Nuna Hijab Wear Riset Bikin Tak Takut Eksperimen

Nuna Hijab Wear Riset Bikin Tak Takut Eksperimen

Persaingan usaha yang cukup keras membuat totalitas sangat dibutuhkan untuk membesarkan bisnis fashion hijab. Dengan menjadikan sebagai bisnis utama, pasangan suami istri Taufik Ginanjar-Ayu Nadia membesarkan Nuna Hijab Wear.

Ayu memutuskan terjun ke bisnis online saat hamil tujuh bulan pada Maret 2014. Produk utamanya adalah rok panjang (wide skirt) bermotif. ”Saat itu lagi booming motif tartan. Jadi sepertinya lucu juga kalau bikin rok tartan,” katanya akhir pekan lalu.
Perempuan 30 tahun itu memulai bisnisnya dengan modal awal Rp 10 juta untuk membeli bahan motif tartan berbagai warna. Dia juga telah mencari penjahit yang dipercaya. Sejak awal, Ayu menggunakan media sosial Instagram dengan akun Nuna Hijab Wear untuk memasarkan produk.
”Awalnya, responsnya masih lambat banget. Bahkan, begitu ada customer dan dia bilang mau utang dulu karena belum gajian, saya iyainaja karena seneng punya pelanggan pertama,” kenang Ayu. Untuk mendongkrak penjualan, dia memilih jasa selebgram Ayu Aryuli untuk mempromosikan produk. Sejak memakai jasa selebgram asal Bandung itu, penjualan Nuna langsung melesat. Meski sistem penjualannya pre-order (PO), pesanan membeludak. ”Sampai empat kali PO dan yang paling laku rok tartan merah. Warna-warna lainnya kurang begitu diminati,” jelasnya. Hanya dalam waktu tiga bulan, Ayu sudah balik modal. Setahun berjalan, keuntungan bisnisnya sudah Rp 25–30 juta. Tahun berikutnya, Ayu mencoba berekspansi ke baju. Saran itu berasal dari penjahit langganannya. Dia pun mulai memproduksi beberapa produk fashion hijab. Awalnya, model yang disukai adalah tunik panjang dengan aksen rempel di bagian ujung. Produk berbahan baby terry itu dengan mudah meraih pasar. Ayu sampai kewalahan meyalani pesanan produk yang diberi nama Marya Blouse tersebut. Alumnus Sastra Jepang Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) itu pun makin berani bereksperimen dengan model produk lainnya. Misalnya, jogger pants yang kala itu tengah hit dan kulot gantung. Lagi-lagi, produk Nuna meraih respons positif. Jumlah produksi Nuna pun meningkat. ”Kalau dulu awal-awal dalam sebulan produksi kami hanya 30–40 pieces, sekarang per bulan 20–30 model. Kami bisa produksi tiap model sampai 40 pieces,” jelas Ayu. Berdasar pengalamannya, kejelian membaca tren menjadi kunci meraih pasar. Pebisnis online juga harus terus mengikuti perkembangan, termasuk menyesuaikan strategi pemasaran. Hasilnya, saat ini omzet bulanan Nuna mencapai Rp 90 juta per bulan. ”Intinya, kita harus benar-benar perhatian dengan tren yang ada dan mencoba memprediksi tren fashion apa yang kira-kira diminati,” imbuhnya. Jika dahulu jasa promote oleh selebgram sangat berpengaruh, kata Ayu, saat ini pamor cara tersebut sudah menurun. Dia sekarang lebih suka memasarkan produk dengan menggunakan model seperti Mega Iskanti. ”Dia benar-benar di-hired sebagai model produk kami. Kami pakai jasa fotografer dan make-up artist supaya tampilan produk di Instagram lebih bagus,” terangnya.(ken/c21/noe)

Sumber: