JK Ungkap 2 Kriteria Sosok Calon Pendamping Joko Widodo

JK Ungkap 2 Kriteria Sosok Calon Pendamping Joko Widodo

JAKARTA – Berpengalaman dua kali menjadi wakil presiden, Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan dua kriteria penting sosok yang cocok mendampingi Joko Widodo. Yakni orang yang bisa menambah suara dan memiliki kemampuan setara presiden. Pria 75 tahun yang tiga kali mengikuti pilpres itu mengungkapkan bahwa kriteria pendamping Jokowi itu harus menambah elektabilitas. Artinya sosok tersebut harus memiliki basis massa yang berbeda dengan Jokowi. Selain itu, sosok tersebut juga bisa memainkan peran sebagai seorang wakil presiden. “Ya elektabilitas dan siapa yang bisa membantu (Jokowi, Red),” ujar JK usai jalan sehat bersama Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) di area car free day bundaran Hotel Indonesia, kemarin (25/3). Di kesempatan berbeda, JK pun menyebutkan seorang wakil presiden itu juga harus memiliki kemampuan menjadi presiden. Lantaran dua wakil presiden yakni yakni BJ Habibie dan Megawati Soekarnoputri menjadi presiden. “Tidak boleh asal milih karena dia bisa jadi presiden juga,” kata JK. Dia sendiri sudah beberapa kali menyatakan tidak ingin ikut lagi dalam pilpres. Pada saat jalan sehat itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga turut serta menemani JK. Disinggung kemungkinan Anies menjadi calon wakil presiden, JK menuturkan semua orang memang berkesempatan dipilih menjadi cawapres. Namun, dia berharap Anies lebih fokus untuk DKI Jakarta saja untuk saat ini. “Tapi sekarang konsentrasi di DKI Jakarta,” ungkap JK. JK memang dianggap sebagai salah satu tokoh yang mendorong Anies maju dalam Pilgub Jakarta untuk berpasangan dengan Sandiaga Uno. Apakah JK akan kembali mengajukan Anies untuk maju dalam kontestasi di Pilpres 2019? JK menjawab dengan tersenyum. Dia menuturkan bahwa kewenangan untuk mengusung pasangan calon itu ada pada partai. “Itu yang mengajukan partai-partai,” kata dia. Tokoh lain yang muncul sebagai cawapres Jokowi adalah Ketum Patai Golkar Airlangga Hartarto. Pertemuan Jokowi yang berkaus kuning dengan Airlangga di Istana Bogor, Sabtu (24/3) lalu mendapat perhatian serius dari pengurus partai beringin. Jika isyarat meminta itu nyata, Partai Golkar menyatakan siap melakukan konsolidasi internal demi fokus mengusung Airlangga sebagai Cawapres pendamping Jokowi. Korbid Pemenangan Pemilu Sumatera DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menyatakan, isu memasangkan Airlangga dengan Jokowi semakin menjadi pembicaraan serius di Rakernas Partai Golkar 22-23 Maret. “Bila sebelumnya diskusi tentang itu masih bersifat sambilan, pada saat Rakernas dan ke depan dapat dipastikan akan menjadi topik diskusi utama,” kata Doli kepada wartawan, kemarin. Walaupun di dalam Rakernas itu tidak menjadi isu formal yang diagendakan, sudah ada dinamika mengarah ke situ. Dalam pidato pembukaan rakernas, Airlangga mengatakan selama satu periode terakhir Jokowi cukup nyaman didampingi kader Golkar sebagai wapresnya. Golkar pun siap memberikan kenyamanan kepada Jokowi untuk periode lima tahun ke depan. Kemudian dalam pernyataan sebelumnya di DPP, Airlangga juga mengatakan bahwa Golkar tidak akan mengajukan cawapres kepada Jokowi. Doli menilai, dari pernyataan itu jajaran DPP menterjemahkan bahwa betul Partai Golkar tidak akan mengajukan nama cawapres kecuali diminta oleh Jokowi. Namun, di sisi lain, Golkar harus siap bila satu waktu diminta Jokowi. Oleh karena itu jajaran pengurus Partai Golkar harus juga mempersiapkan diri. “Artinya dalam waktu-waktu konsolidasi internal untuk meraup dukungan rakyat seluas-luasnya dan pembentukan jaringan relawan khusus pemenangan Jokowi, harus ditambahkan dengan isu dukungan kepada Airlangga Hartarto sebagai Cawapres,” jelas koordinator Generasi Muda Partai Golkar itu. Doli menambahkan, isu Airlangga Cawapres ini akan dimasukkan dalam agenda pembicaraan saat Partai Golkar berkomunikasi dan melakukan konsolidasi ke seluruh DPD-DPD baik provinsi maupun kabupaten/kota. Doli optimis hal itu juga akan menambah semangat seluruh kader untuk menaikkan elektabilitas Golkar dan Jokowi guna memenangkan pileg dan pilpres. “Sehingga pada saatnya bila memang diminta Pak Jokowi, Golkar sudah siap mendorong kader utamanya yaitu Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto,” tandasnya. Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Nasyirul Falah Amru mengatakan, pertemuan antara Jokowi dan Airlangga merupakan sesuatu yang lumrah. Hal itu bagus untuk mempererat silaturahmi antarsesama tokoh. “Sangat dini kalau kita membicarakan kemungkinan Airlangga menjadi cawapres Jokowi,” terang dia kepada Jawa Pos kemarin. Menurut Sekjen PP Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) itu, saat ini PDI Perjuangan masih menjalin komunikasi intensif dengan seluruh parpol pendukung pemerintah ataupun yang di luar pemerintahan. Jadi, cawapres yang nantinya diusung merupakan hasil kesepakatan bersama semua partai pengusung. Gus Falah, sapaan akrab Nasyirul Falah Amru mengatakan, partai banteng sendiri juga mempunyai kader-kader potensial yang bisa diusung cawapres. “Tapi, semua keputusan ada di tangan Bu Megawati sebagai ketua umum PDI perjuangan. Kami tegak lurus perintah beliau,” tutur anggota badan pemenangan (BP) pemilu DPP PDIP itu. Habiburokhman, Ketua DPP Partai Gerindra mengatakan, partainya menghormati langkah politik yang dilakukan Jokowi dan Airlangga. Keduanya mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pemilu. “Kalau Airlangga jadi cawapres Jokowi, ya woles-woles saja,” kata dia saat ditemui usai diskusi di salah satu hotel di Jalan Cikini. Saat ini, Partai Gerindra juga sibuk menyiapkan deklarasi Probowo Subianto sebagai capres. Semua daerah, bahkan semua ranting mendukung ketua umum Partai Gerindra sebagai capres. Menurut dia, hal itu menunjukkan bahwa keputusan mengusung mantan Danjen Kopassus itu bukan dari elite partai, tapi langsung dari bawah. Dukungan secara tertulis sudah disampaikan, sekarang tinggal acara deklarasi. Rencananya, ujar dia, deklarasi akan dilakukan pada akhir bulan ini atau awal April mendatang. Pengumuman akan dilakukan satu paket dengan cawapresnya. Siapa yang akan mendamping Prabowo? Habiburokhman masih enggan menyebutkan namanya. Yang jelas, ada beberapa partai yang bergabung bersama Partai Gerindra. Ada PKS, PAN dan partai lainnya. “Nanti ditunggu pengumumannya,” ucapnya. Poros ketiga Selain nama Jokowi dan Prabowo, diprediksi akan muncul poros ketiga pada Pilpres 2019. Potensi poros ketiga itu muncul dalam survei yang dirilis oleh Political Communication (PolcoMM) Institute kemarin (25/3). Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mempunyai kans kuat menjadi capres dari poros ketiga. Riset yang dilakukan pada 18-21 Maret 2018 lalu itu melibatkan 1.200 responden. Mereka ditanya tentang berapa pasang calon yang sebaiknya bertarung sebagai capres–cawapres. Direktur Eksekutif PolcoMM Heri Budianto mengatakan sebanyak 41,15 persen responden menjawab sebaiknya dua pasang calon. Sedangkan 37,47 persen tiga pasangan. Sementara 13,50 persen menjawab tidak tahu dan 7,78 persen melawan kotak kosong. Selain itu, kata Heri, pihaknya juga bertanya apakah poros ketiga akan terbentuk? Sebanyak 30,45 persen menjawab akan terbentuk, 20,19 persen tidak yakin akan terbentuk, dan mayoritas responden 49,36 persen menjawab tidak tahu. “Kami juga tanya jika poros ketiga terbentuk siapa yang pantas menjadi capares,” ucap Heri saat mempresentasikan hasil surveinya di Hotel Alia, Cikini kemarin. Menurut dia, sebesar 21,00 persen menilai AHY layak diusung sebagai capres poros ketiga. Kemudian disusul Zulkifli Hasan, ketua umum PAN sebesar 15,33 persen, mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo 12,33 persen, Mahfud MD 10,25 persen, dan Muhaimin Iskandar, ketua umum PKB 9,42 persen. Siapa yang pantas menjadi calon wakil presiden (cawapres) poros ketiga? 21,25 persen menyatakan Zulkifli Hasan layak menjadi cawapres, AHY (19,25), Gatot Nurmantyo (17,17), Muhaimin Iskandar (9,75), dan Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra (8,33). Heri mengatakan, estimasinya poros ketiga diusung Partai Demokrat, PKB dan PAN. Sedangkan poros kedua diusung Partai Gerindra dan PKS dengan capresnya Prabowo Subianto. “Suaranya cukup mengusung Prabowo,” kata dia. Sementara, poros pertama diusung lima partai, PDIP, Partai Golkar, PPP, Partai Hanura, dan Partai Nasdem yang mengusung Jokowi sebagai capres. Dia menambahkan, jika salah satu dari tiga partai poros ketiga berpindah halungan, koalisi itu tidak akan terbentuk. Misalnya, PKB mengalihkan dukungan ke Jokowi atau Prabowo, maka tidak akan ada poros ketiga, karena suaranya tidak mencukup untuk mengusung capres sendiri. Terkait akan munculnya poros ketiga, Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Roy Suryo mengatakan, poros ketiga bisa saja terjadi. Tapi, yang paling besar kemungkinannya adalah dua poros. Begitu juga peluang AHY sebagai capres, semuanya mungkin saja terjadi. Apalagi sekarang putra pertama Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhyono (SBY) itu rajin keliling daerah. “Untuk mencari masukan dari masyarakat,” terang dia. Menurut dia, saat ini AHY sebagai Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) bertanggungjawab menjaring aspirasi dan membesarkan partai. Untuk itu, dia berkunjung ke beberapa daerah. Roy mengatakan, karir politik AHY masih sangat panjang, karena usianya masih muda. “Agustus depan usianya masih 40 tahun,” tutur dia. Walaupun tidak menjadi capres atau cawapres sekarang, masih ada waktu bagi mantan calon Gubernur DKI Jakarta itu. Wasekjen DPP PDIP Eriko Sotarduga mengatakan, tiga bulan lalu, pihaknya sudah pernah menyampaikan peluang poros ketiga. Menurut dia, untuk mengusung poros ketiga sangatlah berat. “Apakah tokoh-tokoh mau mengalah,” terang dia. Tentu, tokoh yang mengusung poros ketiga akan meminta posisi capres atau cawapres. Jika tidak ada yang mengalah, maka koalisi tidak akan terbentuk. Memang, tutur dia, tidak ada yang pasti. Yang paling besar ialah dua pasangan. (jpg/bha)

Sumber: