“Menurut saya, wajar jika pedagang menolak pembongkaran karena mereka berpegang pada perjanjian hingga tahun 2029. Jika perjanjian itu selesai, siapapun nanti Wali Kotanya, mereka akan siap. Apalagi HGU bisa diperpanjang, misalnya satu tahun sebelum habis,” jelasnya.
Ia mengingatkan, jika Pemkot tetap membongkar pada 2026, pedagang berhak menuntut.
“Pasti mereka akan menuntut haknya. Pemerintah harus benar-benar memikirkan hal ini. Betul kalau tanah memang milik Pemkot, tetapi untuk bangunan ada kepemilikan HGU yang masih berlaku hingga batas waktu tertentu,” tegas Muji.
Muji juga meminta pedagang menempuh jalur resmi dalam menyampaikan aspirasi.
“Saya sudah sampaikan, pedagang harus mengirimkan surat resmi kepada Pemkot untuk menyampaikan aspirasinya. Kalau ada bukti digital, seperti surat yang dikirim tapi tidak direspons, itu akan lebih kuat. Tapi kalau tidak ada, akan sulit untuk memperjuangkannya,” katanya.
Ia optimistis persoalan Pasar Rau bisa dicarikan solusi terbaik.
“Saya yakin pemerintah di bawah kepemimpinan H. Budi Rustandi akan melihat kondisi riil di lapangan. Pedagang tidak mungkin diabaikan begitu saja. Tinggal bagaimana mencari titik temu antara kebutuhan penataan pasar dengan hak-hak pedagang yang sudah ada,” ujarnya.
Meski DPRD sudah berjanji menampung aspirasi, ketegangan antara pedagang dan Pemkot Serang diprediksi masih berlanjut. Pedagang menilai, tanpa dialog yang jujur dan terbuka, rencana pembangunan ulang hanya akan melahirkan konflik baru.
Sementara itu, Pemkot sebelumnya menegaskan bahwa aset Pasar Rau merupakan milik daerah dan perlu ditata ulang agar lebih representatif. Namun, bagi pedagang, sertifikat dan perjanjian yang mereka pegang adalah bukti sah yang tidak bisa diabaikan begitu saja. (ald)