Gara-gara Medsos 3.500 Pasangan Cerai

Jumat 04-01-2019,04:39 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

SERPONG-Angka perceraian di Kota Tangsel mengalami peningkatan tiap tahun. Data terakhir menyebutkan, tahun 2018 tercatat ada 3.500 pasangan suami-isteri (Pasutri) bercerai, padahal tahun 2017 lalu jumlah perceraian hanya terjadi pada hampir sekira 3000 pasangan. Ditenggarai, faktor utama yang menyebabkan pasangan bercerai adalah perselingkuhan, baik itu dengan Wanita Idaman Lain (WIL) maupun Pria Idaman Lain (PIL). Meskipun ada pula hal lainnya yang memengaruhi seperti motif ekonomi, dan ketahanan keluarga. Dan, mayoritas permasalahan itu terbongkar dari media sosial (medsos). Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Tangsel, Abdul Rojak menerangkan, jumlah perceraian terjadi pada hampir separuh jumlah pernikahan di Kota Tangsel tahun 2018. Dimana, jumlah pernikahannya mencapai angka 7 hingga 9 ribu pasangan. "Ada peningkatan, hampir separuh jumlah pernikahan. Tahun 2018 ada 3500 pasangan yang bercerai. Penyebabnya bermacam-macam, tapi paling dominan adalah perselingkuhan," katanya, seperti dikutip Okezone, Kamis (3/1). Menurut Rojak, perselingkuhan yang terjadi pada pasangan-pasangan itu diawali dengan hubungan pertemanan di media sosial. Karena lemahnya ketahanan keluarga, lalu keintiman pertemanan itu berlanjut merusak harmonisasi rumah tangga Pasutri tersebut. "Perselingkuhannya rata-rata berawal dari pertemanan di medsos," jelasnya. Padahal, dikatakan Rojak, pembinaan terus dilakukan jajarannya bagi pasangan yang akan melangsungkan pernikahan. Melalui bidang terkait serta juga melibatkan kerjasama dinas lain, selalu diadakan program penyuluhan dan pra nikah kepada tiap calon pengantin. "Pembinaan terus berjalan, kami bekerjasama dengan Pemkot Tangsel. Ada juga program penyuluhan pra nikah yang nanti ada sertifikasinya," imbuhnya. Data yang dikumpulkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat, ada 15 juta perempuan di Indonesia yang berstatus kepala keluarga. Dengan artian, perempuan menjadi Breadwinner (penghasil utama), janda cerai, ataupun janda meninggal. Disebutkan oleh data Kemen PPPA itu, bahwa kasus perceraian di Indonesia ternyata paling tinggi datang dari pihak isteri sebagai penggugat. Penyebabnya antara lain, tindak kekerasan rumah tangga akibat pertengkaran oleh orang ketiga, ekonomi, serta tidak adilnya pembagian peran di internal keluarga. Selain data perceraian, yang cukup menarik perhatian juga data pernikahannya. Sebab, sekitar 20 persen dari seluruh pasangan yang menikah di Tangerang Selatan selama tahun 2018 masih berada di usia dini. Hal itu disampaikan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Tangerang Selatan, Abdul Rojak. Rojak menyebutkan dalam tahun 2018 terdapat 7.000-9.000 pasangan yang menikah di Tangerang Selatan. "Pernikahan usia dini ga terlalu banyak, masih di bawah 20 persen dari jumlah 7000an itu," kata Rojak kepada wartawan, Kamis (3/1). Rojak juga menerangkan, sebagaian besar pernikahan usia dini itu disebabkan oleh "accident" hamil di luar nikah. "Rata-rata karena terjadi accident, yang kedua karena dikhawatirkan perzinahan akhirnya orangtuanya minta dinikahkan," jelasnya. Pernikahan usia muda itu diserahkan langsung ke pengadilan agama, nantinya pihak pengadilan agama yang akan menilai apakah pasangan tersebut bisa menikah atau tidak dengan melihat beberapa faktor seperti kemampuan ekonomi. "Dibawa ke pengadilan agama, nanti dikabulkan atau tidak tergantung sidang," ucap Rojak. Menurut Rojak, rata-rata umur pernikahan dini di Tangerang Selatan berada di usia 16 sampai di bawah 19 tahun. "Usia SMA, di bawah 19 tahun," terangnya. (okz/trb/esa)

Tags :
Kategori :

Terkait