Antran Haji Tembus 36 Tahun
JAKARTA - Kuota haji 2017 sudah kembali normal. Indonesia dapat jatah 211 ribu, plus kuota tambahan 10 ribu jamaah. Namun, hal itu ternyata tak signifikan memangkas antrian haji. Bahkan, di beberapa daerah, lama antrean bisa di atas 35 tahun. Antrian haji terlama ada di Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. Di dua kabupaten itu, antrean mencapai 36 tahun. Merujuk data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kemenag, Sulawesi Selatan adalah salah satu provinsi yang menetapkan pembagian kuota haji per kabupaten/kota. Di Bantaeng, kuota hajinya dipatok 185 kursi. Sedangkan saat ini jamaah yang antri mencapai 6.548 orang. Sehingga antrian haji di Kab. Bantaeng sampai 2053 atau 36 tahun. Kepala Subdit Perencanaan Anggaran Operasional dan Pengelolaan Aset Haji Kemenag Sunaryo mengatakan, data per 26 September 2017 daftar antrian haji mencapai 3.419.162 orang. ”Animo masyarakat untuk mendaftar haji begitu tinggi,” katanya di Jakarta kemarin (28/9). Sebagian masyarakat tidak memperdulikan antrian haji. Yang penting bisa daftar dulu, lantas menunggu sampai jadwal keberangkatan. Sementara itu, masa tunggu yang tercepat ada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Kabupaten ini memiliki kuota haji 15 orang. Sedangkan jumlah jamaah yang antri ada 62 orang jamaah. Sehingga antriannya hanya lima tahun saja. Jika dibuat rata-rata, masa tunggu atau waiting list nasional saat ini 17 tahun. Banyaknya jamaah yang ada di dalam daftar antrian serta kian panjangnya masa tunggu, tentu berdapak pada semakin besarnya dana haji. Saat ini dana haji yang terkumpul di Kemenag hampir mencapai Rp 100 triliun. Dana haji yang terkumpul dikelola pada sejumlah investasi keuangan. Diantaranya adalah sukuk yang mencapai sekitar Rp 35 triliun. Khusus untuk sukuk saja, bisa menghasilkan return hingga Rp 1,4 triliun per tiga bulan. Sunaryo menjelaskan, hasil pengelolaan dana haji dikembalikan lagi ke jamaah. Dia mengatakan pengelolaan dana haji harus optimal sebab setiap tahun dana operasional haji membengkak. Dia mencontohkan tahun lalu dana operasional haji mencapai Rp 9 triliun. Kemudian tahun ini dana operasional haji Rp 12,5 triliun. Kenaikan ini diantaranya karena kuota haji kembali normal dan mendapatkan tambahan. Dari total biaya operasional itu, tahun ini seharusnya jamaah membayar ongkos haji Rp 60 jutaan. Tetapi ongkos riil yang dibayarkan jamaah rata-rata hanya Rp 34,890 juta. Sedangkan kekurangannya, sekitar Rp 26 juta, disubsidi dengan hasil pengelolaan dana haji. Jika dikalikan total jamaah haji reguler yang mencapai 204 ribu orang, maka total subsidi mencapai Rp 9 triliun. Sunaryo menegaskan selama ini belum ada sekalipun uang haji diinvestasikan untuk infrastruktur secara langsung. Dia menuturkan dana haji diinvestasikan dalam bentuk deposito, giro, dan sukuk atau surat berharga syariah negara (SBSN). Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Dadi Darmadi mengatakan, panjangnya antrian haji memang tidak bisa dihindari. Sebab di banyak daerah, semangat untuk mendaftar haji begitu tinggi. Yang menjadi tantangan bagi Kemenag adalah memberikan layanan sebaik mungkin selama masa tunggu itu. Diantaranya adalah memberikan sosialisasi dan layanan kesehatan. Sehingga saat keberangkatannya nanti, jamaah benar-benar siap dalam hal ibadan maupun kesehatan. Kemudian dalam pengaturan prioritas jamaah manula, harus dijalankan dengan objektif dan berbasis sistem. ”Sehingga bisa meminimalisir tuduhan-tuduhan seperti praktik jual beli kursi dan sejenisnya,” pungkasnya. (wan/ang)
Sumber: