawan perjuangan untuk membebas­kan manusia dari penderitaan. Maka di bawah bayang-bayang pohon tua Lengkong ini,

marilah kita berjanji dalam hati, bahwa setiap keringat yang kita teteskan adalah lan­jutan dari darah para pah­lawan.

Bahwa setiap langkah me­nuju masyarakat yang adil dan sejahtera adalah bentuk penghormatan sejati bagi me­reka yang gugur muda. ”Mari kita warisi bukan hanya kemerdekaannya tetapi, jiwa­nya jiwa yang berani, jujur dan setia kepada rakyat,” ung­kapnya.

Kategori :