Kembalikan Lagi Gairah Eropa
ROMA - Andai yang lolos ke semifinal Liga Champions adalah Barcelona dan Manchester City, mungkin sensasi yang terjadi kemarin dini hari biasa saja karena keduanya memang superior di liga masing-masing musim ini. Namun, menjadi istimewa karena hal tersebut terjadi ke AS Roma dan Liverpool yang bahkan masih harus berjuang mengamankan posisi di empat besar klasemen. Lolosnya kedua klub juga membuat Liga Champions lebih "seru". Sebab, di dua slot semifinal lainnya, sangat mungkin diisi tim lain yang memang langganan, yakni Real Madrid dan Bayern Muenchen. Kedua klub itu sama-sama menang di leg pertama dan sangat diuntungkan di leg kedua dini hari nanti karena berstatus tuan rumah. Faktor lainnya, yang dilakukan Roma dan Liverpool untuk menembus semifinal bisa dibilang epik, terutama Roma. Tim polesan Eusebio Di Francesco itu tampil di empat besar Liga Champions untuk kali pertama dalam 34 tahun setelah hanya unggul gol tandang (agregat 4-4) dari Barcelona pasca menang 3-0 di Olimpico kemarin. Perjudian pelatih 48 tahun itu juga sukses. Ya, Di Francesco menerapkan formasi 3-5-2 dengan Edin Dzeko dan Patrik Schick sebagai ujung tombak. Nah, saat bertahan, formasi tersebut bertransisi menjadi 5-3-2. Taktik ini sukses meredam Lionel Messi dkk karena dibarengi dengan high press. Pakem tersebut terbukti jitu meredam agresivitas Messi, Luis Suarez, dan Andres Iniesta. Bahkan, rekor unbeaten di 38 jornada La Liga yang baru dibukukan pekan lalu seolah menguap begitu saja di Olimpico. Roma menjadi tim ketiga dalam sejarah Liga Champions yang mampu membalik keadaan di leg kedua fase knock out setelah defisit tiga gol di leg pertama. Dua tim lainnya adalah Deportivo La Coruna (2003-2004) dan Barcelona musim lalu. Roma juga berhasil menapak sukses mereka melawan Barcelona di musim 2001-2002 dengan skor serupa. Bahkan, dua protagonista kala itu, Francesco Totti dan Antonio Cassano hadir di tribun Olimpico kemarin. “Saya mengambil keputusan itu (memainkan formasi 3-5-2, Red) karena ingin kami bermain lebih melebar yang membuat kami bisa mengandalkan serangan balik. Namun, yang benar-benar berpengaruh adalah filosofi bermain dengan memanfaatkan lebar serangan,” kata Di Francesco kepada Reuters. Hanya saja, serangan dari sisi lapangan tidak melulu jadi aliran utama Roma untuk menyerang Barca. Sebab, Barca juga bisa membaca itu. Di luar dugaan, saat tim polesan Ernesto Valverde lebih fokus meredam Roma dari sektor sayap, serangan dari tengah justru membunuh mereka. Dua awal gol Roma jadi bukti sahih. Dan, Dzeko menjadi sosok penting agar skema tersebut berhasil. Golnya di menit keenam yang berhasil melewati penjagaan Samuel Umtiti dan Gerard Pique adalah jawabannya. Hadiah penalti bagi Roma yang sukses dieksekusi De Rossi pada menit ke-58 juga berasal dari pola serangan serupa. Bedanya, Pique kali ini melanggar Dzeko. Kemenangan tersebut membuat Roma berhasil mempertahankan rekor tidak kebobolan mereka selama berlaga di Olimpico. Spirit mereka pun berlipat menyongsong Derby della Capitale melawan Lazio (16/4) yang juga krusial untuk posisi empat besar Serie A. “Sangat menyakitkan. Sebab, kami tidak memprediksi akan kalah seperti ini dan kami gagal beradaptasi dengan permainan mereka,” kata Iniesta seperti dilansir Football Italia. Bahkan, kemarin ini bisa jadi mungkin laga Liga Champions terakhir eks gelandang timnas Spanyol itu. Sebab, sangat mungkin dia melanjutkan karir di Tiongkok musim depan. Kekalahan 1-2 yang diderita City memang tidak semenyakitkan Barca. Namun, dengan berlaga di Etihad dan unggul cepat melalui gol Gabriel Jesus di menit kedua, adalah kekecewaan tersendiri. Itu membuat Liverpool menjadi tim pertama yang bisa menang tiga kali dari tim polesan Pep Guardiola dalam semusim. Ini juga jadi semifinal pertama The Reds di Liga Champions sejak 10 musim silam. “Sebenarnya, pertandingan malam ini (kemarin, Red) sangat sulit. Apalagi dengan kebobolan di menit awal,” kata tactician Liverpool Juergen Klopp. “Namun, kami juga membutuhkan sedikit keberuntungan dari formasi yang sedikit bertahan kali ini. Terlepas dari hasilnya, saya menyadari bahwa cukup sulit untuk menerapkannya (permainan bertahan menghadapi City, Red),” lanjut eks pelatih Borussia Dortmund itu. (jpg/bha)
Sumber: