Demokrat Tak Khawatir Gatot-Imin
JAKARTA- Partai Demokrat tak khawatir apabila PKS, PAN dan PKB membuat poros koalisi baru pada Pilpres 2019 mendatang. Partai besutan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu tak yakin bila mantan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantiyo- Cak Imin (Muhaimin Iskandar) bakal berduet. Kadiv Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean seperti dikutip Indopos, menyatakan, partainya tidak khawatir PKS dan PAN akan membuat poros koalisi baru. Kemungkinan itu bisa terjadi jika pada akhirnya Prabowo Subianto memilih Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapresnya. Bagi Demokrat, sambung Ferdinand, siapa pun pilihan Prabowo itu harus diterima. ”Demokrat tidak khawatir dan tidak akan menolak siapa pun Wapres pilihan Prabowo,” ujarnya kepada wartawan dalam pesan singkat, Rabu (8/8). Ferdinand mengutarakan, peluang AHY menjadi cawapres Prabowo masih sangat besar. Peluang ini, terbuka lebar menjelang batas akhir pendaftaran pilpres 2019. Walaupun, PAN dan PKS hingga saat ini belum memastikan akan mendukung Prabowo pada Pilpres 2019. Bahkan, Presiden PKS Shohibul Iman pada Selasa (7/8) malam menyatakan poros ketiga masih sangat mungkin dibentuk meski pendaftaran Pilpres tinggal dua hari lagi. Terpisah, Wakil Sekjen PKB Jazilul Fawaid mengatakan, di kubu koalisi Jokowi, PKB juga mewacanakan terbentuknya poros koalisi baru dengan mengusung Gatot Nurmantyo-Cak Imin pada Pilpres 2019. Wacana ini akan ditindaklanjuti PKB jika Cak Imin tidak dipilih bakal capres Jokowi sebagai cawapres pendampingnya. ”Sikap PKB yang belum rela bila Cak Imin tidak dipilih sebagai cawapres Jokowi memunculkan spekulasi poros ketiga dengan menggandeng PAN dan PKS yang juga belum solid di koalisi oposisi dan kemudian mengusung Gatot Nurmantyo-Cak Imin sebagai capres dan cawapresnya,” tuturnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/8). Jazilul menyatakan, partainya juga akan meminta mandat ulang kepada para kiai Nahdlatul Ulama (NU) ihwal dukungan ke Jokowi bila Cak Imin yang merupakan ketua umumnya tak dipilih sebagai cawapres oleh Jokowi. Sebab, keputusan PKB mengusung Cak Imin sebagai cawapres dan mendukung Jokowi sebagai capres itu selama ini berdasarkan mandat para kiai NU. Sebelumnya, poros selain Jokowi dan Probowo Subianto terbentuk mulai nampak kepermukaan menjelang akhir pendaftaran capres/cawapres ke KPU. Pasalnya, partai politik berbasis Islam bakal bersatu untuk membentuk koalisi. Kandidat yang diusungnya adalah mantan Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantiyo berpasangan dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Bendahara Umun Partai Amanat Nasional (PAN), Nasrullah Larada mengutarakan, pendaftaran capres-cawapres 2019 telah dibuka sejak tanggal 6/8 dan ditutup tanggal 10/8. Namun, yang menarik, belum ada satu partai pun yang mendeklarasikan capres dan cawapresnya. Meski Jokowi sudah lama mendeklarasikan akan maju kembali menjadi capres 2019, sambung Nasrullah, tetapi hingga detik ini pun belum berani secara terbuka menyebut siapa cawapres yang bakal digandengnya. ”Demikian pula dengan Gerindra yang sejak awal mencalonkan Prabowo sebagi capres, namun hingga dibukanya pendaftaran capres-cawapres, belum berani menyatakan terbuka untuk maju sebagai capres,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (7/8). Ketua Umum Keluarga Besar Perhimpunan Pelajar Indonesia (KB PII) itu melihat, baik Jokowi maupun Prabowo masih menimang dan berpikir serius mencari cawapres sebagai pendamping. Bahkan saking strategisnya posisi cawapres, partai-partai yang telah melakukan komunikasi politik untuk membentuk koalisi terancam bubar dan berantakan. Dikatakannya, Gerindra-PAN-PKS yang sejak awal telah melakukan komunikasi politik untuk membentuk koalisi dengan mengusung Prabowo sebagai capres dan mengajukan beberapa nama untuk cawapres dari kader PAN dan PKS. Kesolidan koalisi mereka tampaknya terancam porak poranda dengan hadirnya Partai Demokrat yang menurut isunya mengajukan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai cawapres. ”Demikian pula di kubu Jokowi, koalisi gemuk PDIP, Golkar, PKB, PPP, NasDem dan Hanura juga mulai tergerus mengingat Golkar dan PKB mendesak menempatkan kadernya sebagai cawapres. Bahkan PKB sudah mulai 'ancang-ancang' jika Cak Imin tidak digandeng sebagai capres, mereka akan hengkang dari koalisi gemuk tersebut,” paparnya. Alhasil, kata Nasrullah, percaturan dan perebutan penentuan cawapres tampaknya berpotensi munculnya poros ketiga (non-Jokowi-non-Prabowo). Peluang Gatot hadir sebagai nahkoda poros ketiga dengan bentukan koalisi baru PAN, PKB dan PKS patut diperhitungkan. Bahkan bisa menjadi kuda hitam atas pengulangan capres 2014 Jokowi vs Prabowo. ”Gatot dengan bendera PAN, PKB, dan PKS berpeluang memenangkan pertarungan di Pilpres 2019 karena didukung oleh partai berbasis Islam baik kalangan modernis, tradisional maupun kultural. Ini menjadi menarik mengingat Cak Imin hadir dari kalangan Islam tradisional dan mengantongi suara signifikan di Jawa. Pada perspektif lain, Gatot memiliki peluang untuk memenangi pertarungan jika menggandeng ekonom/pelaku bisnis yang bisa diterima oleh kalangan Islam tradisional maupun Islam modernis,” tuturnya. Jadi nantinya, tegas Nasrullah, pasangan capres dan cawapres 2019, adalah Prabowo-AHY, Gatot-Cak Imin. ”Jokowi, entah dengan siapa bisa dari calon PDIP, Golkar, PPP, NasDem, Hanura. Semua masih serba terbuka,” ucap dia. Diamini Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera. Dia mengaku, dirinya masih yakin poros ketiga bisa terbentuk di menit-menit akhir waktu pendaftaran ditutup. Sebab dengan berbarengannya pileg dan pilpres setiap partai membutuhkan 'coat tail effect' (efek ujung jas) dari kader unggulannya. ”Kemungkinan bisa tiga pasangan, karena pileg, pilpres berbarengan. Ini yang membuat 'coat tail effect' cukup kuat. Kemungkinan ada keputusan fundamental di 2-3 hari terakhir,” ujar Mardani kepada wartawan di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (7/8). Hitung-hitungan politik yang memperkuat terbentuknya poros ketiga, kata anggota Komisi II DPR RI itu, yakni dengan melihat situasi PKB yang dianggap masih bisa pecah jika keinginannya mendapat jatah cawapres tidak dipenuhi. Selain itu di kubu oposisi, lanjutnya, PAN belum juga mendeklarasikan diri secara resmi mendukung Prabowo Subianto. Kemudian situasi panas terakhir, ketika keputusan politik yang dibuat Prabowo tidak bisa memuaskan maka bisa berdampak kepada pecahnya PKS dan Demokrat. Sehingga akan ada tiga partai yang di luar dua koalisi yang sudah terbentuk, dan secara otomatis ketentuan presidential threshold 20 persen dapat dipenuhi sebagai syarat pencalonan oleh tiga partai yang pecah. ”Hitungan saya tiga (poros, Red) bagaimanapun sudah mulai ada indikasi. PKB dalam hal ini kemungkinan kalau tak diambil bisa pindah, berarti sudah satu partai. Kemudian PAN belum menentukan sudah dua partai. Mungkin ketika pilihan Prabowo tak sesuai dengan salah satu PKS atau Demokrat bisa tiga partai itu bisa menyatu,” kata Mardani menganalisa. (idp)
Sumber: