KPK Tetap Kejar Novanto
JAKARTA-Posisi hukum Setya Novanto di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum aman. Meski telah memenangkan praperadilan, lembaga antirasuah tengah mengkaji untuk menetapkan ketua DPR itu sebagai tersangka lagi. Indikasi ini disampaikan Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang saat ditanya kemungkinan untuk mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru untuk suami Deisti Astriani Tagor tersebut. "Ya, kita lagi kaji secara detail seperti apa langkah-langkah kita. Kita ini pelan-pelan. Intinya adalah itu tidak boleh berhenti. Itu harus lanjut karena kami digaji untuk itu," ucap Saut, di gedung KPK Jakarta, Kamis (5/10). Namun demikian, kata pria kelahiran Medan Belawan ini, KPK tidak ingin terburu-buru dalam memutuskan langkah yang akan dilakukan menyikapi lolosnya Novanto dari status tersangka KPK. "Tapi harus kalem, harus pelan, harus prudent. Kemudian kita mengevaluasi lagi di mana lobang-lobangnya harus kita tutup. Kelemahan-kelemahan harus kita tutup oleh sebab itu kita harus pelan-pelan dulu untuk kemudian kita prudent ke depan," tegasnya. Untuk diketahui, setelah memenangkan pra peradilan atas penetapannya sebagai tersangka oleh KPK, Novanto dikecal bepergian ke luar negeri oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas permintaan KPK. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan adanya indikasi aliran dana kepada sejumlah pejabat Indonesia dari saksi KTP-el Johannes Marliem, yang tewas di rumahnya pada Agustus lalu. Apalagi sebagian sudah terungkap dalam proses persidangan di Amerika Serikat dan Pengadilan Tipikor Jakarta. "Yang pasti ada bukti yang menunjukkan indikasi aliran dana pada sejumlah pejabat di Indonesia yang sedang diproses di peradilan di Amerika," ujar Juru Bicara KPK di markas antirasuah, Kuningan, Jakarta, Kamis (5/10). Bukti-bukti lainnya juga tengah dikumpulkan. Apakah salah satu bukti yakni pemberian jam tangan Richard Mille senilai USD 135 ribu atau setara Rp 1,8 miliar dari Marliem kepada Novanto, Febri enggan membeberkannya. "Apa saja buktinya, tentu kami tidak bisa sampaikan secara rinci," ucapnya. Namun yang pasti kata Febri, pihaknya sudah bekerja sama dengan otoritas di berbagai negara. Terutama dengan FBI di Amerika Serikat untuk mengumpulkan bukti-bukti tersebut. Sebab di AS sendiri ada tuntutan hukum terkait sejumlah kekayaan yang diduga berasal dari kejahatan atau diduga kejahatan lintas negara. "Kita akan kembali koordinasi dengan FBI terkait bukti-bukti yang sudah didapat di sana," tegas Febri. Kerja sama dalam pengumpulan bukti tersebut kata Febri mengartikan proses penanganan perkara KTP-el masih berjalan dan KPK berkomitmen untuk menuntaskan itu. "Bukti dan kerja sama FBI jadi salah satu faktor makin perkuat penanganan kasus e-KTP yang kita lakukan," pungkasnya. Seperti diwartakan, dalam gugatan yang diajukan pemerintah federal Minesotta kepada Marliem, penegak hukum di sana ingin menyita aset Marliem sebesar USD 12 juta yang mereka yakini didapatkan melalui skandal yang melibatkan pemerintah Indonesia. Dilansir dari wehoville.com, Rabu (4/10), dalam dokumen gugatan tersebut, agen khusus FBI Jonathan Holden menyatakan Marliem mengakui memberikan sejumlah uang dan benda lain kepada pejabat di Indonesia terkait lelang KTP-el pada 2011. Keterangan itu didapatkan Holden dari pemeriksaan terhadap Marliem pada Agustus 2017. Marliem, menurut pengakuan Agen Holden, mengungkap soal pemberian jam tangan Richard Mille kepada Setya Novanto senilai USD 135 ribu atau setara Rp 1,8 miliar. Jam tangan tersebut diberi Marliem di Beverly Hills. Hal serupa disampaikan media staronline, Rabu (4/10), berdasarkan pertanyaan yang diajukan Agen Khusus FBI Jonathan Holden pada Agustus 2017, Marliem mengaku berulang kali memberi suap ke-enam orang pejabat di Indonesia terkait pemenangan lelang proyek KTP-el. Pemberian dilakukan secara langsung maupun dengan perantara. (jpnn/jpc)
Sumber: