Napi Korupsi dan Narkotika Dibebaskan, Usulan Yasonna Laoly Cegah Penyebaran Covid-19 di Lapas
JAKARTA – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengusulkan agar Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan segera direvisi. Yasonna mengatakan revisi PP No.9/2012 diperlukan untuk mencegah penyebaran virus Corona di lembaga pemasyarakatan. Pasalnya, saat ini kondisi lapas di Indonesia sudah melebihi kapasitas. Yasonna menuturkan ada empat kriteria narapidana yang bisa dibebaskan dengan revisi PP itu. Mulai dari terpidana narkoba hingga koruptor berusia lanjut dengan syarat yang ketat. "Bagaimana merevisi PP Nomor 99 tentu dengan kriteria ketat untuk sementara ini," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR RI, Rabu (1/4). Yasonna menjelaskan kriteria pertama adalah narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5 sampai 10 tahun dan telah menjalani dua pertiga masa pidananya. "Kami perkirakan per hari ini (berjumlah) 15.482 orang," ucapnya. Adapun, untuk terpidana korupsi, Yasonna mengatakan bisa dibebaskan dengan syarat sudah berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani dua pertiga masa tahanannya. "Jumlahnya [narapidana sudah berusia 60 tahun ke atas] 300 orang," katanya. Sementara kriteria ketiga, Yasonna mengusulkan untuk diberikan kepada narapidana khusus dengan kondisi sakit kronis yang dinyatakan oleh dokter rumah sakit pemerintah. Menurutnya, narapidana tersebut bisa bebas jika sudah menjalankan dua pertiga masa tahanannya. Jumlah terpidana khusus ini jumlahnya 1.457 orang. Terakhir, menurut Yasonna, revisi PP 99 tahun 2012 bisa menyasar untuk membebaskan terpidana warga negara asing yang kini berjumlah 53 orang. "Jadi kami akan laporkan ini di ratas (rapat terbatas) dan minta persetujuan presiden agar kebijakan revisi ini sebagai suatu tindakan emergency dapat kami lakukan," ungkapnya. Usulan Yasonna ini mendapat sorotan sejumlah anggota komisi III DPR. Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menyebut, permenkumham tersebut dinilai diskriminatif. "Saya juga melihat Permenkumham nomor 10 tahun 2020 ini juga diskriminatif. Kenapa napi-napi kasus tipikor tidak dimasukan? Karena ini kan kita bicara soal wabah Corona, apakah pak menteri yakin mereka napi tipikor itu tidak kena virus corona?," kata Nasir dalam rapat komisi III dengan Kemenkumham, Rabu (1/4). Seharusnya, kata dia, permenkumham tidak hanya menyasar narapidana/anak rentan. Tetapi juga narapidana lain seperti narapidana kasus tindak pidana korupsi. "Jadi nggak boleh kemudian PP 99 2012 itu menghambat menteri untuk menyasar yang namanya napi tipikor," ujarnya. Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi III DPR fraksi Partai Gerindra M Syafi'i. Dia menilai, pembebasan napi tersebut merupakan de facto karena wabah corona, sehingga seharusnya juga berlaku bagi napi korupsi dan terorisme. "Jadi saya kira diskriminasi dengan alasan PP saya kira kurang tepat, pembebasan itu benar-benar dilakukan untuk membebaskan nyawa, sehingga opsi-opsi yang rentan, usia lansia dan sebagainya itu saya kira lebih dominan ketimbang sudah menjalani hukuman dua pertiga dan dia bukan tipikor, bukan narkotika, napiter dan sebagainya. Saya kira yang jadi persoalan bagaimana menyelematkan nyawa rakyat Indonesia," ujarnya. Untuk diketahui, PP 99 2012 mengatur tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan permasyarakatan. Dalam aturan tersebut narapidana kasus korupsi dan terorisme tidak termasuk dalam kelompok narapidana dewasa dan anak yang akan dibebaskan terkait pencegahan Covid-19 yang jumlah sekitar 30 ribu napi. Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produkasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Yunaedi menyatakan pembebasan sekitar 30.000 narapidana dan anak menghemat anggaran negara untuk kebutuhan warga binaan pemasyarakatan (WBP) hingga Rp 260 miliar. Yunaedi menjelaskan angka tersebut merupakan hasil penghitungan dari 270 hari (April—Desember) dikalikan Rp 32 ribu biaya hidup (makan, kesehatan, pembinaan, dll), kemudian dikalikan 30.000 orang. Selain menghemat anggaran, Yunaedi juga menilai pembebasan narapidana dan anak tersebut juga akan berdampak pada turunnya angka kelebihan kapasitas atau overcrowding di dalam lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, dan lembaga pembinaan khusus anak (LPKA).(bis/rep)
Sumber: