BI dan IDB Resmi Luncurkan Sukuk Tunai Berbasis Wakaf
Nusa Dua-- Bank Indonesia (BI) bersama Islamic Development Bank (IDB) resmi meluncurkan hasil pengembangan prinsip inti wakaf dan sukuk tunai berbasis wakaf. Peluncuran ini dilakukan di sela Pertemuan Tahunan IMF-World Bank di Nusa Dua, Bali, Minggu (14/10). Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan kedua lembaga telah memiliki prinsip sejak 2014 lalu dan sempat diluncurkan pada 2016. Namun, prinsip yang ada dianggap masih perlu dikembangkan untuk mengoptimalkan hasil yang bisa didapat. Menurutnya, peluncuran pengembangan prinsip ini dilakukan demi membangun kesetaraan, mengurangi kemiskinan, hingga memicu pertumbuhan melalui pendalaman pasar keuangan yang berbasis syariat Islam. Hal ini dilakukan karena pengembangan pasar dan ekonomi dengan pendekatan keuangan konvensional saja tidak cukup. "Selain itu, ekonomi dan keuangan Islam masih memiliki potensi yang belum tergali. Maka, kami mencari pendekatan baru untuk mendukung pencapaian pertumbuhan berkelanjutan," ujarnya, Minggu (14/10). Perry menjelaskan prinsip yang diluncurkan hari ini memiliki tiga pilar dasar. Pertama, berusaha mengembangkan aset industri keuangan Islam yang mencakup perbankan, manajemen aset, instrumen pasar modal, hingga takaful. "Saat ini, industri keuangan tumbuh 10-12 persen per tahun dengan total aset melebihi US$2 triliun," terang dia. Kedua, menggali potensi keuangan sosial Islam melalui berbagai instrumen non-komersial, seperti zakat dan wakaf. Pengoptimalan instrumen ini diharapkan bisa meredistribusi kekayaan kepada orang miskin dan kurang mampu. "Zakat memungkinkan alokasi distributif bekerja secara independen dan membantu menstabilkan siklus bisnis yang ekstrim," katanya. Sementara, wakaf saat ini sebenarnya sudah digunakan untuk membiayai proyek sosial-komersial besar, seperti klinik amal, pusat medis, pusat perbelanjaan dan komersial. Ketiga, mengeksplorasi keunikan prinsip keuangan Islam lainnya demi meningkatkan inklusi kuangan, pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), hingga meminimalisir risiko sistemik dari pembiayaan konvensional. Lebih lanjut Perry bilang, prinsip yang diluncurkan juga berisi beberapa ketentuan di bidang hukum, tata kelola yang baik, manajemen risiko, pengawasan, hingga integritas keuangan untuk menjamin manfaat dari instrumen keuangan bersyariat Islam tersebut. "Karena masih ada tantangan yang perlu kami atasi, yaitu memastikan kerangka kerja pengaturan dan pengawasan dapat memenuhi risiko industri serta kerjasama yang lebih erat di antara pihak berwenang," pungkasnya. Di tempat yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai produk pembiayaan sukuk berbasis wakaf tunai merupakan inovasi sekaligus alternatif yang dapat digunakan tanpa mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sukuk berbasis wakaf tunai merupakan surat berharga negara dengan prinsip syariah. Penerbitannya bisa menggunakan dana wakaf dengan jaminan berupa tanah wakaf. Instrumen ini bisa digunakan untuk pembiayaan proyek berbasis sosial. "Ini inovasi yang menarik dalam keuangan Islam. Kolaborasi sukuk dan wakaf dapat menjadi inovasi dalam menyediakan pembiayaan berbiaya rendah untuk menjalankan keberlanjutan ekonomi," ujarnya, Minggu (14/10). Selama ini, sukuk sudah menjadi salah satu instrumen yang memegang peranan penting ke pertumbuhan ekonomi Indonesia Sebab, tak hanya memberi manfaat diversifikasi instrumen pembiayaan hingga turut membiayai pembangunan proyek infrastruktur, namun juga meningkatkan inklusi keuangan masyarakat. Ia mencatat setidaknya 93 persen aset keuangan syariah masuk ke penerbitan sukuk. Jumlah penerbitan sukuk negara pun telah mencapai Rp906,1 triliun. Jumlah ini sekitar 17 persen dari total portofolio surat utang pemerintah. "Sukuk memiliki potensi untuk memobilisasi dana," imbuh dia. Sementara, wakaf sebenarnya juga sudah dikenal oleh masyarakat dan memberi kontribusi kepada ekonomi Tanah Air. Perluasan manfaat wakaf menjadi pembiayaan sangat baik untuk masa depan. Bagi investor, Ani menilai produk ini bisa menjadi pilihan bagi investor dan filantropis untuk menempatkan dananya di Indonesia. "Skema ini memungkinkan institusi filantropi masuk ke instrumen investasi yang aman," jelas Sri Mulyani. Di sisi lain, produk ini bisa memberikan kontribusi pada pengembangan sektor ekonomi syariah nasional maupun global. Data Kementerian Keuangan mencatat aset keuangan syariah di Indonesia telah mencapai lebih dari US$80 miliar. Di dunia, penerbitan sukuk sebesar US$97,9 miliar atau tumbuh 45,3 persen pada 2017 dibandingkan 2016. Hal ini menandakan bahwa sukuk menjadi salah satu andalan pembiayaan di nasional maupun global. Tak heran, selisih permintaan dan penawaran (supply and demand) sukuk terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurutnya, rentang antara pasokan dan permintaan mencapai US$178 miliar pada 2018 dan diperkirakan meningkat menjadi US$271 miliar pada 2021. "Ini potensi yang sangat besar, sehingga perlu didukung secara berkelanjutan," pungkasnya.(uli/bir)
Sumber: