Plafon KUR Dikerek jadi Rp123 T
Jakarta -- Pemerintah memutuskan untuk menaikkan plafon Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi Rp123,53 triliun di sisa tahun 2018 ini. Angka ini meningkat dibandingkan plafon awal tahun ini yaitu Rp120 triliun. Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir menuturkan, peningkatan plafon ini disebabkan karena peningkatan permintaan kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kebanyakan bank pun meminta plafon penyaluran KUR-nya ditambah. Menurut data Kemenko Perekonomian, alokasi KUR tahun ini sudah mencapai Rp117,07 triliun atau 97,56 persen dari plafon awal. Meski alokasinya hampir maksimal, realisasi penyalurannya baru Rp79,2 triliun dan tersebar kepada 3,2 juta debitur. "Penambahan ini sudah disetujui oleh Komite Pembiayaan UMKM tahun ini," ujar Iskandar di kantornya, kemarin. Jika dilihat berdasarkan skemanya, sebagian besar penyaluran KUR diberikan untuk KUR Mikro dengan nilai penyaluran mencapai Rp41,01 triliun atau 63,5 persen dari total penyaluran. Kemudian, angka itu disusul oleh KUR kecil dengan nilai Rp23,38 triliun dan KUR penempatan TKI dengan nilai Rp231,1 miliar. Hanya saja, ia tak menyebut proporsi penggunaan KUR di tahun ini. Namun, berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Nomor 11 Tahun 2017, penyaluran KUR minimal 60 persen harus dialokasikan untuk kegiatan sektor produksi. Ia juga mengatakan, posisi rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) juga tercatat 0,01 persen. "Dan ini sudah rendah sekali NPL-nya," terang dia. Dengan demikian, realisasi penyaluran KUR bersubsidi antara Agustus 2015 hingga Juli 2017 tercatat Rp277,44 triliun dengan jumlah debitur sebesar 11,89 juta. Adapun, rasio kereta bermasalah KUR bersubsidi dalam periode itu tercatat 1,06 persen. Berdasarkan data Kemenko Perekonomian, penyaluran KUR telah mencapai Rp57,8 triliun hingga 31 Mei 2018 atau sekitar 49,4 persen dari target penyaluran yang disepakati bank mencapai Rp116,6 triliun. Adapun, alokasi subsidi bunga KUR dari pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 mencapai Rp120 triliun. Jumlah KUR tersebut disalurkan ke 2,2 juta debitur dengan rasio kredit bermasalah (Nonperforming Loan/NPL) sebesar nol persen. Dari sisi segmen kredit, KUR mikro mendominasi mencapai Rp36,88 triliun atau 63,9 persen dari total penyaluran. Kemudian, segmen kecil mencapai Rp20,68 triliun atau sekitar 35,8 persen dari total penyaluran. Sedangkan sisanya, sekitar Rp186,82 miliar atau 0,3 persen disalurkan ke penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Secara sektoral, sebanyak 38,3 persen disalurkan ke sektor produksi, seperti pertanian, perburuan, kehutanan, perikanan, industri pengolahan, konstruksi, dan jasa-jasa. Sisanya, disalurkan ke sektor perdagangan. Kendati demikian, sebenarnya, pemerintah menginginkan sekitar 50 persen penyaluran KUR menyasar ke sektor produksi. "Memang, KUR sektor produksi masih agak rendah karena bank bilang itu faktor musiman. Musim panen sudah lewat, jadi kebutuhan tidak tinggi, tapi nanti mereka akan menyiapkan panen selanjutnya. Jadi, penarikannya akan besar untuk persiapan panen," terang Iskandar. Dari sisi persebaran wilayah, penyaluran KUR tertinggi menyasar nasabah di Pulau Jawa dengan jumlah penyaluran mencapai Rp32,5 triliun atau sekitar 56,2 persen dari total realisasi per 31 Mei 2018. Diikuti Pulau Sumatra Rp11,2 triliun, Sulawesi Rp5,4 triliun, Bali, dan Nusa Tenggara Rp3,8 triliun, Kalimantan Rp3,5 triliun, serta Maluku dan Papua Rp1,3 triliun.(agi/agi)
Sumber: