PT Pertamina Patra Niaga (PPN) tahun ini berencana meluncurkan fasilitas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dengan konsep mini. Direktur Utama PPN, Gandhi Sriwidodo menuturkan, untuk tahap awal rencananya akan mulai membangun 50 SPBU.
"Terkait SPBU mini, kita sudah mendapatkan izin dari Pertamina. Lima tahun ke depan kami margetkan 1.000 SPBU mini," ujarnya dalam acara CEO Talk di Hotel JW Marriott, kemarin (27/7).
Gandhi menjelaskan, pembangunan SPBU UKM tersebut merupakan penugasan dari Pertamina sebagai induk usaha dari PPN. Dia juga menjamin konsep SPBU mini lebih aman dan higienis bagi konsumen. Dengan adanya SPBU mini tersebut diharapkan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap BBM di berbagai wilayah di Indonesia.
Adapun jenis BBM yang akan dijual di SPBU mini yakni Pertalite, Dexlite maupun BBM jenis non subsidi lainnya. Dia merinci, kapasitas SPBU mini yang akan dibangun mencapai 5.000 hingga 10.000 KL.
Untuk titik-titik lokasi yang akan didorong pemenuhan konsumsi BBM-nya, Gandhi menjelaskan bahwa wilayah Jawa dan Sumatera akan dijadikan lokasi awal. "SPBU UMKM nanti nilai investasinya tidak lebih dari sekitar Rp 1 miliar per SPBU. Jumlah itu di luar (harga) tanah," jelasnya.
Dijelaskan Gandhi, SPBU UKM yang akan dibangun PPN nantinya akan berdiri di tanah seluas 500 m. Lokasi yang diutamakan yakni lokasi yang belum terjangkau oleh fasilitas SPBU Pertamina.
"Masyarakat kita tersebar, ada juga di kawsan pinggiran. Tetapi kan mereka juga memiliki hak yang sama dengan masyarakat yang ada di perkotaan. Kami berusaha memenuhi kebutuhan tersebut," imbuhnya.
Secara umum, beberapa tahun terakhir gambaran dari pasar BBM di industri beberapa tahun terakhir masih dibayangi beberapa tantangan. Di antaranya turunnya harga jual minyak dunia, regulasi impor, situasi pasar industri dan tambang sebagai customer utama.
Termasuk fluktuasi nilai tukar Rupiah. Dalam situasi yang anomali tersebut, Gandhi menuturkan, perseroan menerapkan sejumlah strategi untuk meminimalisir dampak situasi
eksternal, hingga menempatkannya pada posisi kedua market share setelah PT Pertamina (Persero).
"Harga minyak yang menurun dari USD 100 per barel ke USD 60 per barel membuat PPN menerapkan efisiensi dalam biaya-biaya produk maupun operasional, serta mencari customer baru dan penambahan volume," katanya.
Hasilnya, pencapaian laba bersih PPN dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu USD 37 juta pada tahun 2014, USD 67 juta pada tahun 2015, serta USD 96 juta pada tahun 2016, meningkat 259 persen atau hampir tiga kali lipat.
Dalam kinerja keuangan, PPN mencatat EBITDA Margin 3,79 persen (2014), 8,23 persen (2015), dan 8,82 persen (2016), serta Net Profit Margin 2,09 persen (2014), 5,45 persen (2015), dan 7,79 persen (2016). Sementara untuk kinerja operasional, terjadi peningkatan Trading Fuel & Non Fuel menjadi sebesar 1.38 juta Kiloliter (KL) pada tahun 2014, 1,54 juta KL (2015), dan 2,3 juta KL (2016).
Dari total market size trading BBM industry sebesar 18,7 juta KL, PPN menguasai 15 persen, PT Pertamina (Persero) 58 persen, dan sisanya dari beberapa kompetitor. Target PPN selanjutnya adalah menguasai hingga 20 persen dari pasar trading BBM, antara lain dengan layanan Total Energy Services untuk kebutuhan energi customer dan mengembangkan potensi bisnis baru (new venture).
Dengan metode total energy services, PPN mengelola seluruh kebutuhan energi secara menyeluruh sehingga customer dapat berfokus sepenuhnya pada operasional bisnis dan produksi mereka. (dee/JPC)