Rp 527 Juta di Rekening Lenyap Dibobol Napi
JAKARTA— Fakta bahwa penjara merupakan school of crime kembali menyeruak. Kemarin (30/11) Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipid Siber) Bareskrim Polri mengungkap sindikat pembobolan rekening bank dengan teknik SIM swap fraud atau mengalihkan data kartu telepon. Ironisnya, pelaku merupakan napi dan sipir penjara yang bekerjasama membobol uang nasabah berinisial AK senilai Rp 527 juta. Kasubdit I Dittipid Siber Bareskrim Polri Kombespol Dani Kustoni mengatakan, awalnya ada transfer uang dari rekening AK yang dilaporkan ke Bank BRI. Transfer itu dilakukan ke 15 rekening dengan jumlah total Rp 527 juta. ”Padahal, AK tidak merasa mengirim uang tersebut. Akhirnya, BRI membuat laporan,” ujarnya. Setelah diselidiki ternyata handphone dari AK telah dibobol dengan teknik SIM swap fraud. Kartu XL milik AK telah dialihkan ke nomor baru dengan modus kartu rusak atau hilang. ”Caranya, ZA yang menjadi napi memerintahkan (temannya berinisial) PRH untuk mengalihkan SIM ke XL Center, dengan berbekal KTP, KK dan surat kuasa palsu,” tuturnya. XL Center di Surabaya dengan mudahnya mengalihkan kartu tersebut. Karena memang prosedurnya telah terpenuhi, XL Center tidak bisa memastikan keaslian dari berbagai dokumen tersebut. ”Selanjutnya, PRH mengirimkan kartu itu ke ZA yang menjadi pesakitan di LP kelas II Pekanbaru, Riau,” jelasnya Setelah memiliki kartu SIM card itu, ZA memanfaatkan notifikasi dari bank dan menggunakan internet banking milik korban AK. Saat itulah uang langsung ditransfer ke 15 rekening bank penampung. ”Rekening ini yang membuat adalah JEPG, yang merupakan sipir di LP Pekanbaru,” ungkapnya. Bagaimana ZA bisa memilih AK sebagai korban? dia menjelaskan bahwa pelaku melakukan teknik phising atau mengirimkan tautan yang kemudian secara otomatis mengambil semua data identitas korban. ”Dari sanakan kemudian dibuat KK, KTP, dan surat kuasa yang semuanya palsu,” jelasnya. Sebenarnya banyak target phising yang diincar ZA. Namun, korban pertama merupakan AK karena datanya telah lengkap. ”Target lain belum lengkap,” ujarnya ditemui di kantor Dittipid Siber kemarin. Dia menjelaskan, ZA merupakan napi kasus narkotika. Kemampuannya melakukan peretasan itu didapatkan secara otodidak selama berada di Lapas. ”Kemungkinan memang handphone yang digunakan di lapas itu yang membuatnya mampu memiliki kemampuan ini,” ujarnya. Yang juga penting, sipir berinisial JPEG sebenarnya merupakan kunci untuk melihat apakah memang ada napi-napi di Lapas Pekanbaru melakukan kejahatan yang sama. ”Namun, JPEG meninggal dunia karena kecelakaan,” paparnya. Dia memastikan bahwa ada indikasi bila kejahatan peretasan membobol rekening ini dilakukan secara massal oleh napi di Lapas Pekanbaru. ”Tapi perlu dibuktikan,” ujarnya. JPEG juga memiliki peran untuk menyimpan uang hasil kejahatan. Hampir semua uangnya telah dicairkan, belum diketahui dipergunakan untuk apa. ”Tapi, kami tetap terapkan tindak pidana pencucian uang untuk melihat aliran dana tersebut,” jelasnya. (idr/agm)
Sumber: