KPK Didesak Bentuk Komite Etik

KPK Didesak Bentuk Komite Etik

JAKARTA--Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas, menyayangkan sikap pimpinan KPK yang mengizinkan Deputi Penindakan KPK Firly bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zaenul Majdi alias Tuan Guru Bajang. Pertemuan Firly dan TGB dengan agenda bermain tenis bersama memang sudah berlangsung saat bulan Mei lalu. Namun hal ini masih terus menimbulkan polemik. Dikarenakan, lembaga antirasuah tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi penjualan saham Newmont yang menyeret nama TGB. "Amat disayangkan jika benar pimpinan KPK bersikap pasif atau pembiaran bahkan membuat pernyataan itu tidak ada masalah, serta sudah mendapatkan izin dari pimpinan KPK akan pertemuan tersebut," ujarnya saat ditemui di PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Selasa (25/9). Kata Busyro, jika benar adanya penilaian pertemuan tersebut demi meredam kasus yang tengah diselidiki lembaga antirasuah, maka hal ini masuk dalam pelanggaran kode etik dan berpotensi tindak pidana. Sehingga perlu adanya proses pemeriksaan. "Punya argumen cukup kuat, saya katakan seperti ini karena sudah ada contoh di masa lampau," imbuhnya. Adanya dugaan tersebut, mengingatkan kejadian ketika dirinya masih menjabat sebagai pimpinan KPK. Yakni lembaga ini pernah memeriksa sejumlah komisioner nya seperti Chandra Hamzah dan Haryono Umar serta dirinya sendiri dalam sebuah kasus yang mencuat di media. "Chandra Hamzah, Haryono Umar dan saya sendiri waktu itu sebagai Ketua KPK minta diperiksa karena ada berita media cetak yang pantas dinilai oleh pimpinan KPK supaya saya diperiksa," bebernya. Agar bersikap netral, saat itu, Busyro pun juga mengundurkan diri sebagai Ketua Tim Komite Etik, karena posisinya tengah diperiksa oleh Komite Etik. "Nah itu penegakan etika yang tak main-main sungguh jujur seperti itu," tuturnya. Untuk itu, dia meminta demi otoritas moral, maka pegawai internal KPK bisa membentuk komite etik. Sehingga tak mengandalkan otoritas organisasi yang melekat pada pimpinan KPK. Karena persoalan ini terletak pada pimpinan yang tak mempermasalahkan, namun pihak lain banyak yang mempertanyakan hal tersebut. "Nah sekarang kembali pada internal pegawai KPK," tukasnya. Opsi lain juga yang disampaikan oleh Busyro, yakni mendorong elemen masyarakat sipil segera membentuk komite etik. "Dengan formulasi 3:5 atau 5:7 (3 orang dalam KPK, tak ada unsur pimpinan.Pimpinan patut diperiksa, selebihnya dari luar KPK)," katanya. Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi tengah mengusut pertemuan antara Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi alias Tuan guru Bajang dengan Deputi Penindakan lembaga antirasuh Brigjen Pol Firl pada Mei lalu. Ini karena beredar kabar, TGB dan Firly kedapatan bermain tenis bersama di Lapangan Tenis Wira Bhakti, Gebang. Dalam foto yang beredar, Filry tampak berfoto bersama TGB dan pihak lain sambil memegang raket. Padahal tim penyelidik lembaga yang digawangi Agus Rahardjo cs ini dikabarkan tengah melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi divestasi saham PT Newmont yang diduga menyeret TGB. Menanggapi hal ini, sebelumnya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, jika pihaknya sudah mengizinkan Firly bertemu TGB karena KPK belum memeriksa TGB pada saat pertemuan pertemuan tersebut terjadi. “Yang dilarang itu ketika orang sudah jadi tersangka atau berpotensi menjadi tersangka kemudian kita bertemu secara diam-diam. Kalau misalnya ketemuannya di tempat umum untuk acara yang sifatnya umum, misalnya pesta pernikahan, kita bertemu karena sama-sama diundang, kita kan nggak bisa menghindari juga pertemuan itu,” kata Alexander.(ipp/JPC)

Sumber: