Industri Pengolahan Tumbuh 4,87 Persen
JAKARTA--Pertumbuhan industri pengolahan mencapai 4,87 persen secara agregat sejak 2015 hingga 2018 dengan nilai dengan subsektor pertumbuhan tertinggi yakni industri makanan dan minuman sebesar 8,71 persen pada periode tersebut. "Nilai PDB (Produk Domestik Bruto) industri pengolahan nonmigas mencapai Rp2.555,8 triliun pada 2018 dan ini terus meningkat setiap tahun," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat menyampaikan capaian industri sepanjang 2018, seperti dikutip Antara News, di Jakarta, Rabu (19/12). Selain industri makanan dan minuman, sektor industri lain yang juga mengalami pertumbuhan tinggi adalah industri barang logam, komputer, barang elektronika, mesin dan perlengkapan sebesar 4,02 persen, industri alat angkutan sebesar 3,67 persen, industri kimia 3,40 persen dan industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 1,64 persen. Airlangga menyampaikan, kontribusi industri manufaktur mencapai 19,89 persen, yakni yang tertinggi jika dibandingkan sektor lainnya, seperti sektor migas. "Sehingga kalau kita ingin memperbaiki pertumbuhan ekonomi, maka yang menjadi prioritas untuk diperbaiki karena faktor kendalinya besar adalah sektor industri pengolahan atau manufaktur," ungkap Airlangga. Sementara itu, ekspor industri pengolahan nonmigas berkontribusi 72,8 persen dari total ekspor pada 2018. "Memang terjadi defisit, ini tentunya yang kita perlu perbaiki, terutama dari investasi dan subtitusi impor," ujar Airlangga. Terkait investasi, Airlangga menyampaikan investasi sektor industri pada 2018 mencapai Rp226,18 triliun dengan kontribusi dari industri barang logam, komputer, barang elektronika, mesin dan perlengkapan sebesar Rp58,20 triliun. Selain itu, industri makanan dan minuman sebesar Rp56,20 triliun, industri kimia Rp48,69 triliun, industri alat angkutan sebesar Rp17,44 triliun dan industri tekstil dan pakaian jadi sebesar Rp8,75 triliun. Airlangga juga mengatakan dengan target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,3 persen pada 2019, maka industri pengolahan non migas diperkirakan tumbuh 5,4 persen. “Subsektor industri yang diproyeksikan tumbuh tinggi antara lain makanan dan minuman, permesinan, tekstil dan pakaian jadi, kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, serta barang logam, komputer dan barang elektronika,” ujarnya. Secara rinci, pada tahun depan industri makanan dan minuman diproyeksikan bisa tumbuh sebesar 9,86 persen. Selanjutnya, industri permesinan diproyeksi tumbuh sebesar 7 persen, industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 5,61 persen, industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki sebesar 5,40 persen, dan industri barang logam, komputer, dan barang elektronik sebesar 3,81 persen. Apabila dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan pada tahun lalu yang sebesar 5,67 persen, maka proyeksi tahun depan lebih moderat. Haris Munandar, Sekretaris Jenderal Kemenperin, menjelaskan pihaknya mempertimbangkan faktor global untuk memproyeksikan angka pertumbuhan industri manufaktur pada 2019. Pasalnya, saat ini banyak negara melakukan proteksi untuk melindungi industrinya masing-masing, seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat. “Setelah AS mulai, negara lain juga ikut, ini mempersulit ruang gerak,” katanya. Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar menyampaikan bahwa pertumbuhan industri pada 2018 diharapkan bisa tumbuh hingga 5 persen, mengingat pertumbuhan di bawah 5 persen hanya terjadi pada kuartal II-2018. "Inikan Desember belum habis ya, jadi kami masih berharap bisa mencapai 5 persen hingga akhir tahun," ungkap Haris. Tahun ini, Kemenperin menetapkan target pertumbuhan industri pengolahan non migas sebesar 5,67 persen. Pada kuartal I/2018, industri manufaktur tumbuh sebesar 5,03 persen, meningkat dibanding periode yang sama pada 2017 sebesar 4,80 persen. Pada kuartal II/2018, industri pengolahan non migas mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,41 persen, naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 3,93 persen. Sedangkan, pertumbuhan produksi industri manufaktur pada kuartal III-2018 mencapai 5,04 persen (year on year/ yoy) jika dibandingkan dengan periode sama 2017.(fbn/okz)
Sumber: