41 Anggota DPRD Ditahan, KPK Sarankan Segera PAW
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak memberi ruang bagi anggota DPRD Kota Malang yang menjadi tersangka untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Hasil koordinasi KPK dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kemarin (4/9), semua anggota dewan tetap ditahan. Dan harus menjalani proses hukum sebagai tahanan komisi antirasuah tersebut. Ketua KPK Agus Rahardjo justru menyarankan partai masing-masing untuk mengambil langkah tegas. Yakni dengan memecat para anggota DPRD yang menjadi tersangka dan terdakwa saat ini. Kemudian, mengganti mereka melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). “Kalau partai melakukan itu (PAW), kekosongan kekuasaan tidak terjadi,” ujarnya kepada Jawa Pos, kemarin (4/9). Agus mengatakan, langkah semacam itu beberapa kali dilakukan partai ketika kadernya terjerat kasus korupsi dan menjadi tersangka. “Di banyak kasus ada yang begitu tersangka, (partai) ada yang memecat, dan langsung PAW,” terangnya. Selain dipecat, langkah PAW juga bisa dilakukan oleh partai ketika kadernya mengundurkan diri karena menjadi tersangka. Terkait mekanisme penyidikan, Agus menunggu laporan perkembangan dari tim satuan tugas (satgas) yang menangani perkara tersebut. Terkait empat anggota dewan yang masih “selamat”, komisioner asal Magetan ini tidak mau berandai-andai. “Jangan berandai-andai, jadi pasti nanti ada laporan pengembangan penyidikan, laporan pengembangan penuntutan,” imbuh dia. Juru Bicara KPK Febri Diansyah menambahkan rombongan anggota DPRD yang tengah menjalani proses hukum di KPK diduga menerima fee dari Walikota Malang Moch Anton. Totalnya Rp 700 juta. Duit yang dikenal dengan istilah uang pokok pikiran (pokir) itu dibagi ke seluruh anggota DPRD periode 2014-2019 terkait suap APBDP 2015. Masing-masing menerima Rp 12,5 juta-Rp 50 juta. Selain suap, KPK juga telah mengidentifikasi penerimaan gratifikasi untuk para anggota dewan. Nilainya sebesar Rp 5,8 miliar. Gratifikasi itu diduga berkaitan dengan dana pengelolaan sampah di Kota Malang. Fakta tersebut merupakan bagian dari salah satu keterangan saksi di persidangan. “Kami ingatkan agar para tersangka koperatif terhadap proses hukum dan dapat mengembalikan uang yang permah diterima,” jelas Febri. Dia menjelaskan, sebagian dari 19 anggota DPRD yang ditetapkan tersangka sebelumnya telah mengakui perbuatan dan mengembalikan uang pada KPK. Nah, langkah kooperatif diharapkan juga dilakukan para tersangka lain. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan, untuk melakukan PAW memang membutuhkan waktu lama. Artinya, langkah itu harus benar-benar dipertimbangkan oleh setiap partai. Selain itu, partai umumnya melakukan PAW ketika proses hukum kader sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). “(PAW) ini kan proses yang lama,” ujarnya di gedung KPK. Meski demikian, Tjahjo sepakat dengan KPK terkait proses hukum yang tetap berjalan tanpa harus mengganggu pemerintahan. Untuk menggantikan peran dewan sementara ini, pihaknya pun sudah mengeluarkan diskresi. Seperti, memberi kewenangan kepada gubernur untuk terlibat dalam pemerintahan. “Yang penting pemerintahan tidak boleh terganggu,” ungkapnya. Politikus PDI Perjuangan ini menambahkan, pihaknya tidak punya kewenangan mendesak partai melakukan PAW terhadap kadernya yang tengah menjalani proses hukum. Namun, sebagai representasi pemerintah, Kemendagri mengimbau pihak-pihak terkait untuk tidak terlalu lama membiarkan DPRD kosong. “Kami hanya mengimbau (DPRD) jangan terlalu lama kosong,” katanya. Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan kasus 41 anggota DPRD Kota Malang yang menjadi tersangka dan terdakwa korupsi bisa menjadi peringatan untuk pejabat publik lainnya. Termasuk bupati, walikota, dan gubernur serta anggota legislatif di daerah lain. “Jangan berbuat seperti itu. Nah akibatnya ya walaupun yang diberikan itu mungkin dalam jumlah tidak besar karena kota,” ujar JK di kantor Wakil Presiden, kemarin (4/9). Dia menuturkan risiko yang didapatkan pejabat itu bisa sangat berat meskipun yang diterima relatif kecil. Dalam kasus DPRD Kota Malang suap yang diberikan bervariasi mulai dari Rp 12,5 juta hinga Rp 50 juta. “Tapi ya bagaimana pun karir politiknya habis, masuk penjara lagi. Kasihan, janganlah. Itu jadi peringatan semua kita,” ujar JK. Saat ini, para beberapa mantan napi koruptor di daerah lain sedang berupaya agar tetap bisa lolos dalam Pemilihan anggota legislatif (pileg) 2019. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengeluarkan peraturan yang melarang mantan napi koruptor untuk nyaleg. Sementara Bawaslu memperbolehkan mantan napi korupsi untuk kembali nyaleg dengan dalih melindungi hak konstitusi. JK menuturkan persoalan mantan napi koruptor nyaleg itu tentu harus menunggu keputusan dari Mahkamah Agung. Lantaran saat ini sudah ada gugatan yang diajukan ke lembaga pengadil itu. “Kan mereka sudah bilang nunggu MA. kalau MA memutuskan sesuatu, maka Bawaslu dan KPU akan ikut MA,” tegas JK. (jpg/bha)
Sumber: