Perguruan Tinggi Asing Beda Segmen

Perguruan Tinggi Asing Beda Segmen

JAKARTA – Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir memastikan keberadaan perguruan tinggi (PT) asing tidak akan memengaruhi PT Indonesia. Menurutnya, PT asing mempunyai perbedaan segmen atau peminat. Sehingga, meskipun nantinya banyak PT asing, keberadaan PT Indonesia tetap akan aman. Lebih lanjut, Nasir mengatakan dengan adanya PT asing di Indonesia akan memberikan kesempatan kepada mahasiswa Indonesia untuk menempuh pendidikan tingginya di dalam negeri. "Selama ini sangat banyak mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikannya di luar negeri. Seperti contoh saja di Australia ada kurang lebih 25 ribu," terangnya. Padahal, biaya untuk mengenyam pendidikan di negara lain pastilah membutuhkan biaya yang sangat besar. Karena, selain harus mengeluarkan uang untuk pembiayaan kuliah per semester, juga untuk biaya hidup selama tinggal di luar negeri. "Padahal biayanya juga tidak sedikit, kalau ini dibiarkan, lama-lama bisa menjadi capital life. Sedangkan jika perguruan tinggi asing di Indonesia, otomatis mahasiswa Indonesia tidak perlu mengeluarkan biaya hidup seperti saat tinggal di luar negeri," katanya. Selain itu, nantinya keberadaan PT Asing ini juga akan mampu menarik mahasiswa asing untuk tinggal di Indonesia. Untuk itu, Nasir meminta kepada semua pihak untuk tidak khawatir terkait keberadaan PT asing di Indonesia. Meski begitu, Nasir berpesan kepada setiap PT asing untuk tidak melakukan hal-hal yang melanggar di dunia pendidikan. Seperti jual beli ijazah dan hal yang lainnya. "Kalau untuk dunia pendidikan kami tidak akan main-main," tandasnya. Untuk itu, Nasir meminta perguruan tinggi harus menyesuaikan sistem dan program pendidikan agar relevan dengan revolusi industri 4.0. Salah satunya melalui rekonstruksi kurikulum yang bisa meningkatkan kompetensi mahasiswa. "Kurikulum harus sesuai kebutuhan era digital seperti ilmu coding, big data, artificial intelligence dan lainnya. Selain itu menggunakan format baru dalam proses pembelajaran mulai dari face to face, blended learning, maupun full online learning,” ujar Nasir.. Dia menyebutkan, tantangan ekonomi digital sudah di depan mata. Berdasarkan kajian World Bank tahun 2017, diperkirakan 75-375 juta tenaga kerja global akan beralih profesi, di mana 65 persen jenis pekerjaan masa depan belum ditemukan. Akan muncul jenis pekerjaan baru akibat revolusi industri 4.0. "Artinya perguruan tinggi harus mampu mengantisipasi peralihan jenis pekerjaan di era ekonomi digital ini dengan menyiapkan kompetensi dosen dan kurikulum yang tepat,” ujar Nasir. Kemenristekdikti telah menyiapkan langkah dan kebijakan bidang riset, inovasi dan pendidikan tinggi untuk menghadapi tantangan revolusi industri 4.0. Dunia kerja di era ekonomi digital membutuhkan kombinasi berbagai kompetensi berbeda dengan yang selama ini diberikan oleh sistem pendidikan tinggi. (jpnn/mas)

Sumber: