Libur Telah Tiba, Hari Ini Puncak Pertama Nataru

Libur Telah Tiba, Hari Ini Puncak Pertama Nataru

JAKARTA-Rapor siswa-siswi telah dibagikan. Cuti akhir tahun mulai diambil. Mobil sudah diservis. Tiket berbagai moda telah pula dibeli. Musim libur pun dimulai. Dan, hari ini (20/12) diprediksi merupakan puncak pertama lonjakan penumpang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Kepala Badan Litbang (Balitbang) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Sugihardjo menyatakan, ada beberapa puncak peningkatan jumlah penumpang pada periode Nataru tahun ini. Pertama terjadi pada hari ini. "27 Desember puncak kedua untuk menghadapi tahun baru," tuturnya. Sementara untuk arus balik, diprediksi puncaknya terjadi pada 1-2 Januari 2020. Menurut survei dari Balitbang Kemenhub, 70 persen pergerakan Nataru terjadi di Jawa. Terbanyak akan menggunakan jalur darat. Kendaraan pribadi seperti mobil dan motor juga masih banyak digunakan. Arah Jawa Tengah paling ramai. "Pengguna tol cenderung pagi hari," kata Sugihardjo. Dalam surevi tersebut juga dinyatakan beberapa moda trasnportasi mengalami kenaikan penumpang. Namun, pada sektor udara turun 8,40 persen. Tahun lalu jumlahnya 5,76 juta penumpang. Pada tahun ini diperkirakan turun menjadi 5,28 juta penumpang saja. "Penurunan ini karena membaiknya infrastruktur di sektor lain," ungkapnya. Kemenhub mengantisipasi lonjakan jumlah warga yang melakukan perjalanan mudik atau liburan lewat pendirian posko terpadu. Posko tersebut merupakan integrasi dari sejumlah pemangku kepentingan bidang transportasi. Disediakan juga call center terpusat. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan, awalnya posko itu diniatkan untuk internal saja. Namun, dia mewajibkan jajarannya untuk berkoordinasi dengan sejumlah pihak. Antara lain BMKG, ASDP, Jasa Marga, dan Pelni. Dibukalah posko terpadu Nataru dengan Ditjen Perhubungan Darat sebagai koordinator. "Kami akan punya posko dua juga, di sini dan di Korlantas (Polri)," jelas Budi Karya di kantor Kemenhub, Jakarta, kemarin. Meski Nataru cenderung tidak seramai Idul Fitri, Budi Karya memastikan persiapannya sama detail. Posko menampilkan data terbaru yang diperbarui setiap hari dari berbagai moda angkutan. Kemenhub mencatat, ada kenaikan penumpang sebesar empat persen untuk penumpang kereta api akhir tahun ini. Namun, angka itu tidak sebesar perkiraan Kemenhub yang mencapai 10 persen. "Ini menandakan jalan tol baru 1.000 kilometer itu sudah banyak dipakai masyarakat," jelasnya. Terutama yang disorot adalah tol elevated Jakarta-Cikampek (Japek) II yang telah dibuka sejak Minggu (15/12). Kemenhub mengatur agar tol elevated hanya boleh dilewati kendaraan golongan I non-bus dan non-truk selama Nataru ini. "Itu hanya untuk non-bus dan non-truk. Saya tidak bilang tidak boleh, tapi sementara hanya golongan satu saja. Nanti kalau ada perkembangan lain tergantung Jasa Marga," jelas Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi. Sejak dioperasikan, Ditjen Perhubungan Darat melakukan evaluasi di jalan tol tersebut. Sempat ditemukan empat kasus ban mobil bocor dan satu mobil kehabisan BBM. Budi pun mengingatkan agar warga yang hendak menggunakan tol elevated untuk melakukan persiapan perjalanan lebih matang. BBM harus cukup. Sebab, sejak naik di KM 19 hingga KM 57, tidak ada stasiun pengisian bahan bakar. "Jika BBM tidak cukup, disarankan lewat bawah saja," ujarnya. Kemudian untuk kejadian kerusakan, Kemenhub menurunkan tim khusus di jalan tol Cikampek hingga Semarang dan ke arah Bandung. Tim berisi empat hingga lima orang itu disiapkan khusus dari SDM Kemenhub yang memiliki kemampuan dasar perbaikan mesin. "Ini hasil evaluasi Lebaran kemarin, ternyata diperlukan," lanjutnya. Untuk moda transportasi umum darat, Kemenhub memberi catatan khusus pada bus. Budi mengakui masih menemukan sejumlah bus yang tak laik jalan, namun masih beroperasi mengangkut penumpang. Jenis kerusakan yang umum ditemui adalah rem tidak berfungsi dengan baik. Dia mengimbau untuk operator bus rutin melakukan self ramp check. "Kami imbau agar operator jangan hanya berorientasi pada bisnisnya saja," imbuh Budi. Sementara itu, sebagian besar pemudik akan menggunakan  moda mobil pribadi dalam masa liburan Nataru. Jasa Marga memprediksikan sekitar 4,7 juta kendaraan akan melewati jalan tol. Meski demikian, Jalan Tol belum sepenuhnya aman dan bebas kecelakaan. Plt. Ketua Sub Komite Kecelakaan Angkutan Jalan KNKT Achmad Wildan mengungkapkan bahwa setidaknya ada 2 karakteristik dari lalu lintas dan desain jalan tol yang masih berpotensi menyebabkan kecelakaan. Yakni jalan tol dengan kondisi turunan/tanjakan yang panjang, dan jalan tol yang memiliki karakter panjang dan monoton. Wildan mencontohkan ruas Jalan Tol Cipularang ruas 90-100 yang memiliki turunan yang panjangnya hingga 4 kilometer. Desain ini sebenarnya kata Wildan tidak melanggar regulasi karena hanya tanjakan yang panjangnya dibatasi. Namun turunan tidak dibatasi. Namun kondisi turunan yang sangat panjang ini bisa menyebabkan fenomena yang disebut brake fading atau hilangnya daya cengkram rem kendaraan. Terutama kendaraan besar seperti truk dan bus. Brake fading ini kata Wildan bukan permasalahan desain dan teknologi kendaraan. Namun lebih pada kesalahan pengemudin mengatur rem. “Seharusnya di turunan panjang pakai gigi rendah. 1, 2 maksimal 3. Tidak boleh lebih. Kalau gigi rendah, engine brake dan exhaust brake itu bekerja semua. Kalau gigi tinggi, cuma tinggal rem utama yang bekerja. Ini bisa terlalu panas terjadilah brake fading,” jelasnya. Kesepakatan terakhir, kata Wildan, pihaknya sudah meminta Jasa Marga untuk memindahkan rambu yang mulanya di samping menjadi di atas agar lebih terlihat. “Rest area di tempat itu juga kami minta agar kendaraan bisa masuk. Jadi kalau tromolnya overheat bisa berhenti dulu. Kalau sudah dingin lagi rem nya normal lagi,” katanya. Selain jalan yang terlalu menurun, jalan tol yang terlalu panjang dan bebas hambatan seperti ruas Cikopo-Palimanan (Cipali) juga patut diwaspadai. Dalam kondisi bebas hambatan seperti itu, kata Wildanm pengemudi rawan sekali kehilangan konsentrasi. Wildan mengatakan pihaknya telah merekomendasikan 2 metode pengencatan marka. Yakni dengan chevron speed reducing marking, yakni marka jalan yang dibuat seperti segitiga. Yang kedua adalah dragon teeth speed reduction marking, yakni marka jalan segitiga yang berjejer seperti gigi yang dicat di pinggir jalan. Dua sistem marka ini kata Wildan akan menciptakan ilusi bahaya yang membuat pengemudi mengurangi kecepatannya.  “Yang dragon teeth itu seolah-olah mempersempit jalan,” katanya. ‘ Selain itu, Wildan merekomendasikan agar lebih banyak dipasang iklan dan reklami di jalan-jalan tol untuk mengurangi kejenuhan dan potensi speeding. “Tapi jangan yang terlalu banyak tulisan,” katanya. Sementara di Udara, KNKT menyatakan ada resiko cuaca. Ketua Sub Komite Kecelakaan Penerbangan Nurcahyo Utomo mengungkapkan bahwa pihaknya akan secara rutin meminta data dari BMKG tentang pertumbuhan awan Cumulonimbus (CB) di jalur-jalur penerbangan. Beberapa kasus turbulensi pesawat terjadi pada tahun 2019. Nurcahyo menyebut beberapa diantaranya adalah kasus penerbangan Etihad yang mengalami guncangan diatas selat Malaka dekat Pangkalpinan. 8 Jamaah umroh mengalami patah tulang. Dari penyelidikan sementara KNKT, kata Nurcahyo, si pilot mengaku melihat awan CB. Tapi ia mengatakan tidak membawa masuk pesawatnya. Namun lewat di sebelah awan tersebut. Dalam laorannya pilot mengatakan bahwa terjadi clear air turbulence (CAT) yakni turbulensi tanpa awan. Padahal, dalam manual pesawat  disebutkan bahwa area seluas 20 mil di sekitar awan CB memiliki potensi turbulence.  Dalam beberapa kasus, pilot juga kurang pemahaman dalam membaca radar cuaca. “Jadi bukan turbulence nya yang jadi masalah, tapi pemahaman pilot terhadap radar cuaca. Ada yang bilang, di radar bersih, tidak ada awan. Padahal kalau kondisi bersih itu bisa jadi gelombang udara tertarik ke awan di sekitarnya. Jadi turbulence nya lebih kenceng,” katanya. (deb/lyn/mia/tau)

Sumber: