REI: Harga Rumah Tak Naik
Jakarta -- Real Estate Indonesia (REI) mengaku Bank Indonesia telah menyosialisasikan rencana pelonggaran kebijakan uang muka pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Meski rencananya BI akan membebaskan uang muka bagi KPR pertama, harga rumah mereka perkirakan tak akan naik tahun ini. "Kemarin BI sudah sosialisasi dengan REI untuk membicarakan relaksasi properti. Usulannya memang untuk KPR rumah pertama bebas DP (down payment) pada semua tipe rumah dan apartemen," kata Sekretaris Jenderal DPP REI Paulus Totok Lusida seperti dikutip CNNIndonesia.com, Selasa (26/6). Paulus memperkirakan kebijakan ini bakal berdampak besar pada permintaan rumah yang kini tengah lesu. Ia menjelaskan, pertumbuhan penjualan rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) pada Agustus 2017 hingga April 2018 masih tumbuh sekitar 30 persen. Namun, penjualan rumah non-MBR di periode yang sama hanya tumbuh 6 persen. "Dengan lebih longgarnya aturan uang muka ini, kami perkirakan penjualan rumah non-MBR bisa tumbuh di atas 10 persen," kata Paulus. Dalam membeli rumah, menurut dia, masyarakat biasanya melihat kemampuannya untuk membayar uang muka dan cicilan. Dengan demikian, menurut dia, pelonggaran aturan DP ini akan membantu masyarakat untuk memiliki rumah. "BI juga menyampaikan akan melonggarkan likuiditas bank. Jadi, meski bunga acuan BI naik, mereka memastikan bunga KPR tak akan ikut naik," ungkap dia. Kendati permintaan rumah diperkirakan bakal mulai naik di tahun ini seiring kebijakan pelonggaran DP tersebut, ia memperkirakan harga rumah belum akan naik di tahun ini. "Tahun ini harga rumah tak akan naik, karena BI juga akan menjaga rupiah tetap stabil. Tapi kalau permintaan rumah terus naik, tak menutup kemungkinan harga rumah bakal naik di tahun depan," jelas dia. terkait rencana dibebaskannya Uang Muka KPR, sebagian perusahaan perbankan mengaku tak akan langsung mengutak-atik perhitungan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang dimilikinya. Jahja Setiaatmadja, Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk mengatakan pelonggaran LTV oleh BI umumnya memperkecil rasio uang muka (down payment/DP) yang akan dibayarkan nasabah. Namun, ketentuan DP sejatinya tidak hanya ditentukan oleh aturan BI, tapi juga melihat profil risiko dari masing-masing nasabah. "Ketika nasabah ajukan KPR, itu kami rating risk-nya. Kalau nasabah tidak begitu meyakinkan atau lokasinya kemahalan, mungkin kami minta DP yang lebih tinggi," kata Jahja beberapa waktu lalu. Lebih lanjut, profil risiko itu juga yang menentukan pemberian bunga KPR dari bank kepada nasabah. "Jadi penyesuaiannya bisa langsung, tapi tidak merata ke semua nasabah," imbuhnya. Selain indikator profil risiko, Jahja bilang faktor lain yang mempengaruhi adalah biaya sumber dana (cost of fund) bank. Bila cost of fund mahal, maka bank akan menyesuaikannya ke nasabah dengan mengatur kembali pemberian bunga kredit. Iman Nugroho Soeko, Direktur Keuangan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengatakan ketentuan KPR, termasuk bunga kredit, tidak serta merta diubah karena hitung-hitungannya lebih dipengaruhi oleh tingkat bunga acuan BI. Saat ini, BI justru berencana mengerek bunga acuannya lantaran bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve, telah mengerek bunga pada pertengahan Juni kemarin. "Bunga kredit akan naik jika BI terus menaikkan bunga acuan," jelas Iman kepada CNNIndonesia.com, akhir pekan kemarin. Selain itu, ketentuan bunga KPR memang perlu dinaikkan karena bunga acuan BI yang tinggi membuat bunga pinjaman (deposito) ikut naik. Bila bank tidak menyesuaikan bunga kredit karena deposito sudah naik, maka laba bersih (Net Interest Margin/NIM) akan tergerus. Kendati begitu, pelonggaran LTV oleh BI setidaknya tetap mampu membuat masyarakat tertarik mengambil KPR. Sebab, uang muka (Down Payment/DP) diperkirakan akan lebih kecil. (lav/bir)
Sumber: