BPJS Dibayang-Bayangi Defisit Keuangan

BPJS Dibayang-Bayangi Defisit Keuangan

Jakarta-Bayang-bayang defisit keuangan masih membayangi kondisi BPJS Kesehatan. BPJS Watch menyatakan, bayang-bayang defisit tersebut tercermin dari Rencana Kinerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) BPJS Kesehatan 2018. Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch mengatakan, dalam RKAT tersebut, direksi BPJS Kesehatan menganggarkan penerimaan dan pembiayaan BPJS tahun 2018 dalam keadaan defisit. Untuk penerimaan, mereka menargetkan bisa mendapatkan Rp79,77 triliun. Sementara itu, untuk pembiayaan, mereka memperkirakan mencapai Rp87,80 triliun. Dengan kata lain, ada defisit sebesar Rp8,03 triliun yang sudah direncanakan oleh BPJS Kesehatan. Selain dari RKAT tersebut, cerminan defisit juga bisa dilihat dari realisasi penerimaan iuran yang berhasil dibukukan BPJS pada sepanjang Januari-Februari kemarin. Timboel mengatakan pada periode tersebut penerimaan yang berhasil dibukukan BPJS Kesehatan hanya mencapai Rp12, 92 triliun. Padahal, pembiayaan yang sudah dikeluarkan mencapai Rp 14,74 triliun. "Dalam dua bulan saja sudah terjadi defisit Rp 1,82 triliun atau kalau dirata-rata Rp910 miliar per bulan," katanya seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (28/5). Timboel berharap pemerintah segera mencari solusi atas permasalahan tahunan yang menimpa kas BPJS Kesehatan. Salah satu solusi yang dia minta segera dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan pendapatan dari penerimaan iuran. BPJS Watch mencatat bahwa selama ini upaya meningkatkan penerimaan dari iuran, khususnya dari golongan pekerja penerima upah badan usaha (PPU BU). Catatan BPJS Watch, sampai dengan 1 Maret kemarin, jumlah peserta BPJS Kesehatan dari golongan tersebut baru mencapai 12 juta. Jumlah peserta tersebut masih kalah jika dibandingkan dengan peserta Program Jaminan Hari Tua dari golongan pekerja penerima upah badan usaha yang pada periode sama sudah tembus 14 juta. Timboel mengatakan penerimaan itulah yang sebenarnya harus digenjot direksi BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan harus meningkatkan kinerjanya supaya penerimaan pendapatan dari peserta tersebut memenuhi harapan. Selain itu, BPJS Kesehatan juga harus menggunakan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2017 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan kesehatan Nasional untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap peningkatan kepesertaan dari golongan PPU BU. "Peserta PPU BU punya potensi tinggi dan sudah disadari direksi BPJS Kesehatan, karena di 2017 penerimaan iuran peserta tersebut sudah ditarget Rp28 triliun tapi gagal dicapai dan 2018 malah ditargetkan Rp23,62 triliun. Harusnya target tetap dipatok Rp28 triliun dalam RKAT 2018," katanya. Selain peningkatan penerimaan iuran, BPJS Watch, kata Timboel, juga meminta pemerintah untuk melakukan kendali biaya di rumah sakit. Ia minta agar direksi fokus mengawal perjanjian kerja sama. "Tujuannya supaya kecurangan yang dilakukan rumah sakit, seperti upcoding, readmisi bisa diturunkan," katanya. Usulan lain, mengevaluasi kinerja seluruh kementerian dan lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program BPJS Kesehatan. Timboel meminta kepada pemerintah untuk tidak segan menjatuhkan sanksi kepada instansi yang berkinerja buruk dalam menjalankan program tersebut.(CNN/agt/bir)

Sumber: