Jokowi: Kepala Daerah Tak Terapkan ‘Lockdown’

Jokowi: Kepala Daerah Tak Terapkan ‘Lockdown’

Jakarta -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepala daerah tak mengambil kebijakan karantina wilayah (lockdown) dalam mengatasi penyebaran virus corona (Covid-19). Ia mengatakan karantina wilayah adalah penghentian total seluruh aktivitas mulai dari kegiatan hingga akses transportasi umum. "Jadi tidak dalam bentuk keputusan besar, misalnya karantina wilayah dalam cakupan yang besar atau yang sering dipakai lockdown. Lockdown itu apa sih? Karena harus sama (pemahamannya)," kata Jokowi usai meninjau RS Darurat Penanganan Covid-19 Pulau Galang, Kepulauan Riau, Rabu (1/4). "Lockdown itu orang enggak boleh keluar rumah, transportasi berhenti, baik bus, kendaraan pribadi, sepeda motor, kereta api, pesawat, kegiatan kantor, semuanya dihentikan," lanjut Jokowi. Mantan wali kota Solo itu tak mempermasalahkan kepala daerah yang mengambil kebijakan pembatasan dengan istilah 'local lockdown'. Beberapa daerah di antaranya telah melakukan 'local lockdown' dengan membatasi akses masuk di antaranya Tegal, Tasikmalaya, dan Papua. "Saya kira sampai saat ini belum ada yang berbeda, dan kami harap tidak ada yang beda. Bahwa ada pembatasan sosial dan lalu lintas, saya kira itu pembatasan yang wajar daerah ingin mengontrol," ujar Jokowi. Jokowi kembali menegaskan pemerintah saat ini tak akan memilih kebijakan karantina wilayah. Ia mengaku telah mempelajari berbagai kebijakan yang diterapkan negara lain dalam menghadapi wabah covid-19. Menurutnya, tak semua kebijakan itu dapat diterapkan di Indonesia karena terdapat perbedaan kondisi geografis, demografis, karakter budaya, kedisiplinan, hingga kemampuan fiskal. Jokowi lantas memilih menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah diteken melalui Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden. Dengan kebijakan PSBB, kata Jokowi, aktivitas ekonomi tetap berjalan dengan tetap menjaga jarak. "Jadi kalau kita semuanya disiplin lakukan itu jaga jarak aman, cuci tangan, setiap habis kegiatan cuci tangan, jangan pegang hidung mulut mata, kurangi itu sehingga penularan bisa dicegah," tuturnya. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara resmi mengatur bahwa pemerintah daerah tak bisa lagi sekenanya menerapkan peraturan guna menangkal Covid-19. Melalui beleid itu, daerah-daerah harus mendapat restu menteri kesehatan sebelum melakukan langkah-langkah pembatasan di wilayahnya sendiri. “Pertama pemerintah daerah dapat melakukan pembatasan sosial berskala besar atau pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang untuk satu provinsi atau kabupaten kota tertentu, dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan pemerintahan di bidang kesehatan, dalam hal ini adalah menteri kesehatan,” kata Deputi IV Kantor Staf Presiden Juri Ardiantoro saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (1/4). Dalam mengajukan kebijakan itu, pemerintah daerah juga harus merujuk pada pertimbangan yang lengkap dan komprehensif. Seperti terkait epidemologis besarnya ancaman, efektivitas dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan politik, sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, dan keamanan. Mekanisme berikutnya yaitu pengajuan pembelakukan PSBB di daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten dan kota yang diusulkan oleh kepala daerah kepada menteri mesehatan. “Menteri Kesehatan dalam menanggapi usulan daerah meminta pertimbangan atau mendapatkan pertimbangan dari ketua pelaksana gugus tugas untuk menetapkan, apakah daerah itu disetujui untuk diberlakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar, atau tidak,” kata Juri. Sebaliknya, Pemerintah Pusat melalui gugus tugas bisa langsung menerapkan kebijakan pembatasan sosial di daerah tanpa restu pemerintah provinsi atau kabupaten/kota. Caranya, ketua pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid–19 juga mengajukan dulu usulan itu ke menteri kesehatan. “Apabila Menteri Kesehatan menerima usulan dari ketua pelaksana gugus tugas, dan kemudian ditetapkan wilayah tertentu itu melaksanakan kebijakan ini, maka wajib bagi daerah untuk melaksanakan keputusan Menteri Kesehatan yang berasal dari usulan ketua pelaksana gugus tugas percepatan penanganan COVID-19,” kata Juri.(rep)

Sumber: