Merry Minta Fee SGD 280 Ribu
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan empat orang sebagai tersangka hasil operasi tangkap tangan (OTT) kasus suap di Pengadilan Negeri (PN) Medan. Menurut Ketua KPK Agus Rahardjo, pihaknya telah mengantongi cukup bukti untuk menetapkan tersangka dalam kasus suap penanganan perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan itu. "Setelah melakukan pemeriksaan awal pasca-tangkap tangan yang dilanjutkan dengan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh hakim PN Medan secara bersama-sama terkait putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," ujar Agus dalam konferensi pers di KPK, Rabu (29/8). Tersangka penerima suap dalam kasus itu adalah hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Medan Merry Purba dan seorang panitera pengganti bernama Helpandi. Sedangkan tersangka pemberi suapnya adalah Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan. Agus menjelaskan, ada commitment fee SGD 280 ribu dari Tamin ke Merry. Pemberian itu untuk memengaruhi Merry dalam memutus perkara yang menyeret Tamin. "Hakim MP (Merry Purba, red) yang merupakan salah satu anggota majelis hakim menyatakan dissenting opinion dalam vonis tersebut," beber Agus. Terkait perbuatannya, hakim Merry dan Helpandi dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara Tamin dan Hadi dijerat dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 (1) a atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undanh Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Agus mengungkapkan, kejadian ini bermula saat Tamin menjadi terdakwa perkara korupsi lahan bekas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II. Tamin menjual 74 hektare dari 126 hektare tanah negara bekas HGU PTPN II kepada PT Agung Cemara Realty (ACR) sebesar Rp236,2 miliar dan baru dibayar Rp132,4 miliar. "Dalam putusan yang dibacakan 27 Agustus 2018, Tamin dihukum 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar. Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta Tamin divonis 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar," ungkap Agus. Meski divonis dan diwajibkan membayar uang pengganti, namun lahan yang dituntut jaksa untuk dikembalikan kepada negara tetap dikuasai oleh Tamin dan lahan 74 hektare tetap dimiliki PT ACR. Hakim Merry adalah salah satu anggota majelis hakim yang menyatakan "dissenting opinion" dalam vonis tersebut. Sedang ketua majelis hakim adalah hakim Wahyu Prasetyo Wibowo. "Sebelum kegiatan tangkap tangan sudah ada pemberian SGD 150 ribu kepada hakim MP. Pemberian ini merupakan bagian dari total SGD 280 ribu yang diserahkan TS melalui H orang kepercayaannya pada 24 Agustus 2018 di Hotel JW Marriot Medan," tambah Agus. Adapun total pemberian uang yang terealisasi adalah SGD 280 ribu dengan SGD 130 ribu ditemukan KPK di tangan Helpandi dan SGD 150 ribu diduga sudah diterima hakim Merry. Sebelumnya dalam OTT yang digelar Selasa (28/8), KPK memboyong sejumlah orang dari PN Medan ke Jakarta. Antara lain Ketua PN Medan Marsudin Nainggolan dan wakilnya, Wahyu Setyo Wibowo serta seorang hakim bernama Sontan Merauke Sinaga.(ipp/JPC)
Sumber: