Biaya Haji Sesuai Kurs Dolar Tak Masuk Akal

Biaya Haji Sesuai Kurs Dolar Tak Masuk Akal

JAKARTA - Usulan Kementerian Agama (Kemenag) tentang biaya haji disesuaikan dengan kurs dolar dinilai sebagai usulan yang tidak masuk akal. Sebaiknya Kemenag mengkonsultasikan usulan tersebut dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), selaku badan yang mengelola dana haji tersebut. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menegaskan usulan Kemenag terkait dana haji yang disesuaikan dengan kurs dolar merupakan akal-akalan. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengakui jika BPKH ini sebenarnya agak semi kompani, meski pun dia badan. Karena BPKH yang pegang uangnya sekarang, sehingga dengan begitu tidak ada lagi uang di Kemenag. "Kemenag jangan omong ongkas lagi lah. Dia harus konsultatif dengan BPKH yang sudah kita bentuk," kata Fahri Hamzah ditemui wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (27/11). "Nah, saran saya, Kemenag konsultasinya dengan BPKH. Saya berharap dengan adanya BPKH, tidak ada lagi kenaikan ongkos haji. Kenapa? Karena itu bisa ditalangi dulu oleh BPKH, kurs misalnya, talangin dulu oleh BPKH. Dan, BPKH harus cari akal, demi kemabikan dan kesejahteraan calon jemaah haji," tambahnya lagi. Jadi, lanjut Fahri, jangan kemudian diputar-putar. Karena kurs naik, maka untuk biaya perjalanan haji (BPH) menggunakan pakai kurs dolar. "Jangan ngakal-ngakalin rakyat. Sudah lah, kasih ke BPKH biar mereka yang cari akal bagaimana caranya membantu rakyat (jemaah calon haji) ini," cetusnya. Memang diakui Fahri, kurs dolar saat ini sedang naik. Tapi, uang yang ada di BPKH sangat banya. Kurang lebih mendekati Rp 100 triliun. Untuk itu, dari pada membebani calon jemaah haji, lebih baik dana yang sebesar itu dikelola untuk meringankan beban rakyat. "Jangan dibalik. Dipakai dolar, nanti dirupiahkan ternyata naik. Wah iya kan karena dolar. Udah lah, jangan begitu lah sama rakyat. Ini orang mau pergi haji uang pas-pasan, rakyat kita itu," tegasnya. Terkait keuangan negara bisa dirugikan bila tak mengikuti kurs dolar, Fahri mengatakan, tujuan dibentuknya BPKH adalah agar pemerintah tidak tekor. Maka, biar BPKH yang bermanuver dengan menginveskan dananya di tempat yang baik. Agar kenaikan kurs itu bisa diatasi dengan kenaikan keuntungannya BPKH. "Suruh lah BPKH itu membeli bluechip-bluechip dong. Beli saham-saham yang lagi bagus atau beli sektor-sektor yang lagi maju," kata politisi dari Dapil Nusa Tenggara Barat (NTB) itu. Selain itu, pemerintah juga harus memberi BPKH konsensi, dan bisnis-bisnis bagus yang bisa dikelola. Sehingga keuntungan BPKH bisa melampaui kurs yang berkembang dan bebannya tidak jatuh kepada rakyat. "Itu lah maksud dibentuknya BPKH. Untuk meringankan beban rakyat. Bukan kembali lagi bebannya ke rakyat. Inilah pemerintah, suka terus mengganggu rakyat," ucap dia. Hal lain yang disoroti Fahri adalah soal peningkatan pelayanan di Arafah yang berujung menaikan BPH. Ketua Tim Pengawasan (Timwas) Haji DPR itu tak setuju dengan menaikan BPH dengan alasan meningkatkan layanan. "Sekarang ini ya misalnya, coba lah selesaikan isu-isu furodah itu. Karena furodah itu harusnya dikelola secara transparan. Itu kan luar biasa ongkos haji pakai furodah. Tapi kan memang banyak orang kaya yang mau bayar, tapi jangan negara nggak dapat apa-apa dong. Atur supaya negara dapat dari situ," pintanya. Bahkan dirinya mengusulkan, haji furodah (haji tanpa antre) dan sebagainya itu yang kelola BPKH. Termasuk berapa jatah Indonesia dari Pemerintah Saudi, untuk haji-haji yang spesial itu, mengingat furodah itu ada pasar, yang sebagian bisnis itu ada perjalanan dan kenyamanan yang ada pasarnya kan. Haji furodah adalah haji yang visa hajinya diperolah melalui undangan dari Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia di luar kuota. Haji furodah menggunakan Visa Haji Furoda. "Nggak masalah itu. Tapi jangan jatuhnya kepada rakyat yang ngantri 20 tahun, ngantri 15 tahun. Kasihan lah orang-orang itu, dari muda ngantri sampai tua baru bisa pergi haji. Nah, jadi yang mau bayar furodah oke, nanti ini mensubsidi melalui BPKH," pungkas Fahri Hamzah.(RTS/FIN)

Sumber: