Radikalisme Mengintai Kita
Di abad ini, kekerasan teror tak hanya terjadi di negara-negara konflik seperti Timur Tengah. Namun, aksi teror juga terjadi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan banyaknya ledakan teror yang terjadi belakangan. Aksi-aksi teror dengan mayoritas berkedok agama itu, ditengarai muncul seiring masuknya doktrin paham radikal. Radikalisme sengaja diusung sejumlah kelompok yang tidak bertanggung jawab, untuk melucuti kondusivitas negara berpenduduk muslim terbesar di dunia ini. Dengan berbagai modus, propaganda radiklisme diembuskan ke berbagai pelosok negeri. Tujuannya, tentu saja mengusik kedaulatan bangsa dan negara. Bahkan, belakangan penyebaran paham radikal menyasar pelosok desa. Sasarannya kaum yang dinilai memiliki nalar intelektual di kawasan itu. Hal ini jelas menjadi ancaman bagi negara jika mata rantai penyebaran tak segera dihancurkan. Salah satu bukti korban penyebaran paham radikal adalah Hadidi alias Abi Zahro. Ia bukan orang biasa di desanya, di kawasan Bojonegara, Serang. Sebagai guru di salah satu SD, tentu memiliki kualitas keilmuan yang lebih ketimbang kebanyakan warga. Namun, karena kelengahannya ia terbujuk rayuan agen penyebar radikalisme sehingga sempat terjerumus dalam jeratan aktivitas radikalisme. Kini, ia baru sadari bahwa apa yang diikuti dan dilakukannya selama ini melanggar hukum bahkan mengancam keamanan negara. Ia pun menyatakan untuk kembali menjadi warga negara yang patuh hukum. Hadidi pun mengajak masyarakat untuk tidak mengikuti paham-paham radikal yang bisa mengancam keutuhan negara dan membahayakan diri masyarakat sendiri. Keasadaran Hadidi untuk kembali menjadi warga negara yang taat hukum tak lepas dari kerja cerdas aparat. Upaya deradikalisasi yang dilakukan membuahkan hasil, karena Hadidi bersedia untuk berdampingan dengan aparat dalam mencegah penyebaran paham radikal. (*)
Sumber: