COVID-19 dan Kelangkaan Akibat Panic Buying
Oleh : Hamdani Dunia dilanda kecemasan yang begitu akut, menanti hari-hari dalam satu bulan kedepan. Kecemasan ini diciptakan oleh suatu keadaan dimana Wabah Corona (Covid-19) yang tak kunjung berakhir. Kecemasan yang disertai rasa bingung dengan ancaman kematian. Virus ini menyebar begitu cepat tanpa pandang bulu. Setiap nyawa sangat berharga, demikian pula kesehatan semua orang. Sebagaimana dilansir oleh Kompas.Com, pasien yang terjangkit Covid-19 menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan di Indonesia. Tercatat saat ini kasus yang terkonfirmasi akibat virus Corona sebanyak 1.285 orang, dalam perawatan sebanyak 1.107 orang, dinyatakan sembuh 64 orang, dan meninggal 114 orang dengan rasio kematian sebesar 8.9 persen. Semakin sering melihat dan mendengar tentang Covid-19, entah kenapa kita terkadang mendadak gatal tenggorokan seolah mau batuk dan badan terasa demam dicampur bersin. Hal ini berarti tubuh merespon informasi negatif tentang Covid-19, terlebih melihat angka kematian yang begitu tinggi. Jika anda merasakan demikian, ini bukan mitos tetapi anda sedang mengalami gejala yang disebut psikosomatik akibat rasa cemas yang berlebihan, padahal bukan karena terinfeksi virus. Efek psikologi karena Covid-19 pun berlanjut, ketakutan berlebihan dirasa irasional dalam menyikapi wabah ini. Masyarakat mengalami gangguan psikologi yang dinamakan panic buying, yaitu tindakan penimbunan barang yang dilakukan oleh konsumen atau masyarakat ketika ada situasi tertentu yang dipandang gawat atau darurat akibat pandemi Covid-19. Akibat panic buying, terjadi lonjakan pengunjung di pasar swalayan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Hal ini terjadi disejumlah negara, seperti Amerika Serikat, Singapura, bahkan di Selandia baru terjadi lonjakan sampai dengan 40 persen dari biasanya. Lebih mencengangkan lagi, Malaysia mencatat adanya peningkatan penjualan pembersih tangan hingga 800 persen (https://www.bbc.com). Panic buying juga terjadi di Indonesia. Akibatnya sejumlah kebutuhan, seperti masker dan cairan pembersih tangan hand sanitizer menghilang dari peredaran. Disinyalir karena sikap mental sejumlah spekulan turut melakukan penimbunan kebutuhan tersebut, untuk dijual kembali dengan harga yang sangat mahal. Bagi masyarakat kecil, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja sangat sulit, apalagi membeli masker dan hand sanitizer dengan harga selangit. Bagaimana panic buying jika terjadi dalam jangka panjang? Selama wabah Corona terjadi, maka selama itu pula panic buying akan terus terjadi. Bagi mereka yang memiliki banyak uang, tindakan memborong kebutuhan pokok mungkin tidak menjadi persoalan, namun bagaimana dengan sebagian masyarakat yang kurang mampu? Kodisi saat ini sangat menyulitkan, terutama bagi masyarakat di tingkat bawah. Jika panic buying terus berlanjut maka akan terjadi kelangkaan. Bukan saja kelangkan terhadap kebutuhan kesehatan, akan tetapi kebutuhan pokok masyarakat pun akan terjadi, sehingga memicu terjadinya lonjakan harga. Kondisi ini disusul oleh beberapa perusahaan yang mulai merumahkan karyawannya karena kesulitan ekonomi akibat Corona. Jika kenaikan harga tanpa diimbangi dengan daya beli masyarakat maka akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam ekonomi. Panic buying yang disertai daya beli masih bisa dikendalikan, setidaknya ekonomi tetap bergerak karena masih ada transaksi jual beli. Namun, disaat panic buying terjadi secara besar-besaran, kemudian sebagian besar masyarakat dengan daya beli yang rendah, ini bisa berpotensi terjadinya gejolak ekonomi diakar rumput karena himpitan ekonomi. Corona tidak saja menyebabkan kematian jiwa, namun dalam jangka panjang bisa menyebabkan setengah kematian dalam ekonomi. Gambarannya, ekonomi akan lumpuh, kesempatan berusaha sulit, pelaku usaha tidak mampu membayar kredit, termasuk iuran BPJS. Penerimaan pajak juga menurun, daya beli masyarakat menurun dan perbankan mengalami kesulitan keuangan akibat kredit macet. Kondisi ini menjadi tantangan bagi kita semua untuk segera mencarikan solusinya. Semoga wabah ini segera berakhir dan ekonomi semakin membaik. Jika ada hikmah dari setiap kesulitan akibat Corona, masyarakat bisa mengambil pelajaran, namun jika ada keuntungan pribadi dibalik Corona tentu sangat menyakitkan. Corona membuat kita sadar akan kesehatan, namun kesadaran akan kepentingan orang lain dengan tidak melakukan panic buying juga lebih bijak, terlebih disituasi sulit seperti saat ini.
Sumber: