Jokowi Restui Nadiem Hapus UN, DPR: Jangan Jadikan Siswa Kelinci Percobaan

Jumat 13-12-2019,03:58 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

BEKASI -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menghapus ujian nasional (UN) dan menggantikannya dengan asesmen atau penilaian kompetensi terhadap sekolah dan tenaga pendidik. Kebijakan yang akan berlaku per 2021 ini, ujar Jokowi, juga akan memberlakukan survei karakter terhadap para murid. "Dari situ bisa dijadikan evaluasi. Pendidikan kita sampai ke level mana. Nanti sudah dihitung saya kira kita mendukung apa yang sudah diputuskan mendikbud," ujar Jokowi seusai meresmikan Tol Layang Jakarta-Cikampek, Kamis (12/12). Nantinya, menurut Jokowi, setiap sekolah harus mencapai passing grade tertentu sebagai standar kepatutan kualitas pendidikan. Penerapan passing grade ini akan menyaring sekolah mana saja yang harus diperbaiki kualitasnya, termasuk apabila perlu diberi bantuan fasilitas pendidikan. Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim optimistis kebijakannya mengganti ujian nasional (UN) dengan asesmen (penilaian) kompetensi tidak akan menghasilkan 'siswa lembek'. Menurut dia, pergantian sistem UN dengan penilaian kompetensi justru akan memberi tantangan yang sesungguhnya bagi sekolah. Sekolah, ujarnya, dituntut menerapkan pola pembelajaran yang tidak semata berisi hafalan materi. "Malah lebih men-challenge sebenarnya, tapi yang men-challenge itu bukan muridnya, yang men-challenge itu buat sekolahnya untuk segera menerapkan hal-hal di mana pembelajaran yang sesungguhnya terjadi, bukan penghafalan," kata Nadiem. Ujian nasional sendiri, ujar Nadiem, tetap akan dijalankan pada 2020 nanti. Baru pada 2021, UN sepenuhnya diganti dengan penilaian kompetensi dan survei karakter. Penilaian kompetensi nantinya tidak akan berdasar mata pelajaran saja, tapi juga numerasi literasi dan survei karakter siswa. Rencana penghapusan UN ini mendapat tanggapan dari kalangan legislatif. Komisi X DPR RI mengingatkan, agar kebijakan itu tidak berimbas buruk terhadap nasib siswa. Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengingatkan agar jangan sampai siswa dijadikan kelinci percobaan. "Kita minta penjelasan. Jangan sampai siswa-siswa kita menjadi kelinci percobaan lagi sistem pendidikan nasional kita," kata Syaiful saat menggelar rapat dengan Nadiem di DPR RI, Jakarta, Kamis (12/12). Dia juga mengingatkan Nadiem agar membuat sebuah desain yang komprehensif terkait dengan kebijakan ini. Menurut Syaiful desain kebijakan penghapusan ini harus lebih sempurna. "Harus ada skema grand design yang lebih sempurna ketimbang UN," ucap Syaiful. Dia juga mempertanyakan ihwal kesiapan guru dalam kebijakan ini. Menurut dia kebijakan ini akan bertumpu pada guru dan sekolah. Syaiful mempertanyakan apakah guru-guru dan sekolah siap untuk melakukan tes asesmen sebagai pengganti UN. "Karena pada saat bersamaan kualitas permerataan guru dan sarana serta prasarana kita belum memadai," ujarnya. Kendati demikian, Syaiful mengaku sangat mendukung kebijakan dari mantan bos Go-Jek itu. Menurutnya kebijakan tersebut luar biasa. Senada dikatakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani. Dia meminta Mendikbud Nadiem Makarim tidak buru-buru menerapkan kebijakan penghapusan UN. Menurutnya, kebijakan penghapusan UN tidak boleh sampai merugikan siswa dan orang tuanya serta mengabaikan peningkatan kualitas guru Indonesia. "Jangan terburu-buru, kita lihat, dan jangan sampai merugikan anak murid, kemudian siswa juga orang tuanya, dan yang pasti kualitas guru itu yang harus ditingkatkan," kata Puan kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (12/12). Politikus PDI Perjuangan itu meminta Nadiem menjelaskan lebih rinci terkait kebijakan penghapusan UN kepada publik. Kata Puan, publik belum bisa memahami secara utuh kebijakan penghapusan UN karena baru berdasarkan informasi yang disiarkan lewat media massa. "Saya minta atau saya harapkan dari Nadiem itu bisa menjelaskan sebenarnya apa yang kemudian menjadi pemikiran beliau terkait dengan UN ini," ujarnya. Dia juga mengaku masih memiliki sejumlah pertanyaan terkait kebijakan penghapusan UN yang akan diambil Nadiem. Salah satunya adalah pertanyaan soal dasar nilai yang akan digunakan oleh siswa dalam melanjutkan pendidikan dari tingkat SMA ke perguruan tinggi. "Yang harus kita lihat atau kita tanyakan kepada Mendikbud itu apa kriterianya untuk kelulusan anak di SMA atau SMP atau SD. Dari tingkatan itu kalau enggak ada UN kemudian kalau mau masuk ke perguruan tinggi itu kita akan menggunakan apa?" kata mantan Menteri Koordinator bidang Pembagunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) itu. Sikap Puan selaku Ketua DPR berbeda dengan Presiden Jokowi yang mendukung kebijakan Nadiem. Menurut Jokowi, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter yang menjadi pengganti UN berguna untuk mengevaluasi level pendidikan Indonesia. "Dari itu bisa dijadikan sebuah evaluasi. Pendidikan kita ini sampai ke level yang mana, ke tingkat yang mana. Nanti sudah dihitung, dikalkulasi," kata Jokowi menambahkan.(cnn/rep/bis)

Tags :
Kategori :

Terkait