Perubahan Penampilan dan Spiritual Ki Joko Bodo, Wakafkan Tempat Praktik untuk Masjid

Senin 27-05-2019,05:40 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

Hilang sudah citra seram dan suram Ki Joko Bodo. Paranormal yang juga selebriti tersebut. Sejak beberapa tahun lalu, pria bernama asli Agung Yulianto itu memangkas rambut gondrong dan janggutnya. Seperti apa perubahannya? Rumah bernama Istana Wong Sintinx di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur, tersebut masih sama. Tinggi besar, kanan kirinya ada pepohonan besar, dengan ornamen khas Jawa dan Bali. Patung-patung masih berdiri kukuh. Yang berubah hanya pemiliknya. Ki Joko siang itu mengenakan kaus hitam dan sarung. ’’Lagi mau siap-siap, nanti sore ada acara Ramadan,’’ katanya. Berkat rambut cepak dan wajah tanpa janggut, dia jadi terlihat lebih ramah dan hangat. Lebih fresh juga. Dia menampik mengubah total penampilannya baru-baru ini. ’’Sudah dari beberapa tahun lalu kok,’’ ungkapnya saat ditemui di kediamannya pekan lalu. Memang benar. Pada 2017, sebenarnya sudah ada fotonya untuk animasi Si Juki the Movie. Di film animasi tersebut, dia mengisi suara karakter Mbah Gendeng. Saat itu pria kelahiran Singaraja, 11 Juli 1963, tersebut sudah menampakkan diri dengan penampilannya yang sekarang. Menyikapi kabar bahwa dia telah hijrah, ini jawabannya. ’’Saya dari dulu itu sudah mendalami ilmu agama dan sering umrah,’’ papar pria empat istri tersebut, lantas tertawa kecil. Ki Joko pun membantah bahwa hidupnya berubah total. ’’Biasa aja tuh,’’ ucapnya. Dia mengaku tetap rajin beribadah, salat lima waktu, dan puasa sejak lama. Kalaupun ada yang berubah, dia menyebut hanya beberapa. Di antaranya adalah penampilan yang kini lebih rapi. Rambut dan janggut dipangkasnya sekitar 2016. Tak ada fase atau peristiwa khusus yang membuatnya merombak penampilan. Hanya ingin sesuatu yang baru. Namun, dia menjelaskan bahwa penampilan barunya punya makna. ’’Kita hidup itu harus dinamis, jangan statis-statis aja,’’ jelas ayah sepuluh anak tersebut. Pria yang sempat menjadi aktivis kemanusiaan di era Orde Baru itu mengaku masih melakukan praktik spiritual. Para kliennya masih setia mendatangi rumahnya. Baik di Lubang Buaya, Jogjakarta, maupun Denpasar. ’’Masak saya tolak? Kalau saya tolak, berarti saya sombong,’’ ucapnya santai. Bedanya, kini praktik dan konsultasi spiritual dilakukan di rumahnya, Istana Wong Sintinx, alih-alih di tempat praktiknya yang lama di Jalan Masjid Al Umar, Lubang Buaya. Tempat itu sudah rata dengan tanah dan diwakafkan untuk pembangunan masjid. Ki Joko menutup tempat praktik lamanya sekitar lima tahun lalu. Enggan memaparkan alasan detailnya, alumnus Jurusan Ekonomi Universitas Cokroaminoto Jogjakarta tersebut hanya menyebut beramal sebagai alasannya mewakafkan tanah tempat praktiknya. Kini sudah ada sebuah yayasan yang siap mendirikan masjid di tanah kosong itu. Dulu dia membantu kliennya dengan jalan pintas. Misalnya, ingin kaya, ya cari cara yang cepat. Sekarang saran yang diberikan lebih bersifat rohani. ’’Mau jodoh atau harta, ya cari dengan jalan yang baik,’’ tegasnya. Prinsipnya sekarang adalah mendekatkan diri dan kliennya kepada Tuhan. ’’Kekayaan dan jodoh itu dari Tuhan. Kita nggak boleh terlena karena hal duniawi,’’ lanjutnya. Selebihnya, dia mengaku tak ada perbedaan besar pada kehidupannya. Pagi hari diawali dengan salat dan jalan-jalan serta mengurus rumah. Siang menerima klien. Malam hari, sebelum beristirahat, dia sering melakukan wirid di gua buatan di lantai terbawah rumahnya. Selama bulan puasa Ki Joko giat melakukan safari Ramadan. Menjelang berbuka, dia sering diundang ke berbagai masjid dan pondok pesantren. Di sana, dia kerap diminta untuk berbagi pengalaman atau siraman rohani. Sesekali dia juga ikut bakti sosial. Walaupun telah mengubah pendekatannya, Ki Joko membantah bahwa dirinya telah membuang benda-benda pusaka yang sempat dikumpulkannya. Bagi dia, benda-benda itu merupakan khazanah budaya yang tetap harus disimpan. ’’Aku nggak membuang atau membakar apa-apa kok,’’ tegasnya. Begitu pula dengan Istana Wong Sintinx. Dia tetap mempertahankannya. Tidak ada niat untuk merubuhkan atau merenovasi. Candi, lukisan-lukisan legenda nusantara, galeri barang klenik, hingga relief yang menggambarkan kisah hidupnya tetap ada. ’’Saya mau ini nanti jadi rumah budaya,’’ katanya. (jpg)

Tags :
Kategori :

Terkait