"Sebaliknya, pemimpin yang bekerja tenang dan fokus pada pembenahan sistem internal bisa kurang mendapat perhatian dalam survei, meski fondasi kebijakan yang dibangunnya sangat penting untuk kemajuan daerah. Penggunaan hasil survei sebagai alat legitimasi politik juga patut dikritisi, banyak pihak yang menjadikan survei 100 hari sebagai alat kampanye atau pembenaran kebijakan tertentu," tuturnya.
Uswatun Hasanah mengatakan, survei 100 hari memang memiliki nilai penting dalam mengukur persepsi awal dan komunikasi kebijakan seorang kepala daerah.
Namun, perlu bersikap kritis dan bijak agar tidak terjebak dalam euforia jangka pendek, yang justru bisa mengaburkan penilaian objektif terhadap kualitas kepemimpinan.
"Rakyat Banten dan masyarakat Indonesia pada umumnya, berhak mendapatkan pemimpin yang tidak hanya populer, tetapi juga benar-benar mampu mewujudkan pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan berpihak pada kepentingan rakyat. Karena, esensi dari kepemimpinan daerah adalah bagaimana pemimpin mampu menyelesaikan masalah nyata di masyarakat, membangun sistem pemerintahan yang bersih, dan menciptakan pembangunan yang inklusif, semua ini tidak bisa diukur hanya dalam tiga bulan pertama masa jabatan," jelasnya. (*)