Neraca RI Sudah Lampu Kuning
Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan defisit transaksi berjalan jika sudah mencapai 3%, artinya sudah lampu kuning, alias perlu berhati-hati. "Memang kalau dia sudah 3% atau lebih, itu selalu sudah harus mulai menganggap itu lampu kuning," kata Darmin ditemui seusai Salat Idul Adha di Masjid Al-Hakim, Graha Sucofindo, Jakarta Selatan, Rabu (22/8). Darmin pun menyadari defisit transaksi berjalan trennya terus melebar. Namun, dia menyampaikan sudah ada langkah-langkah yang disiapkan pemerintah untuk menekan defisit agar tidak kian melebar. "Sebetulnya transaksi berjalan kita dari dulu dari zaman orde baru itu pasti defisit. Tapi defisitnya dulu nggak besar. Kita juga tadinya nggak besar sampai tahun lalu. Tahu tahu awal tahun ini dia membesar," paparnya. Meski pemerintah berupaya untuk mengurangi defisit neraca transaksi berjalan, Darmin mengatakan prosesnya tidak instan untuk kelihatan hasilnya. "Cuma hal itu bukan sesuatu yang serta merta bisa dibetuli, bisa diobati, tidak instan ya, walaupun beberapa langkah kita sudah persiapkan untuk mengurangi dia ke tingkat yang tidak terlalu mengkhawatirkan," sebutnya. Langkah langkah yang sudah disiapkan pemerintah, di antaranya kebijakan penggunaan campuran biodiesel 20% (B20), kebijakan di sektor pertambangan dengan menambah kuota ekspor, hingga mendorong sektor pariwisata dan perindustrian. Dengan langkah-langkah itu, Darmin optimis beberapa bulan ke depan defisit neraca transaksi berjalan bisa berkurang. Namun dirinya belum bisa memastikan berapa persen penurunannya. "Rasanya dalam beberapa bulan kedepan kita bisa untuk membuat transaksi berjalan kita defisitnya tidak terlalu berat, kira kira begitu," tambahnya. Untuk diketahui, Bank Indonesia (BI) telah merilis data defisit neraca transaksi berjalan kuartal II-2018 tercatat 3% atau sebesar US$ 8 miliar. Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 1,96%. Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI Yati Kurniati menjelaskan, angka defisit ini juga lebih lebar dibandingkan kuartal I-2018 sebesar 2,6% atau sebesar US$ 5,5%. hal yang sama dipaparkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami defisit pada Juli sebesar US$ 2,03 miliar. Defisit ini pun merupakan yang terbesar kedua setelah Juli 2013. Defisit ini disebabkan impor yang melonjak. Sementara itu Impor Indonesia pada Juli 2018 tercatat US$ 18,27 miliar Naik 31,56% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara secara bulanan (month to month) impor melonjak 62,17% dibandingkan Juni 2018. Impor yang masih lebih tinggi dibandingkan ekspor pun menyebabkan defisit neraca perdagangan. Namun menurut Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, jika dilihat pertumbuhan impor dari Mei ke Juli sebenarnya tidak terlalu besar.(dtc)
Sumber: