Bangun Musala, Warga Dipolisikan

Jumat 01-03-2019,04:57 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

CIPUTAT-Pengurus paguyuban perumahan Green Hills Ciputat disomasi dan dipolisikan oleh pihak developer. Mirisnya, kasus ini terkait dengan pembangunan musala di lahan fasos fasum perumahan. Ketua Paguyuban RT Green Hills Herman Arief, saat ditemui anggota DPRD dari Fraksi Golkar Sukarya dan Plt Kepala Dinas Perkim Teddy Meiyadi, Rabu (27/2), menjelaskan, pihaknya telah diberi somasi tiga kali sejak Desember 2018. “Kami disomasi pihak developer karena membangun penambahan musala ke atas. Malah rumah saya sebagai jaminan dan mau disita. Isi surat somasi kedua dan ketiga pun sama, sehingga kami mengirim surat kepada Walikota Tangsel untuk menyelesaikan masalah ini,” ungkapnya. Bahkan dirinya pun disuruh menandatangani surat Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Namun, dirinya tidak mau mendatangani. "Pihak developer pun memberikan surat draf yang dibuat mereka dan didamping legal dan penyidik. Namun, kami tidak mau menandatangani, karena didalam surat tersebut jika ada kegiatan pembangunan musala, saya akan dituntut sebesar Rp2 miliar,” jelasnya. Pembangunan penambahan musala dilakukan di Desember, karena adanya somasi ini, pembangunan terhenti. Kenapa pihak paguyuban membangun dua lantai, karena jumlah penduduk di perumahan ini bertambah, dan mayoritas 80 persen muslim. Pada bula puasa tahun lalu ibu-ibu saat beribadah sampai ke jalanan karena musalanya terlalu kecil dan tidak muat, makanya pihak paguyuban menaikkan menjadi dua lantai. “Musala ini sangat bermanfaat buat warga, karena selain menjadi tempat buat beribadah, musala ini dipakai buat TPA, pertemuan warga,” jelasnya. Padahal, musala ini murni dibangun oleh patungan urunan warga, developer tidak menyediakan sarana tempat ibadah, hanya lapangan futsal saja. Bahkan awalnya janji manis yang diberikan developer berupa kolam renang, cctv. Namun, sampai saat ini belum terealisasi, padahal pihak developer masih berjualan rumah. “CCTV yang tadinya ada di brosur iming-iming developer, malah warga yang membuat,” singkatnya. Plt Kepala Dinas Perkim Teddy Meiyadi, saat ditemui di musala Al Fattah menjelaskan, sebenarnya pemanfaatan fasos fasum belum diserahkan pengembang. Namun, kalau dilihat dari siteplan fasos fasum pembangunan perumahan ini sangat jelas lokasinya di musala ini. “Pihak pengembang sudah boleh menyerahkan fasos fasum jika pembangunan sudah mencapai 60 persen, dan musala atau sarana ibadah ini merupakan fasos fasum dari non-RTH yang harusnya dipenuhi pengembang. Warga sudah menggunakan fasos fasum non-RTH untuk dibangun musala dan dikembangkan ke atas. Namun tangga dari musala inilah yang dipersoalkan oleh developer karena memakai tanah orang lain,” jelasnya. Tetapi, dirinya melihat langsung dan di sana merupakan tanah fasos fasum luas non RTH yang harus diserahkan 1.100 meter sedangkan yang dibangun musala hanya 107 meter. Dengan adanya persoalan ini, pihaknya bersama dengan anggota DPRD Tangsel akan mencari solusi. “Kami akan memanggil pihak developer dan warga pada 6 Maret untuk duduk bareng menyelesaikan dan mencari jalan keluar atas pembangunan musala ini, karena kalau saya lihat bangunan ini bisa lanjut tanpa adanya sengketa antara warga dan developer,” jelas Teddy yang juga Mantan Kepala Bappeda Tangsel. Sementara Anggota DPRD Tangsel dari Golkar Sukarya, menjelaskan, sebagai wakil rakyat dirinya akan membela rakyat. “Pembangunan musala ini sangat penting untuk membangun jiwa dan raga manusia. Seharusnya developer menyediakan. Ini yang bangun warga, developer malah melaporkan warganya, tidak punya hati nurani,” ungkapnya. Untuk itu, dirinya bersama dengan Pemkot Tangsel akan memfasilitasi masalah ini. “Kita tidak ingin gara-gara pembangunan musala ada kriminalisasi dari pengembang untuk peguyuban warga. Sehingga kita akan dampingi terus kasus ini, agar ada titik temu, dan pembangunan musholah ini bisa lanjut tanpa harus masuk ke ranah hukum,” singkatnya. (mol/esa)

Tags :
Kategori :

Terkait