Evaluasi Prestasi Pencak Silat, Buah Manis SKO dan PPLP
PENAMPILAN moncer atlet pencak silat Indonesia di Asian Games 2018 tidak lepas dari pembinaan usia muda. Sekolah Khusus Olahraga (SKO) dan Pusat Pendidikan Latihan Pelajar (PPLP) berperan dalam menempa dan memoles kemampuan para pendekar saat berusia remaja. Salah satunya, Yola Primadona Jampil Lubis yang merupakan jebolan SKO Ragunan. Di sana, Sri Ratna Irnaningsih menggembleng pesilat berdarah Padang itu selama enam tahun. Ratna tentu merasa bangga. Melihat Yola tampil ciamik dan mampu meraih emas di pesta olahraga Asia. "Semua itu buah kerja keras Yola. Dia pantas mendapatkannya sekarang," ucapnya saat ditemui kemarin. Pelatih 47 tahun itu menuturkan, Yola memiliki latar belakang ekonomi yang kurang mampu saat direkut masuk ke SKO Ragunan tahun 2007. "Saat itu keluarganya dari Jakarta hijrah kembali ke Padang setelah usahanya bangkrut," katanya. Praktis, Yola sendirian hidup di Kota Metropolitan. Saat itu usia Yola baru 15 tahun. Rasa minder dan kurang percaya diri pun menggelayuti dirinya. Tak hanya itu, dia juga menjadi sasaran bully teman-temannya. Yola pun nekat mangkir seminggu untuk menyusul keluarganya pulang kampung. Pihak sekolah lantas menghubungi orang tua Yola dan memintanya untuk kembali. "Yola bukan tipe orang yang diam. Dia curhat tentang keluh kesahnya," ucap Ratna. Mendengar cerita tersebut, tim pelatih memaklumi hal itu. Sejak saat itu, Yola diberikan bimbingan konseling untuk memacu motivasi dan semangatnya kembali. "Mulai itu dia tumbuh dan berkembang menjadi orang yang kuat mentalnya. Karena dia ibarat tulang punggung keluarga," kenang Ratna. Atas jasanya tersebut, pelatih kelahiran Manado itu diberikan bonus oleh Kementrian Pemuda dan Olahraga sebesar Rp 5 juta. Ratna berharap, prestasi olahraga Indonesia tidak berhenti sampai Asian Games saja. Tapi terus menatap ke depan. Pembinaan di daerah juga perlu ditingkatkan. Sehingga, tidak melulu tersentral di Jakarta. Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sedang berupaya untuk memaksimalkan peran SKO dan PPLP di seluruh Indonesia. "Bahkan jika perlu dimasukkan dalam kurikulum sekolah," ujarnya. Selain itu, memperbanyak jumlah kompetisi di daerah. Sebab, latihan tanpa kompetisi juga percuma. (jpg/apw)
Sumber: