Singapura vs Indonesia, Saatnya Pembuktian
SINGAPURA – Jika ditanya suporter mana yang punya mental baja, pasti jawabannya adalah suporter Indonesia. Bagaimana tidak, 11 edisi Piala AFF yang sudah dijalani, pecinta sepak bola Indonesia banyak di-PHP saja. Bayangkan, 5 kali selalu gagal juara ketika sudah tembus ke final. Dari zaman Bima Sakti-Kurniawan Dwi Yulianto jadi pemain hingga sekarang jadi pelatih timnas. Nah, Piala AFF 2018 kali ini harapan untuk jadi juara memang tidak seberapa membumbung tinggi. Maklum, mulai daftar pemain yang dipanggil masih dipertanyakan kualitasnya hingga masih belum layaknya Bima menggantikan Luis Milla jadi alasannya. Juga mungkin karena sudah bosan melihat timnas Indonesia selalu kalah ketika masuk final. Tapi, tentu masih ada harapan. Masih ada keinginan untuk bisa merengkut predikat terbaik di Asia Tenggara untuk kali pertama. Kuncinya, mental bertanding jadi salah satu kekuatannya. Ya, seperti yang dikatakan oleh mantan striker Timnas Indonesia pada Piala AFF tahun 2000 lalu Gendut Doni. Dia menerangkan secara kualitas level Tim Garuda tidak jauh dari Malaysia, Vietnam, bahkan Thailand. Justru, lebih bagus karena tempaan di kompetisi lebih bagus dibandingkan negara lainnya. Dia ingat betul bagaimana mengerikannya Indonesia di mata lawan-lawannya pada Piala AFF tahun 2000 lalu. Mencetak 9 gol di fase grup, semi final rekan-rekannya mampu mengalahkan tim yang jadi favorit juara saat itu, Vietnam. ’’Tapi ketika masuk final, tidak tahu selalu berat sekali tidak seperti pertandingan lain,’’ ucapnya. Masalah mental jadi faktor penyebabnya. Mantan pemain Persijap Jepara itu menuturkan pemain Indonesia selalu kurang siap menghadapi pertandingan penentuan. Selalu tidak bisa lepas bermain ketika harapan jadi juara dari masyarakat Indonesia sudah ada dipundak. ’’Itu yang harus segera diperbaiki, sudah teruji benar kalau mental pemain kurang,’’ terangnya. Tapi untuk Piala AFF 2018 ini Doni sangat optimis. Selain diisi pemain yang ditempa di kompetisi ketat seperti Liga 1, juga sebagian besar merupakan alumni Asian Games 2018, sosok Bima Sakti, Kurniawan Dwi Yulianto, dan Kurnia Sandy bisa jadi kunci perbaikan mental tersebut. Tiga sosok itu dirasa mampu membagi segudang pengalamannya ketika gagal mempersembahkan trofi juara AFF untuk Indonesia. Pengalaman itu bisa jadi modal bagi Timnas kali ini. Doni bahkan yakin sekali jika ketiganya mampu memberikan suntikan motivasi yang tidak pernah diberikan deretan pelatih sebelumnya. ’’Mereka pernah ada di lapangan, merasakan bagaimana suasana tegang itu, saya yakin pengalaman mereka sangat berguna bagi pemain,’’ katanya. Selain pengalaman, kedisiplinan juga bisa jadi salah satu hal yang bagus untuk ditularkan kepada pemain oleh mantan ketiga rekannya di Timnas tersebut. kedisiplinan yang dulu didapat ketika berangkat ke Italia lewat proyek Primavera ataupun dari beberapa pelatih yang menangani timnas. Salah satu kedisiplinan yang harus ditonjolkan adalah batasan penggunaan smartphone. Doni menyebut oke jika smartphone digunakan untuk berkomunikasi dengan keluarga, tapi di luar itu harusnya pemain dibatasi. ’’Yang paling saya takutkan itu media sosial. Mental pemain bisa berpengaruh di situ,’’ tuturnya. Bima pun senada dengan mantan rekannya di timnas itu. Dia menegaskan mental memang jadi salah satu hal yang harus dibenahi. Namun, bukan berarti ‘penyakit lama’ itu masih ada hingga sekarang. Dia membuktikan pemain Indonesia sudah sangat profesional dan siap memberikan segalanya untuk gelar juara Piala AFF. Uniknya, Bima menjelaskan salah satu yang memotivasi tim adalah keraguan atas kemampuan Timnas di Piala AFF 2018 kali ini. Segala keraguan itu justru membangkitkan semangat anak asuhnya. ’’Justru lebih punya bertanggung jawab jersey dengan logo Garuda di Dada, mereka habis-habisan untuk membuktikannya,’’ bebernya. Salah satu yang termotivasi adalah Fachruddin. Bek Madura United itu menegaskan Piala AFF 2018 adalah yang keempat kali diikutinya. Tiga kali sebelumnya hanya satu kali runner-up, yakni 2 tahun lalu. Fachruddin juga merasakan betul bagaimana sakitnya ketika dikalahkan Thailand di leg kedua. Padahal, harapan untuk bisa jadi juara sangat besar saat itu. ’’Mungkin bisa jadi tahu terakhir saya. Saya ingin buktikan mudah-mudahan bisa jadi juara,’’ katanya. (rid)
Sumber: