Corona Ancam Kebangkrutan UMKM

Corona Ancam Kebangkrutan UMKM

Oleh: Hamdani Seolah kita dipaksa untuk tunduk dan bertekuk lutut dengan mahluk kecil bernama Corona. Kepanikan nampak disetiap pemimpin negara, karena begitu dahsyatnya kerusakan yang disebabkan oleh pandemi virus Corona. Struktur keuangan negara yang terencana kian morat-marit, hingga minus demi kemanusiaan. Akibat pandemi virus corona, China mengalami guncangan ekonomi yang cukup berat, termasuk dalam bidang UMKM. Negara yang sebagian besar prekonomiannya ditopang hampir 30 juta UMKM. Sektor ini telah menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) lebih dari 60 persen. Belakangan sektor UMKM lumpuh, karena berhenti operasional selama pandemi virus Corona. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab perlambatan ekonomi di negara dengan julukan Tirai Bambu. Di Indonesia, sebanyak 64.194.057 UMKM dan 116.978.631 orang yang bekerja di sektor tersebut, juga merasakan dampak buruk akibat Corona. Terutama yang dirasakan oleh pelaku UMKM penjual makanan dan minuman, yaitu usaha mikro sebesar 27 persen, usaha kecil 1,77 persen, usaha menengah 0,07 persen. Kondisi yang sama juga dirasakan oleh industri kerajinan kayu dan rotan untuk skala mikro sebesar 17,03 persen, usaha kecil 1,77 persen dan usaha menengah 0,01 persen (https://republika.co.id). Virus Corona mengancam siapa saja, termasuk pelaku UMKM. Mengingat hampir 34,4 persen pelaku UMKM berada pada lingkungan masyarakat yang terjangkit virus corona, yaitu pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 6,3 persen, orang dalam pemantauan (ODP) sebanyak 12,5 persen, dan orang tanpa gejala (OTG) sebanyak 15,6 persen. Jika pelaku UMKM kurang memperhatikan protokol kesehatan saat pandemi virus Corona, memiliki kerentanan untuk terjangkit virus ini (Riset UMKM, 2020). Pandemi virus Corona sebagai kejadian luar biasa yang sebelumnya tidak dapat diprediksi. Menjadi ancaman kesehatan bahkan kematian, apabila para pelaku UMKM memaksakan untuk tetap beroperasi selama pandemi virus corona. Kondisi ini yang membuat sulit para pelaku UMKM untuk berusaha dimasa pandemi. Pandemi virus Corona mengancam kelangsungan bisnis UMKM di Indonesia. Ancaman ini tidak main-main, yaitu sebanyak 46,2 persen pelaku UMKM tergerus habis keuntungannya dan 46,2 persen pelaku UMKM mengalami kesulita arus kas. Biaya produksi dinilai kurang efisien, yaitu 29,2 persen serta merasakan sulitnya memberikan pelayanan kepada konsumen, yaitu 27,7 persen. Pelaku UMKM juga merasakan akses pasar yang semakin sempit, yaitu 29,2 persen. Namun, bagi sebagian pelaku UMKM yang menjual kebutuhan pokok dan penyedia alat kesehatan, cenderung mengalami peningkatan penjualan. Penurunan penjualan selama pandemi corona berdampak pada penurunan keuntungan yang diperoleh UMKM. Jika keuntungan mengalami penurunan dalam jangka panjang, hal ini akan mengancam keberlangsungan usaha UMKM. Semacam ada kerentanan secara finansial sebagaimana yang diungkapkan Bouey (2020), dimana UMKM secara finansial lebih rapuh dan kesulitan keuangan ketika permintaan pasar turun. Semoga saja dalam masa pandemi ini kita dapat mengambil pelajaran untuk terus berinovasi, sehingga permintaan pasar semakin meningkat. Masa sulit akibat pandemi virus corona menjadi tantangan baru bagi pelaku UMKM. Akibat virus corona sebagian besar UMKM mengalami penurunan omset penjualan hingga 51,25 persen. Bahkan, jika pandemi virus corona terjadi dalam jangka panjang (3-5 bulan mendatang), sebanyak 22,73 persen pelaku UMKM berpotensi mengalami kebangkrutan dan 22,73 persen pelaku UMKM menutup sementara usahanya. Namun, sebanyak 45,45 persen tetap bertahan dan 9,09 persen UMKM yang menjual kebutuhan pokok atau penyedia alat kesehatan tetap eksis. Berharap dalam situasi sulit seperti ini, pemerintah hadir sebagai juru selamat bagi UMKM. Melihat kenyataan yang ada, pemerintah merespon baik dengan mengeluarkan paket kebijakan restrukturisasi kredit, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), dan kebijakan terkait perpajakan bagi UMKM. Masa pandemi ini sangat berat bagi UMKM. Namun, lebih berat lagi menanggung kewajiban angsuran pinjaman beserta bunga bank dan beban pajak. Hal ini membuat semakin terpuruk, jika pemerintah tidak segera merealisasikan kebijakan yang pro terhadap UMKM. Kebijakan pemerintah untuk memberikan kelonggaran dan pembebasan pajak (PPh 22) dan pengurangan pajak (PPh 25), rupanya berbeda dengan yang dirasakan UMKM di bawah. Tidak semua pelaku UMKM mendapatkan fasilitas yang dijanjikan. Sebanyak 56,9 persen pelaku UMKM tidak merasakan manfaat dari kebijakan kelonggaran dan pembebasan pajak (PPh 22) dan sebanyak 58,5 persen pelaku UMKM juga tidak merasakan kebijakan pengurangan pajak (PPh 25). Mengurai permasalahan yang dihadapi UMKM saat pandemi virus Corona, kiranya pemerintah perlu memaksimalkan segala kebijakan terkait dengan pananggulangan masalah yang dihadapi UMKM saat ini. Sehingga, daya imun UMKM semakin kuat dan mampu melewati masa pandemi virus corona dengan tangguh. Berharap dengan kebijakan sebagaimana yang dimaksud, dapat berlaku secara menyeluruh untuk semua pelaku UMKM. Penulis Adalah Dosen, Peneliti dan Kaprodi S1 Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Tangerang.

Sumber: