Hukuman Kebiri Sudah Final, Amnesty: Hukuman Kebiri Langgar Aturan Internasional

Kamis 29-08-2019,03:31 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise menegaskan, pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak berupa kebiri melalui suntik kimia sudah final dan mengikat semua pihak. Sementara Amnesty Internasional Indonesia menyebut kebiri kimia melanggar aturan internasional "Pemberatan hukuman tertuang dalam Undang-Undang yang sudah final dan semua pihak harus tunduk pada ketentuan Undang-Undang tersebut," kata Yohana, Rabu (28/8). Undang-Undang yang dimaksud Yohana adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Yohana mengaku tahu pemberatan hukuman berupa hukuman kebiri kimia menimbulkan pertentangan, terutama dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). "Namun, Undang-Undang sudah keluar dan sudah final. Undang-Undang tersebut sudah cukup kuat. IDI harus tunduk pada Undang-Undang. Kalau melawan berarti melanggar Undang-Undang," katanya. Yohana mengatakan pemberatan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak menjadi peringatan bagi para pelaku lainnya. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 merupakan wujud perlindungan negara kepada anak-anak yang rentan menjadi korban kekerasan. Terkait hukuman kebiri juga mendapat dukungan Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita meyakini hukuman kebiri kimia akan memberikan efek jera bagi pelaku kekerasan seksual atau predator anak. "Seharusnya berefek jera. Saya kira itu hukuman yang tinggi sekali sehingga akan ada efek jera," kata Agus disela-sela kegiatan Sehari Bersama Anak di Kementerian Sosial di Jakarta, Rabu (28/8). Agus mengatakan, dengan diterapkannya hukuman kebiri kimia, maka akan ada ketakutan bagi mereka yang punya potensi melakukan kejahatan yang sama. Dia mengatakan, karena kebiri kimia merupakan perintah undang-undang, maka semua harus menghormati apa yang sudah diputuskan UU. "Bagi mereka-mereka yang masih punya pemikiran lain terhadap UU, saya kira banyak caranya, misalnya membawa masalah tersebut kepada MK. Tapi ini sudah menjadi keputusan yang berlaku sehingga pengadilan memutuskan berdasarkan UU tersebut sehingga harus kita hormati," kata Agus. Berbeda dengan Menteri Yohana dan Mensos agus Gumiwang, Amnesty Internasional Indonesia dengan tegas menolak hukuman kebiri. Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyebut kebiri kimia melanggar aturan internasional. Salah satunya, kata dia, tentang aturan Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat yang diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Amnesty menyatakan pidana tambahan kebiri kimia hanya membalas kekejaman dengan kekejaman. Amnesty menuding putusan tersebut tidak tepat dan bersifat tidak adil. "Itu bukan esensi dari penghukuman dan bukan pula bagian dari keadilan," kata Usman dalam keterangan pers seperti dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (27/8). Amnesty berpendapat hukuman-hukuman kejam seperti dalam kasus ini hanya jadi 'cara instan' dalam menanggulangi kasus kejahatan seksual. Tindakan ini, kata dia, malah menjauhkan pemerintah dari tanggung jawab dalam melindungi anak-anak. Usman mengimbau pihak otoritas agar mencari alternatif hukuman lain yang akan lebih efektif mengurangi angka kejahatan seksual anak tanpa menerapkan hukuman yang tidak manusiawi. Meski begitu, Usman menekankan Amnesty tetap menolak segala bentuk kejahatan seksual termasuk terhadap anak. Amnesty meminta pemerintah untuk mengambil langkah yang tepat dan menekan pelaku tindak kejahatan seksual. Amnesty menganggap hukum pidana dengan waktu yang lama dengan program-program rehabilitasi atau penyadaran bisa jadi cara yang lebih efektif. Diberitakan sebelumnya, Amar putusan hakim Pengadilan Negeri Mojokerto Jawa Timur menjatuhkan hukuman kebiri kimia terhadap Muh Aris bin Syukur. Aris divonis 12 tahun penjara, denda Rp100 juta subsdair enam bulan kurungan atas kasus pemerkosaan terhadap 9 orang anak di Mojokerto. Hukuman kebiri baru pertama kali diterapkan sejak Perppu Perlindungan Anak disahkan pada 2016. Beleid tersebut mengatur penambahan hukuman bagi pelaku kejahatan sesksual mulai dari penjara seumur hidup, hukuman mati, kebiri kimia, pengungkapan identitas pelaku, hingga pemasangan alat deteksi elektronik atau chip.(bis/rep/cnn)

Tags :
Kategori :

Terkait