PARA badminton lovers tanah air pasti sering dibikin gemas oleh penampilan ganda campuran pelatnas saat berhadapan dengan pemain Tiongkok. Khususnya Zheng Siwei/Huang Yaqiong serta Wang Yilyu/Huang Dongping. Pasangan nomor satu dan dua dunia itu selalu menjadi momok bagi Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti dan Hafiz Faizal/Gloria E. Widjaja. Sepanjang pertemuan mereka dengan dua pasangan itu, baik Pramel (julukan Praveen/Melati) maupun Hafiz/Gloria belum pernah sekalipun memetik kemenangan. Hanya nyaris-nyaris saja. Yang paling menyesakkan tentu kekalahan Pramel oleh Zheng/Huang di semifinal All England 2019 lalu. Sudah nyaris menang di game kedua, eh dipaksa rubber game dan kalah. Sementara Wang/Huang juga menjadi pengganjal Pramel merebut gelar BWF Tour mereka tahun ini. Sepanjang 2019, Pramel sudah tiga kali mencapai final turnamen. Dua di antaranya kalah oleh Wang/Huang. "Greget banget, karena sudah tiga kali runner-up terus. Berarti masih banyak yang harus dibenahi. Terutama dari fokus individunya," ungkap Melati ketika ditemui di Cipayung kemarin. Sejak berpasangan pada awal 2018, Praveen/Melati sudah lima kali bertemu Zheng/Huang. Dengan Wang/Huang, sama. Lima kali juga. Dari pola permainan, sebenarnya mereka sudah tahu celahnya. Tapi kenyataannya, sampai sekarang mereka belum pernah bisa menang juga. Apa yang salah? Menurut Melati, ini soal mentalitas. "Sebenarnya bisa (mengalahkan). Tapi lawan lebih percaya diri soalnya sering juara," jelas dia. "Kesalahanku sama Praveen sering kasih bola gampang. Sedangkan bola lawan lebih matang," ulas pemain 24 tahun itu. Sebagai pasangan yang kini menempati peringkat 6 dan 7 dunia, sudah saatnya Hafiz/Gloria dan Praveen/Melati melewati dua tembok besar Tiongkok itu. Tim pelatih optimistis itu akan terjadi tak akan lama lagi. Sebab, mereka sudah menemukan metode latihan yang pas. Evaluasi besar-besaran memang dilakukan seusai Australian Open awal bulan ini. Dari evaluasi itu, ditemukan masalah daya tahan pada pemain putra. Sedangkan pemain putri dinilai kurang lincah di lapangan. Selama ini pelatih ganda campuran Richard Mainaky memang menyamakan porsi latihan fisik antara putra dan putri. Sehingga hasilnya tidak maksimal. Dia menegaskan, pola itu bakal diubah. "Bicara soal pasangan Tiongkok itu, jika atlet kita punya daya tahan dan kelincahan pasti bisa mengalahkan siapa saja," yakin Icad, sapaan Richard. "Harus tekun, kalau bola mati jangan putus asa. Karena lawan pun demikian," lanjut dia. Kebiasaan bikin error sendiri masih menjadi pekerjaan rumah yang harus cepat diselesaikan. Soal teknik, pemain Indonesia tidak kalah dengan pemain top lain. Hanya saja, mentalitas kurang sabar, ingin buru-buru mematikan lawan, justru sering menyebabkan kerugian. "Setelah berjalan hampir setengah tahun, ditambah laporan dari Nova (Widianto, asisten pelatih ganda campuran, Red), masalahnya anak-anak kurang sabar dan rajin," ulas Icad. "Maksudnya kalau main reli harus tekun, nggak kendor, dan nggak gampang mati sendiri. Selama ini atlet kita kalau nggak mati sendiri, ya, kurang sabaran," lanjut dia. Waktu efektif selama tiga minggu sebelum Indonesia Open masih belum cukup untuk memperbaiki permainan mereka secara drastis. Tidak mungkin kekuatan fisik meningkat secara signifikan. Perlu proses panjang. Icad menjanjikan, tahun depan akan terjadi perkembangan pesat untuk sektor ganda campuran. (jpg/apw)
Ganda Campuran Jelang Indonesia Open 2019, Temukan Formula Hadapi Tiongkok
Selasa 18-06-2019,04:10 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :