Suap Rp 500 Juta Untuk Muluskan Hibah
JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Mojokerto, Jawa Timur, Jumat (16/6) malam hingga Sabtu (17/6) dini hari. Hasilnya, ada tiga legislator dan satu kepala dinas yang menjadi tersangka. Tiga legislator yang jadi tersangka penerima suap adalah Purnomo dari PDI Perjuangan, Umar Faruq politikus Partai Amanat Nasional, serta Abdullah Fanani asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Purnomo merupakan ketua DPRD Mojokerto, sedangkan Umar menjadi wakilnya. Adapun Abdullah adalah ketua salah satu komisi di DPRD Mojokerto. Sedangkan penyuapnya adalah Wiwiet Febriyanto (WF). Tersangka pemberi suap itu merupakan kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Mojokerto. Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengungkapkan, suap itu terkait dengan rencana anggaran hibah Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS). Ada anggaran hibah senilai Rp 13 miliar yang dialokasikan dalam APBD untuk Dinas PUPR Kota Mojokerto. "Agar anggota DPRD Kota Mojokerto menyetujui pengalihan anggaran dari anggaran hibah PENS menjadi anggaran Program Penataan Lingkungan pada Dinas PUPR Tahun 2017 senilai sekitar Rp 13 miliar," ujar Basaria dalam jumpa pers di kantornya, Sabtu (17/6) petang. Dalam OTT, KPK menyita uang sebesar Rp 470 juta dari beberapa pihak. Rinciannya, Rp 300 juta merupakan pembayaran atas total komitmen Rp 500 juta dari Wiwiet kepada anggota dewan. Sedangkan Rp 170 juta diduga terkait komitmen setoran triwulan yang telah disepakati sebelumnya. Karenanya, Wiwiet selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana. Sedangkan Purnomo, Umar dan Abdullah menjadi tersangka penerima suap. Sangkaan bagi mereka adalah melanggar Pasal 12 huruf a atua Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo pasal 55 juta ayat 1 ke 1 KUHPidana. Menurut Basaria, KPK juga menangkap dua orang yang diduga sebagai perantara berinisial T dan H. Meski demikian, keduanya masih diperiksa dan masih berstatus saksi. Ketua DPRD Kota Mojokerto Purnomo merupakan salah satu dari empat orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, setelah terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Jumat (16/6) sampai Sabtu (17/6) itu. DPP PDIP langsung bersuara merespon penangkapan Purnomo yang merupakan kader Partai Banteng. Ketua DPP PDIP Trimedya Panjaitan menyatakan, tidak ada ampun bagi anggota partainya yang kena OTT. “Kader yang kena OTT langsung dipecat. Tidak ada toleransi lagi,” terang dia saat dihubungi Jawa Pos (17/6). Menurut dia, Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri sudah berkali-kali memperingatkan para kader agar jangan sampai terkena tangkap tangan, karena kasus korupsi. Jika masih ada yang melanggar dan terciduk komisi antirasuah, maka sanksinya sangat berat. Langsung dipecat dari keanggotaan partai. “Ketua umum sudah berulangkali memberi peringatan,” papar dia. Tindakan tegas itu, lanjut Trimed, sebagai bukti bahwa PDIP mendukung pemberantasan korupsi. Pihaknya mendorong KPK untuk membersihkan praktik tidak tercela itu. Walaupun kader PDIP yang terjaring OTT, partai tidak akan melindunginya. Partai Banteng berkomitmen mendorong Indonesia bersih dari korupsi. Wakil Ketua Komisi III DPR itu menyatakan, sanksi pecat juga sebagai efek jera bagi kader lain agar tidak ada lagi yang melakukan korupsi. Semua kader sudah mengetahui konsekwensinya jika mereka tetap melanggar aturan. Jika ada kader yang melakukan korupsi, hal itu merupakan perbuatan individu dan tidak ada kaitannya dengan partai. Menurut pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Jenderal PDIP Ahmad Basarah, partainya pasti menindak tegas terhadap Purnomo. "DPP PDI Perjuangan akan langsung memberikan sanksi pemberhentian dari keanggotaan partai kepada Ketua DPRD Kota Mojokerto, Purnomo setelah menjadi tersangka di KPK,” ujar Basarah, Sabtu (18/6). Politikus muda PDIP itu menegaskan, partainya sudah punya prosedur baku tentang kader yang terjaring OTT KPK. Sebab, bukan kali ini saja ada kader partai berlambang kepala banteng itu yang langsung dipecat karena terjaring OTT KPK. “Bagi DPP PDI Perjuangan, kader partai yang menjadi tersangka OTT KPK sudah tidak ada toleransi lagi. Karena berapa pun jumlah barang buktinya, biasanya KPK sudah memiliki bukti-bukti kuat sebelum melakukan OTT,” ujar politikus PDIP yang juga anggota Komisi III DPR itu. Lebih lanjut Basarah mengatakan, tindakan tegas PDIP terhadap Purnomo juga sebagai salah satu bukti komitmen partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu dalam mendukung KPK dan upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, PDIP juga ingin menciptakan efek jera di antara kader-kadernya agar menghindari korupsi. “Salah satu tujuan pemberhentian otomatis bagi tersangka OTT KPK dari kader PDI Perjuangan juga ingin memunculkan efek jera bagi penyelenggara negara yang lain agar tidak melakukan tindak pidana korupsi di mana pun,” pungkas politikus yang beken disapa dengan panggilan Mas Bas itu. (jpnn)
Sumber: