Pilkada Terancam Batal, Anggaran dari Pemerintah Belum Cair
JAKARTA-Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman, risau. Penyebabnya, dana tambahan untuk Pilkada Serentak 2020 belum juga cair. Akibatnya, semua tahapan, termasuk verifikasi faktual dukungan calon kepala daerah perseorangan berantakan. "Sampai tanggal 24 Juni anggaran belum bisa dicairkan. Kalau ditanya lagi apa perasaan kami, terus terang KPU risau," katanya saat rapat kerja Komisi II dengan KPU dan Bawaslu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/6). Dia menegaskan, tambahan anggaran tersebut sangat dibutuhkan. Terutama Indonesia masih dalam masa pandemi Covid-19. Karena dana belum cair, lanjut Arief, penundaan Pilkada 2020 masih memungkinkan. "Kalau di sebuah daerah anggarannya nggak ada, APBD-nya nggak ada, ya bisa dilakukan penundaan secara lokal. Atau penundaan dilakukan seperti yang diatur dalam perppu, persetujuan KPU, pemerintah, dan DPR. Yakni menunda pilkada secara keseluruhan," paparnya. Akibat belum cairnya tambahan anggaran tersebut, tahapan verifikasi faktual dukungan calon kepala daerah perseorangan harus digeser. Awalnya dari 18 Juni menjadi 24 Juni 2020. Namun, target 24 Juni juga tidak tercapai. Sementara itu, anggota Komisi II dari Fraksi PDIP Johan Budi mengatakan, KPU harus memberi deadline waktu kepada pemerintah agar segera memberikan tambahan anggaran tersebut. Jika tambahan anggaran tak kunjung diberikan, sebaiknya Pilkada 2020 ditunda. "Karena itu, pastikan kapan tanggal terakhir yang bisa diakomodir. Jika itu juga tidak bisa, saya usul ke Komisi II Pilkada ditunda dulu. Karena kayaknya main-main ini, nggak serius pemerintah," terang Johan. Hal senada disampaikan Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia. Dia mendesak pemerintah segera mencairkan anggaran tersebut. Menurutnya, hal ini penting agar pelaksaan Pilkada 9 Desember 2020 dapat bisa berjalan sesuai rencana. "Komisi II DPR mendesak pemerintah segera merealisasikan pemenuhan kebutuhan anggaran Pilkada serentak tahun 2020," tegas Doli. Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) pada Kamis (11/6), DPR bersama Menkeu dan Mendagri menyetujui usulan penambahan anggaran untuk KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk penyelenggaraan Pilkada 2020. KPU mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 4,7 triliun, DKPP sebesar Rp 39 miliar, dan Bawaslu sebesar Rp 478 miliar. Bahkan, Menkeu Sri Mulyani menyatakan siap merealisasikan anggaran pertama senilai Rp 1,02 triliun untuk menjamin kelanjutan tahapan Pilkada 2020 pada 15 Juni 2020. Seperti diketahui, Pilkada 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia. Yakni , meliputi 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Awalnya, hari pemungutan suara Pilkada akan digelar pada 23 September 2020. Namun, karena ada pandemi Covid-19, pencoblosan diundur hingga 9 Desember 2020. KPK diminta mengasi Pilkada. Keterlibatan lembaga antirasuah tersebut bertujuan agar Pilkada bebas korupsi. "Kita juga sudah bicara dengan KPK. Bagaimana pilkada nanti juga diawasi. Jangan sampai terjadi korupsi. Semua pihak dapat memberi masukan atas potensi korupsi yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan pilkada serentak," ujar Menkopolhukam Mahfud MD di Jakarta, Kamis (25/6). Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini berharap pilkada bisa berkualitas. Selain itu, tidak ada celah korupsi. "Secara ilmiah silakan memberi masukan. Terutama bagaimana agar tidak terjadi korupsi. Selain itu, bagaimana agar kualitas pilkada di masa pandemi Covid-19 tidak menurun," imbuhnya. Menurutnya, pilkada tidak mungkin ditunda. Meski saat ini pandemi Covid-19 masih berlangsung. Jika ditunda, maka bisa mengorbankan ekonomi lebih besar lagi. Sedangkan kepala daerah yang menjabat tidak memiliki kewenangan secara definitif. "Kita ingin menghindari daerah yang di Plt-kan. Karena status Plt tidak memiliki kewenangan definitif. Sehingga pemerintah bersama DPR dan KPU memutuskan pilkada tidak mundur lagi. Yakni tetap digelar 9 Desember 2020," paparnya.(rh/fin)
Sumber: