Menerapkan Kampus Merdeka, UT Kejar Status PTN-BH

Menerapkan Kampus Merdeka, UT Kejar Status PTN-BH

TANGSEL – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim membuat terobosan dengan program "Kampus Merdeka". Di sana, dibeberkan beberapa capaian yang harus dijalankan oleh setiap perguruan tinggi guna menghasilkan lulusan berkualitas. Program yang dinamai 'Kampus Merdeka' merupakan lanjutan dari program 'Merdeka Belajar'. Ada 4 kebijakan di dalamnya, yakni kemudahan untuk membuka program studi baru, perubahan sistem akreditasi perguruan tinggi, kemudahan untuk mendapatkan status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH), dan hak belajar tiga semester di luar program studi. Mengejar program itu, Universitas Terbuka (UT) kini tengah serius melakukan penyesuaian, di antaranya dengan terus berproses menuju PTN-BH. Sebagaimana juga dilakukan oleh perguruan tinggi negeri lainnya di Indonesia. "UT didorong oleh kementerian untuk melakukan tahapan-tahapan agar berubah statusnya menjadi PTN-BH. Sekarang sedang memersiapkan diri melakukan langkah kongkrit itu," kata Ojat Darojat, Rektor UT, Kamis (30/1). Saah satu poin dalam program 'Kampus Merdeka' adalah terkait kemudahan status kampus menjadi PTN-BH. Disebutkan, kementerian akan memberikan kemudahan perubahan status dari PTN Satuan Kerja (PTN-Satker) dan PTN Badan Layanan Umum (PTN-BLU) menjadi PTN-BH. Dengan berubah menjadi PTN-BH, Ojat menjelaskan, UT akan memiliki otonomi dan fleksibilitas dalam menentukan arah kebijakan kerja sama dengan industri, leluasa dalam pengembangan prodi baru, bahkan hingga memungkinkan buka-tutup prodi sesuai kebutuhan. "Yang menjadi konsen kita adalah, jangan sampai nanti komponen atau ukuran-ukuran, atau parameter PTN-BH UT sama dengan parameter yang digunakan di Perguruan Tinggi profesional. Pasti itu akan susah bagi UT untuk mencapainya," ucapnya. Sementara Wakil Rektor UT, M Yunus menerangkan, dengan status PTN-BH maka nantinya UT dituntut untuk bisa mandiri. Meskipun, bantuan dari pemerintah sebesar antara10 hingga 11 persen tetap diterima dari total kebutuhan. "Tantangannya itu bagaimana mengelola ini agar efektif. Mencari dana dalam rangka melengkapi fasilitas, karena jika sudah PTN-BH tidak lagi mengandalkan dana dari pemerintah," tuturnya di lokasi yang sama. Dia membantah, jika perubahan status PTN-BH disamakan dengan bentuk komersialisasi pendidikan. Walaupun diakui, perubahan status itu akan sedikit berdampak pula pada biaya operasional perkuliahan mahasiswa. Namun harganya tetap sesuai, dan tidak boleh melebihi ketentuan yang berlaku. "Ada pengaruh, tetapi kan ada aturan pemerintah. Tidak boleh biaya operasional semuanya dibebankan kepada mahasiwa, bisa jebol mahasiwa. Ya ada kontrol, dan ada batas maksimum berapa persen," ungkap Yunus. (jpnn/mas)

Sumber: