Pemilih Lebih Suka Isu Ekonomi
JAKARTA – Pihak-pihak yang selama ini mendewakan politik identitas harus siap-siap gigit jari. Pada pemilu kali ini, diprediksi jualan politik identitas tidak akan laku bagi pemilih. Para kandidat disarankan lebih menonjolkan visi-misi serta program yang akan dijalankan untuk memikat hati pemilih demi pemenangan pemilu. Penelitian terakhir yang dilakukan Center for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan, para pemilih sudah tidak terlalu ingin punya pemimpin yang menonjolkan ketaatan dalam beragama. Yang diutamakan oleh pemilih saat ini adalah calon pemimpin harus jujur dan memiliki komitmen antikorupsi. Peneliti CSIS Arya Fernandes menuturkan, memang politik identitas belum sepenuhnya hilang. ’’Pada batas tertentu, politik identitas masih terjadi,’’ terangnya dalam diskusi di kantor CSIS di Jakarta Pusat kemarin (27/9). Namun, kecenderungannya memang terus menurun setelah Pilgub DKI Jakarta 2017. Pada pileg dan pilpres kali ini, lanjut dia, penggunaan politik identitas diyakini tidak akan banyak berguna. Isu kontestasi dalam pemilu kali ini bergeser ke ekonomi. ’’Harga sembako, kemiskinan, dan lapangan kerja menjadi perhatian utama,’’ ucapnya. Concern publik sudah mengarah pada isu yang strategis itu karena sudah menyangkut kepentingan dasar. Dalam hal pilpres, misalnya, petahana dihadapkan pada tantangan yang menguji kemampuan dia dalam menangani berbagai persoalan ekonomi. Bila tidak mampu menangani dengan baik, penantang sudah bersiap-siap menggunakannya sebagai senjata untuk mendapat dukungan pemilih. Terbukti, belakangan pihak penantang menyampaikan berbagai isu ekonomi. Senada, Ketua KPU Arief Budiman berharap pemilu kali ini benar-benar menjadi momen mengadu gagasan antarkandidat. ’’Sebetulnya semua punya semangat untuk berubah, tidak lagi mengguankan jargon-jargon SARA,’’ tuturnya. Di saat bersamaan, perang terhadap hoax terus dilakukan. KPU, tutur Arief, setiap kali sosialisasi juga mengingatkan tiga hal yang haram dalam pemilu. Yakni, hoax, isu SARA, dan politik uang. Dia berharap semua stakeholder pemilu mau mendukung hal tersebut. Selama ini Bawaslu juga cukup gencar mengawasi tiga hal itu. Partai politik juga terlihat mulai sadar soal tiga hal tersebut. Arief yakin kultur pemilu saat ini juga sudah mulai berubah, bahkan berbalik. Dulu oknum peserta pemilu mencari-cari pemilih unuk disuap dengan menggunakan praktik money politics. ’’Sekarang pemilih yang mencari peserta pemilu untuk mendapat money politics,’’ lanjut mantan komisioner KPU Jawa Timur itu. Para caleg pun mulai berpikir tidak ada gunanya memberikan uang karena belum tentu juga yang diberi uang akan memilih dia. Karena itu, saat ini yang perlu didorong adalah jualan visi-misi dan program. Bukan lagi jualan isu-isu tidak penting yang hanya bertujuan menyerang yang lain. Bila perlu, pelaku politik uang, misalnya, ditangkap dan dipermalukan beramai-ramai. (jpg)
Sumber: