Pembukaan Sekolah Harus Libatkan Komite dan Orang Tua Siswa, Tahun Ajaran Baru Masih Pakai Sistem Jarak Jauh
JAKARTA-Kemendikbud diminta untuk proaktif melakukan kajian dan assessment tentang kesiapan sekolah sambut new normal. Hal ini penting menyusul wacana pembukaan sekolah kembali di era new normal. Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Irman Yasin Limpo menjabarkan, ada sejumlah hal yang harus menjadi catatan ketika ingin kembali membuka sekolah. Dimulai dari penelitian dan pengkajian awal tentang kesiapan. Terutama pada guru dan siswa yang akan terdampak langsung. ”Kajian tersebut harus dilakukan oleh lembaga independen serta kredibel, bukan oleh pemerintah semata,” ujarnya kemarin (9/6). Kemudian, keputusan sekolah untuk mengaktifkan sekolah kembali ini juga wajib melibatkan komite sekolah dengan kehadiran orang tua di atas 50 persen. Sehingga, tak ada keputusan sepihak. Mengingat, pembukaan sekolah di tengah pandemi cukup berisiko. Bukan hanya itu, kata dia, harus ada aturan yang menunjuk siapa yang bakal bertanggungjawab secara hukum dan moral jika ada anak didik yang tertular di sekolah. Apakah kepala sekolah, bupati, gubernur, atau menterinya. ”Ini haru jelas dulu siapa yang bertanggung jawab kalau ada apa-apa. Jangan guru dan kepala sekolah yang jadi tumbalnya,” tegas pria yang akrab disapa None itu. Namun, jika memang Kemendikbud masih gamang soal pengaktifan kembali sekolah ini, ia merekomendasikan untuk mengoptimalkan penggunan sistem daring dalam kerangka home schooling. Skenario ini dapat dilakukan selama satu semester. ”Hentikan DAK sarana dulu di sekolah, fokus pada sistem pengembangan home schooling dan pecegahan covid di sekolah,” ungkapnya. Selain itu, ia juga mendorong agar Kemendikbud segara menyerdehanakan kurikulum dengan melakukan perubahan perubahan yang cukup mendasar dari kurikulum yang ada. Diakuinya, di masa pandemi ini, capaian akademik tidak jadi fokus utama. Siswa didorong untuk memahami kompetensi dasar dan belajar dari situasi yang dihadapi saat ini. ”Banyak contoh kehidupan yang mereka bisa transformasikan ke dalam pembelajaran mereka,” tutur adik bungsu Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo tersebut. Namun, hal itu tidak bisa jalan maksimal karena tidak ada acuan dan parameter yang spesifik dari Kemendikbud. Begitu pula dengan sistem penilaian kinerja kegiatan belajar mengajar dengan pembelajaraan jarak jauh. Sementara itu Analis Kebijakan Publik Wahana Visi Indonesia Tira Maya Malino menyatakan bahwa dari data hasil jajak pendapat suara anak-anak dapat diketahui sekolah merupakan tempat yang jauh lebih baik dibandingkan belajar dari rumah. Dia menyatakan selain wadah bagi anak-anak untuk melakukan relasi pertemanan, proses belajar mengajar di sekolah menjadi pilihan dibandingkan cara belajar dari rumah. ”Kembali ke sekolah adalah saat yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak, maka pemerintah perlu merencanakan jauh hari mengenai skenario kembali ke sekolah,” ujarnya. Belum ditemukannya vaksi Covid-19, maka harus ada manajemen bila kembali ke sekolah diberlakukan. Tira menyarankan perlu memperhatikan wilayah zona penyebaran Covid-19. Selain itu juga tetap berjaga-jaga menghindari klaster baru. Tira meminta agar pemerintah melihat kebijakan di Eropa, Denmark, dan Norwegia. Dia mencontohkan Pemerintah Denmark menyarankan sekolah memberikan prioritas kepada siswa yang akan lulus secara bertahap. Di sana, protokol diberlakukan bagi sekolah dengan menempatkan tempat duduk jarak dua meter terpisah dan membuka jendela ventilasi untuk mematuhi pedoman jarak sosial. ”Norwegia juga menerapkan prinsip bertahap dengan membuka kelas siswa yang lebih senior yang kemudian diikuti bertahap siswa dari kelas yang lebih kecil seiring dengan penurunan tingkat penularan virus corona,” ungkapnya. Selain itu sekolah dibagi menjadi beberapa kelas dan dikelompokkan tidak lebih dari 15 siswa Jiak diterapkan di Indonesia, DKI Jakarta menurutnya sudah membuat tiga skema pembukaan di tahun ajaran baru. Pertama hanya sebagian sekolah yang dibuka. Kedua sebagian sekolah dibuka dengan sebagian siswa yang belajar di sekolah. Ketiga, semua sekolah dibuka tetapi memberi kesempatan sebagian siswa tetap belajar di rumah. ”Hal ini bisa juga menjadi pertimbangan bagi pemerintah daerah lainnya yang memiliki konteks lokal berbeda,” katanya. Dikonfirmasi mengenai kepastian pembukaan sekolah kembali yang dijanjikan sebelumnya, Plt Dirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbud Hamid Muhammad tidak berkomentar banyak. Pasalnya, belum ada keputusan dari gugus tugas percepatan penanganan Covid-19. ”Sampai saat ini belum ada keputusan dari Gugus Tugas. Kita masih menunggu hal tersebut,” ujarnya singkat. Hamid pun tidak memberikan kejelasan ketika ditanya mengenai perihal yang masih jadi perdebatan, sehingga mengakibatkan tak adanya kepastian ini. Termasuk, soal kemungkinan jenjang SMP dan SMA yang bakal dibuka terlebih dahulu di zona hijau. Namun sebelumnya, dia sudah menegaskan bahwa pemda tidak diperkenankan untuk memaksakan sekolah dibuka jika kondisi masih belum memungkinkan. Terpisah, Kemendikbud memastikan tahun ajaran baru akan dimulai bulan depan. ’’Tahun ajaran baru di Indonesia ini seperti tahun-tahun sebelumnya, dimulai di Senin ketiga Juli,’’ terang Kabiro Kerja Sama dan Humas Kemendikbud Evi Mulyani. Namun, bukan berarti kegiatan belajar mengajar akan langsung dilakukan secara tatap muka di sekolah. Nanti proses belajar mengajar tetap menggunakan sistem jarak jauh. Baik online maupun lewat televisi dan radio. Pihaknya masih harus mengkaji secara komprehensif dan berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (GTPPC) tentang proses belajar siswa nantinya. ’’Kami mengutamakan kesehatan dan keselamatan insan pendidikan,’’ lanjutnya. Baik siswa, guru, dan orang tua. Pandemi Covid-19, tutur Evi, justru meningkatkan penggunaan teknologi dalam sistem belajar mengajar. Dia tidak menampik masih ada daerah yang belum mampu menjangkau teknologi. Namun, kondisi pandemi pada akhirnya memaksa mereka untuk cepat beradaptasi dnegan teknologi. Pihaknya yakin dampaknya akan positif kepda dunia pendidikan. (jpg)
Sumber: