Perpres DNI Diteken Pekan Depan

Perpres DNI Diteken Pekan Depan

Jakarta -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan pembahasan mengenai Peraturan Presiden mengenai Daftar Negatif Investasi (DNI) tetap dilanjutkan dan rencananya diteken pekan depan. Hal itu dipastikan setelah pemerintah mendapat restu dari pengusaha terkait kebijakan pelonggaran investasi bagi asing tersebut. Darmin mengatakan restu diperoleh kala ia melakukan sosialisasi DNI dengan anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia di Solo, Selasa kemarin (27/11). Memang, ia akui sempat terjadi penolakan dari satu-dua pengusaha. Namun, pengusaha akhirnya setuju setelah mendengarkan penjelasan pemerintah panjang lebar. "Artinya kami jelaskan, kalau sebagian besar sih menurut saya mereka menerima (kebijakan tersebut). Tentu ada satu, dua orang yang bilang 'nanti pelaksananya bagaimana?' tapi pelaksanaannya ya nanti dong dilihat," jelasnya, Rabu (28/11). Di dalam sosialisasi tersebut, Darmin menuturkan relaksasi DNI tidak serta merta ditujukan untuk membuka lebar kepemilikan asing semata. Ia mengatakan di dalam kebijakan pelonggaran DNI yang baru, pemerintah justru menjamin agar Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK) tidak usah terbebani regulasi untuk memulai usaha. Hal ini terlihat dari empat bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI, yakni jasa industri pengupasan umbi, usaha jasa warung internet, industri percetakan kain, dan industri kain rajut yang dimaksudkan agar UKMK tidak perlu susah-susah mengajukan izin usaha. Di samping itu, DNI kali ini juga mengeluarkan satu bidang usaha untuk dikeluarkan dari golongan kemitraan karena tidak jelas tolak ukurnya. Sektor usaha itu ialah perdagangan eceran melalui pos dan internet. "Malah kami buat pencadangan makin besar untuk UKMK. Selain itu, kami juga keluarkan satu badan usaha dari golongan kemitraan karena kami anggap kemitraan ini tidak terlalu jelas tolak ukur. Jadi jangan dipersepsikan dan diisukan kami sepenuhnya buka investasi untuk asing," imbuh Darmin. Oleh karenanya, ia optimistis bisa melanjutkan revisi Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang DNI. Aturan tersebut akan difinalisasi pekan ini dan bisa ditandatangani pekan depan. "Dengan selesainya sosialisasi, kami tinggal finalkan aturannya," paparnya. Di dalam revisi DNI kali ini, terdapat 54 bidang usaha yang mengalami perombakan DNI. Hanya saja, ini bukan berarti seluruh bidang usaha yang dimaksud semakin terbuka bagi kepemilikan asing. 54 bidang usaha itu terbagi menjadi lima kelompok besar. Kelompok pertama adalah bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI dengan tujuan bahwa bidang-bidang usaha tersebut tidak lagi dicadangkan untuk Usaha Mikro Kecil dan Koperasi (UMKMK). Kelompok ini terdiri dari empat bidang usaha, yakni industri pengupasan umbi, usaha jasa warung internet, industri percetakan kain, dan industri kain rajut. Kelompok kedua adalah kelompok usaha yang kini sudah tidak perlu lagi melakukan kemitraan. Kelompok ini terdiri dari satu bidang usaha saja, yakni perdagangan eceran melalui pos dan internet. Kemudian, kelompok tiga dengan jumlah tujuh bidang usaha, di mana bidang-bidang usaha ini tidak perlu lagi persyaratan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 100 persen. Kelompok empat yang terdiri dari 17 bidang usaha. Bidang-bidang usaha di kelompok ini sebelumnya sudah dibuka untuk Penanaman Modal Asing (PMA), namun kini tidak perlu lagi mendapatkan rekomendasi kementerian teknis. Yang terakhir, adalah 25 bidang usaha yang secara kepemilikannya sudah direvisi, sehingga Penanaman Modal Asing (PMA) bisa masuk. 25 bidang usaha ini tadinya memang sudah dibuka untuk asing, namun kini kepemilikan PMA bisa merambah sampai 100 persen. Nah, bidang-bidang usaha ini yang betul-betul bisa dijamah lebih lanjut oleh PMA. Aturan ini sempat menuai kritik dari pengusaha. Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani meminta aturan itu ditunda karena sejatinya dunia usaha belum mengetahui rincian kebijakan itu. Apalagi, informasi soal kebijakan itu dinilai masih simpang siur dari yang semula sempat diberikan untuk 54 bidang usaha kini menjadi 25 bidang saja. Tak ketinggalan, Kadin menyayangkan sikap pemerintah yang tidak mengajak kalangan pengusaha berdiskusi lebih dulu. "Kami minta ini ditunda sampai kami jelas dengan kebijakan ini. Meski saya tahu, pemerintah pasti punya alasan kuat untuk relaksasi DNI," tandas Rosan belum lama ini.(glh/bir)

Sumber: