Impor November 2018 Turun 4,47%

Impor November 2018 Turun 4,47%

JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca dagang Indonesia kembali mencatatkan defisit pada November 2018 sebesar 2,05 miliar dolar AS. Secara kumulatif, neraca dagang Indonesia pada Januari hingga November 2018 mengalami defisit 7,52 miliar dolar AS. "Neraca dagang defisit cukup dalam sebesar 2,05 miliar dolar AS," kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Senin (17/12). Defisit perdagangan pada November 2018 utamanya disebabkan oleh defisit migas sebesar 1,5 miliar dolar AS. Kemudian, perdagangan nonmigas juga mengalami defisit 583 juta dolar AS. Suhariyanto menyampaikan, selama Oktober dan November terjadi pergerakan harga untuk sejumlah komoditas. Untuk komoditas nonmigas, terjadi kenaikan harga coklat dan emas. Sementara harga komoditas nonmigas yang turun adalah minyak kernel, minyak kelapa sawit, batu bara, dan nikel. Selain itu, harga minyak mentah Indonesia juga turun dari 77,56 dolar AS per barel pada Oktober 2018 menjadi 62,98 dolar AS per barel pada November 2018. Kinerja ekspor Indonesia pada November 2018 tercatat sebesar 14,83 miliar dolar AS. Angka itu turun 6,69 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Jika dibandingkan dengan ekspor pada November 2017 terjadi penurunan ekspor sebesar 3,28 persen. Sementara itu, impor November 2018 tercatat sebesar 16,88 miliar dolar AS atau turun 4,47 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, jika dibandingkan dengan November 2017 masih terjadi kenaikan 11,68 persen. "Kita berharap berbagai kebijakan yang diterapkan pemerintah bisa lebih terimplementasi karena memang butuh waktu utamanya untuk mendorong ekspor," kata Suhariyanto. Suhariyanto menjelaskan, penurunan dari laju impor ini didorong terjadinya penurunan impor migas sebesar 2,80%, yakni USD2,92 miliar pada Oktober menjadi USD2,84 miliar pada November 2018. "Impor migas turun 2,80% didorong penurunan nilai impor minyak mentah 2,37%, hasil minyak turun 1,63%, dan gas turun 10,51%," ujar dia dalam konferensi pers di Gedung Pusat BPS, kemarin. Sementara, pada komoditas non migas terjadi penurunan 6,25%, yakni USD14,36 miliar di Oktober menjadi USD13,46 miliar di November 2018. Pria yang akrab disapa Kecuk tersebut juga menyatakan, komoditas yang mengalami kenaikan impor tertinggi yakni minuman, berbagai produk kimia, besi dan baja, perhiasan atau permata, serta sayuran. Sedangkan komoditas yang mengalami penurunan impor terendah yakni serealia, mesin atau peralatan listrik, ampas atau sisa industri makanan, mesin dan pesawat mekanik, serta bahan bakar mineral. "Menurut penggunaan barang, penurunan terjadi baik untuk barang konsumsi, bahan baku dan barang modal. Barang konsumsi share-nya 8,5%, impornya turun 4,70% atau USD1,43 miliar. Penurunannya lebih kepada produk buah-buahan anggur, jeruk mandarin dari China," jelas dia. Sementara bahan baku turun 4,14% atau USD12,86 miliar. Ada beberapa bahan baku yang alami penurunan seperti kedelai, dan gandum. Sementara barang modal turun 5,92% atau USD2,59 miliar, penurunan terbesar di antaranya seperti gasoline engine dan beberapa mesin lainnya. "Adapun kontribusi bahan baku masih mendominasi impor kita yaitu 76,16%," katanya.(rep/kmj)

Sumber: