Penimbun Masker akan Ditindak
JAKARTA - Mewabahnya virus corona telah membuat langkanya ketersediaan masker dan tingginya harga di pasaran. Hal tersebut membuat Kepolisian menyatakan akan menindak tegas oknum yang sengaja menimbun masker demi keuntungan pribadi dan menyebabkan kelangkaan masker di pasaran sehingga harganya melonjak ratusan persen. "Mereka menimbun kan untuk cari keuntungan dengan kurangnya masker di pasaran sehingga masker bisa naik hingga lebih dari 100 persen dari harga Rp20 ribu jadi Rp500 ribu. Ini sudah suatu tindak kejahatan untuk menguntungkan diri sendiri, kita akan tindak," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus seperti dikutip dari Antara. Yusri juga meminta agar tidak ada pihak yang menjadikan isu virus corona sebagai ajang mencari keuntungan pribadi yang merugikan masyarakat luas. Yusri menjelaskan melakukan penimbunan untuk mencari keuntungan termasuk bentuk tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen. "Itu permainan para pelaku yang mencari keuntungan, ini sama seperti sembako. Seperti bawang putih yang mendadak hilang, nanti muncul harga naik," ujarnya. Polda Metro Jaya juga akan bekerjasama dengan pihak terkait untuk mencari oknum penimbun masker yang mendadak hilang dari pasar. "Kita akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam hal ini, toh nanti kalau menemukan masker-masker yang ditimbun itu pidananya akan tetap dijalankan," katanya. Yusri juga menambahkan bahwa timbunan masker yang ditemukan oleh penyidik Kepolisian di gudang sekaligus pabrik masker di Cilincing, Jakarta Utara, pada Jumat (28/2), adalah masker tidak layak untuk digunakan masyarakat. "Kalau kemarin itu adalah masker yang tidak standar yang memang tidak boleh dipakai oleh masyarakat. Karena yang kita ungkap kemarin adalah pabrik pembuatan masker yang memang bukan untuk masker, itu memang ilegal dan tidak punya standar kesehatan, tidak punya SNI," katanya. Yusri menyebut produsen masker ini berusaha mencari keuntungan secara tidak legal di tengah tingginya permintaan masker akibat kekhawatiran dipicu oleh isu virus corona (Covid-19). Kepolisian juga tengah melakukan pengecekan apakah merek masker yang diproduksi di sini adalah merek yang memang mempunyai izin lalu dipalsukan atau memang merek yang tidak terdaftar. Namun hasil pemeriksaan awal petugas memastikan bahwa masker yang diproduksi di tempat ini adalah masker yang sama sekali tidak memenuhi standar. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengatakan bahwa melonjaknya harga masker di tengah wabah virus corona (Covid-19) tidak sejalan dengan perlindungan konsumen sehingga fenomena itu masuk sebagai tindakan mengeksploitasi kebutuhan konsumen dengan mengambil untung berlebihan. Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (3/3), Ira menyebut fenomena itu juga berpotensi melanggar UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan selain mengabaikan hak-hak konsumen. "Perilaku menimbun barang untuk mengambil keuntungan di luar kewajaran tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar etika bisnis. Dalam sisi hukum, pedagang melanggar Pasal 107 di UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan dapat dipidanakan paling lama lima tahun dan/atau denda lima puluh miliar rupiah," katanya. Ira berpendapat, ini merupakan saat yang tepat bagi konsumen agar mengerti hak-hak mereka. Konsumen yang merasa dirugikan bisa melakukan laporan pengaduan kepada Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). BPKN dapat menjadikan pengaduan masyarakat sebagai dasar rekomendasi kepada pemerintah atau kementerian terkait sehingga hal-hal seperti ini tidak terulang lagi. Selain itu, Ira menjelaskan bahwa tindakan pelaku usaha untuk menaikkan harga tidak akan memberikan reputasi positif pada usahanya dan dapat menghambat usaha mereka di masa yang akan datang karena kekecewaan konsumen. Sementara itu bagi konsumen, seharusnya tidak perlu panik dan membeli secukupnya karena produsen dalam negeri sedang meningkatkan produksi untuk memenuhi lonjakan permintaan.(bis/ant)
Sumber: