BI: Rupiah Terlampau Murah

BI: Rupiah Terlampau Murah

Jakarta - Penguatan dolar Amerika Serikat beberapa waktu lalu cukup memberikan pukulan telak bagi nilai tukar rupiah. Bahkan dolar AS sempat menembus Rp 14.200. Namun saat ini sudah mulai membaik. Kendati begitu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengakui bahwa nilai tukar rupiah sudah terlalu murah atau under value. Perhitungannya dibandingkan dari kondisi makro ekonomi yang sebenarnya masih dalam keadaan positif. "Value (rupiah) berdasarkan fundamental itu dihitung dari kondisi makro ekonomi domestik baik inflasi, dari sisi fiskal maupun neraca pembayaran," terangnya di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (5/6). BI sendiri yakin ekonomi RI tahun ini bisa tumbuh sekitar 5,1-5,2%. Sedangkan inflasi diyakini bisa terjaga di level 3,5%. Catatan tersebut menurutnya tidak sebanding dengan depresiasi rupiah yang tercatat dari awal tahun hingga awal Juni 2018 mencapai 2,9%. Posisi itu bahkan sebenarnya sudah lebih baik dibanding 10 hari yang lalu, rupiah tercatat melemah 3,2%. "Kalau kita melihat fundamental ekonomi kita melemah memang bisa terjadi rupiah harus melemah. Tapi melemah sampai ytd kita 2,9% itu terlampau dalam. Untuk rupiah itu membuat kita jadi terlampau murah," tambahnya. Meski begitu, BI akan selalu siaga menjaga rupiah. Salah satunya dengan tindakan preventif menaikkan suku bunga acuan BI 7 day repo rate jika dibutuhkan. "Tapi tidak selalu one to one, misalnya Fed Fund Rate naik 4 kali kita juga naik 4 kali. Belum tentu seperti itu juga. Karena kami melihat bagaimana kondisi ekspektasi depresiasi dijaga. Bagaimana shooting tidak terjadi, sentimen confidence bagaimana masyarakat terhadap rupiah dijaga," tutupnya. Nilai Tukar di 2019 BI sendiri memproyeksi ekonomi nasional sepanjang 2018 akan tumbuh di kisaran 5,1-5,5%. Angka tersebut masih hampir sama dengan yang ditarget pemerintah yakni 5,4%. Selain itu, Bank Indonesia juga memproyeksikan tingkat inflasi berada di level 3,6% di 2016. Sedangkan nilai tukar rupiah rata-rata Rp 13.800-Rp 14.100 per US$ di sepanjang 2018. "Tekanan nilai tukar pernah Rp 14.300 seminggu terakhir sejak 24 Mei, sekarang Rp 13.780 dan cukup stabil sejak minggu lalu," jelas dia. Untuk merealisasikan hal tersebut, Perry mengungkapkan ada 3 hal yang dilakukan. Pertama, memastikan ekonomi nasional dalam kondisi baik. Kedua, menjaga stabilitas dengan mengambil keputusan. Ketiga, menjalin komunikasi terus menerus terhadap pelaku ekonomi. "Itulah kami sepakat untuk pemerintah perkuat koordinasi, memperkuat stabilitas, dalam konteks nilai tukar, inflasi rendah," jelas dia. Sedangkan untuk 2019, Bank Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi di level 5,2-5,6p, inflasi 3,5% plus minus 1%, nilai tukar rupiah Rp 13.800-Rp 14.100 per US$. "Untuk 2019. Sejumlah potensi mendorong pertumbuhan dari sisi global itu yang cukup baik, harga komoditas yang tinggi membuat kinerja ekspor kita baik, stimulus fiskal juga mendorong pertumbuhan dan juga membaiknya investasi swasta, menggerakan permintaan domestik," tutup dia.(dtc)

Sumber: