Liverpool vs AS Roma, Serba Salah

Liverpool vs AS Roma, Serba Salah

LIVERPOOL-Mohamed Salah tak pernah gentar melawan klub mana pun. Klub dream team seperti Manchester City yang punya defense termahal di Inggris saja bisa dia jebol tiga kali dan dua kali mencatat assist dari empat head to head-nya musim ini. Salah juga sukses menghukum Chelsea sebagai klub yang menyia-nyiakan potensinya, tiga musim silam. Asal, jangan AS Roma. “Itu (bersua Roma) takkan mudah, saya mencintainya, saya cinta kota itu dan saya tahu kalau mereka juga mencintai saya. Jadi, laga ini takkan mudah bagi saya, laga yang penuh emosi,” ungkap Salah, dalam wawancaranya kepada Sky Sports. Ya, beban dari sisi emosional itu yang akan dia hadapi dini hari nanti WIB. Tepatnya saat Salah membela Liverpool dalam leg pertama semifinal Liga Champions di Anfield, Liverpool (Siaran langsung SCTV pukul 01.45 WIB). Tak hanya beban emosional kedekatannya dengan Daniel De Rossi dkk. Kecuali mereka yang datang ke Trigoria musim ini, hampir semua penggawa Roma sudah memahami karakter permainan Salah. “Dua musim kami bermain bersama, mereka paham cara mainku seperti apa. Begitu pun saya yang sudah tahu karakter mereka,” lanjut Lionel Messi-nya Mesir itu. Apalagi, Salah tidak jauh berbeda dengan ketika dia masih jadi bagian Roma. Salah pun main sebagai winger kanan. Sama seperti di Anfield saat ini. Tapi, Salah paham. Dia sudah bukan lagi pemain Roma, meski dia masih mencintai klub berlogo serigala itu. “Setelah delapan musim berlalu, semuanya sudah berkebalikan,” lanjutnya. Faktanya dari delapan gol Liga Champions-nya musim ini, empat di antaranya dicetak Salah di Anfield saat main sebagai starter. Faktor itulah yang disebut Eusebio Di Francesco sebagai allenatore Roma nilai plus bagi anak asuhnya dini hari nanti WIB. EDF, yang baru datang ke Trigoria musim ini, memang tidak membesut Salah. “Saya tak butuh saran dari mereka. Faktanya, banyak pemain kami yang telah mengenalnya (Salah) dengan benar,” ungkap Di Francesco, dilansir The Guardian. Salah satunya center back Kostas Manolas. Musim lalu Manolas masih satu klub dengan Salah di Roma. Manolas menyamakan Salah seperti Lionel Messi, mesin gol Barcelona yang di perempat final lalu kesulitan menembus gawang Allison. Selain sama-sama beroperasi di sayap kanan, Messi dan Salah juga sama-sama punya kekuatan dari dribbling dan kecepatannya. “Kami menghentikan Barca dan Messi dengan kerja tim, begitu pula dengan Salah, kami akan lakukan hal serupa. Kami takkan me-marking Salah,” ungkap Manolas, dalam wawancara dengan La Stampa. Di Roma, Salah lebih berperan sebagai penyuplai passing dan assist, faktor penunjang counter attack-nya Roma. Tak cuma barisan pemain bertahan seperti Manolas yang telah memahami trik-trik Salah saat sesi latihan. Begitu pula kiper Allison yang sudah mengenal karakter ofensif Salah. Baik di sisi finishing ataupun passing-passing-nya. Dilansir The Independent, Kevin Strootman sebagai gelandang Roma menyebut timnya sudah punya taktik meredam Salah. Begitu pula dengan Roberto Firmino dan Mohamed Salah. “Saya takkan menjelaskannya (taktik meredam Salah). Ini tentang pertahanan ala Italia, dan saya harap itu akan menyusahkan dia,” tutur Strootman. Sepanjang Liga Champions ini, Roma kebobolan 13 gol. Dengan defense yang kokoh, Strootman berharap itu berefek pada konfidensi Salah. “Saya ingin dalam dua leg ini dia kehilangan konfidensinya,” harap gelandang berusia 28 tahun itu. Klopp, dalam konferensi persnya di Melwood tadi malam WIB menyebut Salah telah berbeda seperti saat di Roma. “Di sana dia lebih melebar, membuka ruang bagi Edin Dzeni. Dia di sini dengan interpretasi Bobby Firmino dengan lari kudanya memberi banyak ruang baginya (Salah),” ungkapnya, dikutip situs resmi klub. Bentrokan Liverpool kontra AS Roma di leg pertama semifinal Liga Champions tak ubahnya pembuktian siapa yang terbaik antara Juergen Klopp dan Eusebio Di Francesco. Ya, kedua pelatih memang memiliki karakter hampir mirip. Bahkan, bisa dibilang, Di Francesco adalah versi mini Klopp untuk urusan taktik. Sama-sama mengandalkan formasi utama 4-3-3, keduanya juga piawai meracik taktik darurat yang masih bisa menghadirkan hasil positif bagi tim. “Saya kira itu (gagalnya Barcelona, Red) adalah lelucon. Bukan. Bukan lantaran saya tidak menghormati AS Roma. Melainkan sebaliknya,” kata Klopp seperti dilansir Liverpool Echo sesaat setelah Giallorossi menang 3-0 dari Barca di leg kedua perempat final Liga Champions (11/4). “Mereka sudah kehilangan Mohamed Salah namun tetap lolos ke semifinal. Itu luar biasa,” sambung pelatih berkebangsaan Jerman itu. Bukan hanya Salah. Roma musim ini juga kehilangan beberapa pilar penting lainnya. Yakni Antonio Ruediger, Emerson, dan Leandro Paredes. Lebih jauh, Roma musim ini juga baru saja berganti pelatih dari Luciano Spalletti. Itu belum termasuk pensiunnya sang pangeran Francesco Totti. Kemenangan kontra Barca juga berkat perjudian Eusebio yang menerapkan pola back three. Musim ini, dari dua laga Roma memakai tiga bek, Daniele De Rossi dkk tidak pernah kalah. Hal serupa berlaku bagi Klopp yang sempat memakai sekali skema tiga bek musim ini dan hasilnya menang. “Liverpool memiliki kemiripan dengan kami,” kata De Rossi kepada Roma TV. “Mereka mengalahkan Manchester City yang saya rasa menjadi favorit di semua ajang mereka musim ini dengan pelatih yang membuat saya gila (Pep Guardiola, Red)! Mereka memainkan sepakbola yang bagus,” sambung gelandang 34 tahun itu. Kesamaan Klopp dan Di Francesco bukan sekadar dari taktik. Jalan karir keduanya pun hampir mirip. Saat ini, Kloppo memang berstatus salah satu pelatih dengan jam terbang tinggi di Eropa. Namun, saat dia pindah dari Mainz ke Borussia Dortmund pada 2008 statusnya sama dengan Di Francesco yang musim lalu menukangi Sassuolo. Itu semua berubah hanya dalam dua musim saat Die Borussen kampiun Bundesliga 2010-2011 dan double winners domestik semusim berselang. Itu belum termasuk runner up Liga Champions 2012-2013. Ya, bila mampu mengatasi The Reds di semifinal dan bablas juara, Di Francesco bisa melampaui jejak rekam Klopp di Liga Champions. Satu lagi yang membuat Liverpool dan Roma mirip, yakni mereka sama-sama berstatus underdog. “Saat saya mendengar nama Liverpool, saya berpikir mengenai respek terhadap tim besar, dengan fans yang sangat fanatik. Mereka adalah salah satu role model untuk diikuti,” ucap Totti yang kini menjabat direktur Roma kepada situs resmi Liverpool. (jpg)

Sumber: