Spider-Man: Into the Spider-Verse, Reuni Para ’’Korban’’ Laba-Laba

Spider-Man: Into the Spider-Verse, Reuni Para ’’Korban’’ Laba-Laba

Spider-Man belum habis. Makhluk super korban gigitan laba-laba tersebut tetap ditunggu. Siapa pun yang memerankan, apa pun bentuknya. Buktinya, ’’parade’’ Spider-Man di Spider-Man: Into the Spider-Verse laris. Film itu bahkan sempat dapat rating 100 persen dari Rotten Tomatoes. Penggemar film superhero maupun bukan tentu paham dengan Spider-Man. Pahlawan super tersebut digambarkan sebagai seorang remaja yatim piatu bernama Peter Parker yang tinggal dengan paman dan bibinya. Meski bernasib kurang baik, Parker diberkahi otak encer. Garis takdirnya berubah setelah dia mendapat gigitan laba-laba mutan. Dari remaja cupu, jadi superhero muda. Nah, sementara, letakkan dulu ingatan tersebut. Sebab, manusia laba-laba di film ini cukup beda. Lakonnya adalah seorang remaja kulit hitam bernama Miles Morales. Dunianya mengenal Spider-Man, pahlawan super yang punya alter ego Peter Parker. Morales tinggal bersama ayahnya, Jefferson Davis, seorang polisi yang amat disiplin, serta Rio Morales, sang ibu yang berprofesi perawat. Ayah Morales benci pada Spider-Man yang dianggap mengganggu kerja para polisi dan pemberantas kejahatan resmi. Morales paling akrab dengan pamannya, Aaron Davis. Hidupnya berubah saat mendapat gigitan serangga hasil percobaan. Spider-Man baru itu langsung mendapat ujian: menghadapi Kingpin, villain yang berambisi menyatukan beragam dimensi untuk menghidupkan anak dan istrinya yang mati. Dia membuat Super Collider, yang mampu menghadirkan elemen dari dimensi lain ke dunia tempatnya hidup sekarang. Termasuk, mendatangkan Spider-Man dari dimensi lain. Mulai Spider-Man versi The Amazing Spider-Man (yang punya alter ego Peter B. Parker), Spider-Woman, Spider-Man Noir, Spider-Ham, hingga Peni Parker, pemilik robot laba-laba super SP asal (anime) Jepang. Morales jelas bingung. Dia tidak sempat mengagumi kekuatannya seperti Peter Parker. Masalah makin rumit setelah dia sadar bahwa salah seorang anggota keluarganya ada di pihak musuh. Beruntung, remaja yang punya darah seni itu dibantu para Spider-Man lainnya yang lebih berpengalaman. Cerita Spider-Man: Into the Spider-Verse memang tidak bisa dibandingkan dengan komiknya. Sebab, pihak Sony selaku produser tidak mengantongi lisensi untuk menampilkan karakter Marvel lainnya. Namun, Sony sukses menyampaikan inti cerita: Spider-Man tidak cuma satu, tidak cuma Peter Parker. Jalinan kisahnya rapi sehingga penonton tidak kebingungan meski filmnya punya banyak tokoh. Amat memudahkan buat yang tidak mengikuti komik Spider-Man. Dan mendiang Stan Lee ditampilkan sebagai figuran yang tidak sekadar lewat. Kreator si manusia laba-laba itu, secara tidak langsung, punya peran besar untuk Morales. Visualnya pun dibikin ala komik. Lengkap dengan balon kata mencolok jika si lakon terkena hantaman atau diserang musuh. Gaya komik asal tiap Spider-Man juga tetap ditampilkan. Soundtrack-nya pun sangat memanjakan penggemar hiphop dan rap. Soalnya, Sony menggandeng Post Malone, Nicki Minaj, Lil Wayne, sampai Vince Staples. Dengarkan saja Sunflower yang dibawakan Post Malone dan Swae Lee, dijamin Anda bakal masukin lagu itu ke daftar playlist. Tim produksi juga cermat memilih pengisi suara –mulai aktris muda Hailee Steinfeld di peran Gwen Stacy/Spider-Woman, Chris Pine, Nicolas Cage, hingga aktor trilogi Scream Liev Schreiber. Para kritikus pun memberikan nilai apik buat proyek yang digagas mulai empat tahun lalu tersebut. Dari 265 ulasan di Rotten Tomatoes, cuma delapan yang memberikan nilai merah. ’’Film ini ramai, namun semangatnya tetap terasa. Ini adalah standar film Spider-Man terbaik,’’ puji Joe Morgenstern, kritikus untuk Wall Street Journal. Peter Travers, kontributor Rolling Stone, menyatakan, Spider-Man: Into the Spider-Verse merupakan penyegaran di antara banyaknya film superhero. ’’Film ini menawarkan kisah yang fierce dan revolusioner,’’ ulasnya. Kritikus New York Times A.O. Scott menyatakan, film tersebut punya unsur fun yang sering ditinggalkan di proyek adaptasi komik. Kekurangannya? Well, mungkin penonton harus menunggu lama banget untuk post credits. Spider-Man: Into the Spider-Verse pas ditonton bersama keluarga. Selain keren, ada pesan moral yang tersirat buat penonton lintas generasi. Kata Mary Jane, in our own way, we are all Spider-Man. Kita adalah Spider-Man dengan cara masing-masing. (fam/c17/jan)

Sumber: